Jeno tidak bisa tidur nyenyak dimalam-malam selanjutnya, ia selalu merasa dihantui oleh renjun yang berubah dan ingin membunuhnya, entah motif apa sehingga mimpi itu datang kepadanya dan lagi mengapa renjun yang harus berubah menjadi monster seperti itu dalam mimpinya.
Ia tak bisa berbohong kepada dirinya sendiri bahwa sebenarnya ia mulai merasa khawatir akan kedekatannya dengan renjun, ia bukan menuduh renjun, tapi bekas kuku tajam itu bahkan ada pada tubuhnya saat esok harinya ia memeriksanya. Rasa sakitnya bahkan masih terasa disana hingga saat ini.
Matanya memandang kearah dimana kini renjun hanya duduk diam dengan tablet di tangannya, menghela nafasnya dengan berat, jeno ingin menjaga jarak dengan renjun, tapi ia bahkan tak bisa melangkah keluar dari apartemennya jika tak membawa renjun bersamanya. Entah apa yang terjadi pada dirinya, ia seakan sulit bernafas jika tak melihat renjun dalam jangkauan pandangnya.
Drrt...drt...
Dering ponselnya menyadarkan jeno dari lamunannya, segera meraih ponselnya melihat siapa yang menelfonnya.
"Halo?"
"Diruanganku, datang saja"
"Hmm aku tunggu"
Jeno meletakkan kembali ponselnya setelah menerima panggilan itu, jaemin menelfon mengatakan ingin datang bersama yang lain.
"Renjun"
Panggilan jeno membuat renjun yang tengah sibuk membuat pola abstrak pada tabletnya taralihkan.
"Iyah" meletakkan tabletnya, ia mendekat kearah jeno saat melihat jeno memanggilnya untuk mendekat.
Menarik tubuh kecil itu untuk ia dudukan diatas pangkuannya, wajahnya ia bawa untuk menyusup kedalam ceruk leher jenjang itu, wangi renjun membuatnya bisa merasa tenang namun juga merasa sesak dalam satu waktu.
"Jeno kenapa?" Renjun mengusap rambut legam itu dengan lembut, berusaha memberikan ketenangan pada jeno yang saat ini terdengar menghela nafas dengan berat. Apa yang terjadi kepada jeno.
"Tidurku tak nyenyak beberapa hari ini....aku tak tahu apa yang terjadi renjun, apa yang terjadi pada diriku" jeno tak mengerti mengapa ia mengalami hal buruk seperti ini dalam hidupnya.
Renjun memeluk jeno dengan erat, berharap itu bisa membuat jeno tenang, mengapa jeno bisa seperti ini, apa jeno diganggu oleh sesuatu.
"Maafkan renjun, jeno mengalami kesulitan dan tak nyenyak setiap malam tapi renjun tak bisa membantu apapun"
Renjun merasa bersalah karena tak bisa membantu jeno dalam kesulitannya. Ia gagal menjaga tuannya agar tetap dalam kedamaian.
Jeno membawa pandangannya untuk menatap wajah sendu itu, mengapa renjun harus merasa bersalah, mimpi itu tak bisa diatur, itu datang sendiri kedalam fikiran manusia, renjun tak perlu merasa khawatir akan hal itu.
Menangkup wajah kecil itu dengan lembut, "itu bukan salahmu, tak perlu merasa bersalah karena tak bisa membantuku, cukup hanya temani aku tidur dan jangan menjauh dariku, maka itu sudah cukup untukku"
Itu hanyalah mimpi, tidak mungkin renjun akan merasa bersalah jika benar renjun adalah dalang dibalik semua mimpi buruknya, itu hanyalah efek dari ia yang terlalu kelelahan saat bekerja sehingga ia bermimpi buruk malam harinya.
Renjun mengangguk lesu, ia kembali memeluk leher jeno, sekarang justru dirinyalah yang jeno tenangkan dari fikiran bersalahnya.
Kembali menangkup wajah mungil renjun, menatap dengan lekat mata berbinar itu, entah sejak kapan tapi jeno menjadi lebih tertarik pada renjun. Wajahnya mendekat untuk mengecup pucuk hidung bengir itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Red Thread (Gumiho) //NoReN//
Ficción históricamari bertemu untuk waktu yang lama