Malam itu, setelah semuanya usai, Zea, Zen, dan teman-temannya dibawa ke tempat aman oleh polisi internasional. Sebuah vila kecil yang jauh dari hutan menjadi tempat mereka menginap sementara. Namun, bagi Zea dan Zen, ketenangan itu terasa semu. Ada banyak pertanyaan yang menggantung, terutama tentang hubungan misterius yang baru saja terungkap.Ketika yang lain tertidur karena kelelahan, Zea duduk di teras vila dengan sebuah surat di tangannya. Itu adalah salah satu surat ibunya yang ia temukan beberapa minggu sebelumnya. Di surat itu, ada nama yang selama ini tidak ia pahami-Adelia Wijaya. Nama ibu Zen.
Zen, yang tidak bisa tidur, bergabung dengannya di luar. Ia duduk di kursi kayu di sebelah Zea dan memperhatikan surat di tangannya.
"Apa itu?" tanyanya, suaranya lembut.
Zea menatap Zen sejenak, lalu menyerahkan surat itu tanpa berkata-kata. Zen membacanya dengan seksama, wajahnya berubah serius ketika ia menemukan nama ibunya tertulis di sana.
"Adelia,
Aku tahu aku telah mengecewakanmu. Aku tahu keputusanku untuk tinggal bersama suamiku telah membuat kita menjauh. Tapi percayalah, aku selalu mengingat persahabatan kita. Aku tidak tahu apakah aku bisa bertahan lebih lama dalam situasi ini, tapi aku ingin kamu tahu bahwa kamu adalah salah satu bagian terbaik dalam hidupku."Zen membaca ulang bagian itu, lalu menatap Zea dengan bingung. "Ibu kita saling kenal?"
Zea mengangguk perlahan. "Sepertinya mereka sahabat dekat. Tapi aku nggak tahu banyak soal hubungan mereka. Ini pertama kalinya aku menemukan nama ibumu."
Zen menggenggam surat itu erat. "Ibu nggak pernah cerita soal ini. Tapi kalau mereka dekat, kenapa kita nggak pernah dengar soal ini sebelumnya?"
Zea memandang langit malam, mencoba menenangkan pikirannya yang kacau. "Mungkin karena mereka ingin melindungi kita. Dari apa, aku nggak tahu. Tapi melihat semua ini... aku rasa mereka terlibat sesuatu yang jauh lebih besar daripada yang kita bayangkan."
Zen mengangguk pelan. "Aku akan tanya ayahku. Mungkin dia tahu sesuatu."
Keesokan harinya, Zen berhasil menghubungi ayahnya, yang langsung terkejut mendengar nama Eliza Safira Winata disebutkan. "Dari mana kamu tahu tentang Eliza?" tanya ayahnya, suaranya terdengar kaku.
Zen menjelaskan situasinya, termasuk surat yang ditemukan Zea dan hubungan mereka dengan flash drive yang menjadi pusat permasalahan. Di ujung telepon, suara napas ayah Zen terdengar berat.
"Zen," katanya akhirnya, "ada banyak hal yang tidak pernah aku ceritakan padamu tentang masa lalu ibumu. Adelia dan Eliza memang sahabat dekat. Mereka seperti saudara, bahkan lebih dari itu."
Zen terdiam, membiarkan ayahnya melanjutkan.
"Aku tahu Eliza setelah ibumu meninggal. Dia orang yang baik, tapi dia terjebak dalam situasi yang sulit. Saat ibumu sakit, Eliza sering datang untuk membantu. Mereka berbagi banyak hal, termasuk rahasia yang bahkan aku tidak tahu sepenuhnya. Tapi satu hal yang pasti, mereka berdua punya tujuan yang sama-melindungi keluarga mereka."
"Melindungi dari apa?" Zen bertanya.
"Aku tidak tahu detailnya," jawab ayahnya. "Tapi aku yakin Eliza meninggal bukan karena kecelakaan biasa. Ada terlalu banyak hal yang tidak wajar di sekitarnya. Dan sekarang, aku khawatir Zea mungkin dalam bahaya yang sama."
Zen menggenggam telepon lebih erat, merasa darahnya mendidih. "Kenapa kamu tidak pernah cerita soal ini sebelumnya?"
Ayahnya terdiam lama sebelum akhirnya berkata, "Aku hanya ingin melindungimu, Zen. Sama seperti Adelia ingin melindungimu."
KAMU SEDANG MEMBACA
zea milik si berandalan[THE END]
Mystery / ThrillerHujan membawa kenangan kelam yang tak pernah hilang dari ingatan Zea Safira Winata. Di hadapan nisan ibunya, ia menyimpan pertanyaan yang tak pernah terjawab: apakah kematian ibunya benar-benar kecelakaan, atau ada sesuatu yang jauh lebih mengerikan...