4. Lukisan dan Perang Tepung

6.2K 701 7
                                    

Setelah Liu Quiaqio mengatur semuanya, ia langsung memerintahkan Li Dani untuk membawa cat minyak yang ia buat sendiri. Ia tidak menyukai cat lain karena mudah rusak dan hilang. Jadi, ia membuat cat minyak dari minyak biji rami, memodifikasinya dengan terpentin dan white spirit, lalu menambahkan pernis untuk kilau, serta pigmen untuk warna.

Li Dani terkejut, karena setelah insiden dengan kaisar, bahkan menyebut soal melukis bisa membuat ekspresi tuannya berubah menjadi penuh kesakitan. Namun, kali ini ia menjadi orang yang paling bahagia melihat tuannya kembali melakukan hal yang dicintainya. Tuannya selalu berbakat dalam seni, bahkan diakui sebagai yang paling berbakat di Kekaisaran dalam empat dari lima seni: lukisan, tari, seni rupa, puisi, dan musik.

Saat masih menjadi putra dari keluarga jenderal, tuannya adalah trendsetter di kalangan bangsawan. Namun, segalanya berubah saat masuk ke istana. Sekarang, melihat tuannya kembali seperti dulu, Li Dani sangat bahagia.

"Baik, Yang Mulia!" jawab Li Dani dengan penuh semangat.

Liu Quiaqio kemudian berganti pakaian lukis dan duduk untuk memilih apa yang akan dilukis. Ia sangat menyukai bunga sakura, sehingga ia berencana melukis banyak bunga tersebut. Selama seminggu pertama proyeknya, ia melukis kamarnya dengan pemandangan bunga sakura yang indah dan menuliskan sebuah puisi di atasnya.

"Mommy, apa yang kau wukis?" tanya suara kecil yang penuh kepolosan (anak ini masih kecil, jadi pengucapannya belum sempurna).

"Tao'er, mommy sedang melukis bunga sakura. Itu adalah bunga favorit mommy," jawabnya sambil menoleh pada putranya yang lucu.

"Oh, kau sukwa kawn karena cantik?" Tao'er bertanya dengan kepala miring, penuh rasa ingin tahu.

"Benar, dan juga karena semua anak-anakku yang berharga lahir saat bunga sakura sedang mekar," jawabnya dengan penuh kasih sayang.

Liu Quiaqio kemudian memeluk Tao'er dan menggelitiknya, membuat tawa ceria memenuhi udara. Mereka tidak menyadari sosok gelap yang diam-diam mengawasi mereka dari kejauhan sebelum menghilang.

Di tempat lain, seorang pria berbaju biru mencolok duduk dengan kepala tegak dan wajah sedingin es, tampak seperti bisa membekukan seluruh neraka yang menyala.

"Laporkan," perintahnya dengan suara monoton.

"Melapor kepada Yang Mulia, permaisuri telah melukis dan menghias kamarnya selama seminggu penuh. Beliau tidak menghadiri salam pagi. Permaisuri semakin dekat dengan Selir Yun dan menghabiskan banyak waktu bersama pangeran dan putri. Tadi, beliau sedang bermain dengan pangeran ketiga ketika hamba berada di sana," lapor seorang pria berjubah hitam dengan suara datar.

"Apakah kau melihatnya memanggil tabib kekaisaran?" tanya pria itu, yang ternyata adalah kaisar, dengan nada sedikit khawatir.

"Tidak, hamba tidak melihat tabib kekaisaran dipanggil. Bolehkah hamba bertanya alasannya agar bisa menyelidiki lebih jauh?" pria berjubah hitam bertanya, sedikit bingung. Kaisar biasanya tidak peduli pada permaisuri.

"Hahaha! Tentu saja dia takut permaisuri akan melahirkan lagi! Atau mungkin kali ini kembar dua!" tawa keras terdengar dari bayangan.

Di halaman istana, perang tepung sedang berlangsung antara kelompok Selir Yun dan kelompok permaisuri. Semua orang tertawa, penuh dengan tepung dari kepala hingga kaki.

"Tsk, Yun Shi, sudah sepuluh tahun, kau masih belum bisa mengalahkanku?" Liu Quiaqio mengejek dengan nada bercanda.

"Ah, kau—! Maksudku, kau akan kalah kali ini!" balas Selir Yun dengan penuh semangat.

"Tao'er kanan, Ruan'er kiri, Hu'er tengah, Li Dani kanan. Sisanya mundur!" perintah permaisuri dengan nada serius seolah sedang memimpin perang.

Saat mereka asyik bermain, tiga sosok berdiri diam mengamati dengan takjub. Mereka adalah kaisar, Selir Shu yang kebetulan ikut bergabung, dan Pangeran Lin.

Dosa KuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang