Saat malam tiba dan suasana di markas mulai tenang, Zea duduk di meja besar, memeriksa dokumen-dokumen yang mereka temukan di gedung tua. Di antara berkas-berkas usang itu, ada satu amplop tertutup rapat, dengan cap merah bertuliskan "Confidential - Arkana Estate.""Zen, lihat ini," Zea memanggilnya dengan suara pelan.
Zen menghampiri dan merobek amplop itu dengan hati-hati. Di dalamnya terdapat foto-foto lama dan selembar dokumen dengan beberapa nama yang langsung membuat Zen dan Zea saling bertukar pandang.
Nama pertama: Darren Winata.
Nama kedua: Adelia Wijaya.Zea merasakan darahnya berdesir. "Ayahku... dan ibumu?"
Zen mengangguk, wajahnya berubah serius. "Ya. Ini dokumen kerja sama rahasia mereka. Tapi lihat bagian bawah ini..."
Zea membaca dengan teliti. "Proyek 'Nexus' - Penggabungan kekuatan untuk menguasai wilayah Asia."
Zea terduduk lemas. "Jadi, ayahku dan ibumu... mereka berencana menguasai semuanya?"
Zen menghela napas berat. "Sepertinya Arkana adalah alat mereka untuk mencapai tujuan itu. Tapi entah kenapa, mereka sekarang berkonflik."
Mina, Raka, dan Jeno yang mendengar pembicaraan itu mendekat. Mina membaca dokumen dengan cepat. "Ini bukan cuma tentang kekuasaan, Zea. Proyek 'Nexus' ini melibatkan sesuatu yang lebih besar-teknologi canggih dan... senjata biologis."
Jeno membelalak. "Senjata biologis? Ini sudah gila!"
Raka mencoba mencerna. "Tunggu, jadi orang tua kalian bersekutu tapi sekarang jadi musuh? Dan kita terjebak di tengah-tengah?"
Zea menatap Zen dengan penuh kebingungan dan kemarahan. "Kenapa kau tidak memberitahuku sebelumnya?"
"Aku baru tahu sekarang," jawab Zen jujur. "Aku tahu ibu punya hubungan dengan Arkana, tapi tidak tahu sejauh ini. Kita harus menghentikan mereka."
Mina mengetuk peta yang terbentang di meja. "Ada satu lokasi lagi yang disebutkan di dokumen ini. Sebuah laboratorium tersembunyi di luar kota. Mungkin di sanalah proyek ini dijalankan."
Zea mengangguk tegas. "Kita harus pergi ke sana. Kita tidak bisa membiarkan mereka menyelesaikan proyek ini."
Zen menggenggam tangan Zea. "Aku bersamamu, Zea. Ini bukan lagi tentang misi atau keluarga. Ini tentang menghentikan kejahatan."
Malam itu, mereka semua bersiap untuk perjalanan ke lokasi terakhir. Namun, Zea merasa ada beban berat di hatinya. Bagaimanapun, yang akan mereka hadapi adalah keluarganya sendiri.
Sebelum tidur, Zea merenung di balkon kecil markas. Zen datang dan berdiri di sampingnya.
"Aku tahu ini sulit," kata Zen lembut. "Tapi kau tidak sendirian."
Zea menatap langit malam yang penuh bintang. "Aku hanya takut, Zen. Takut harus menghadapi ayahku. Takut harus memilih antara kebenaran dan keluarga."
Zen merangkulnya pelan. "Kita akan menemukan cara. Bersama."
Zea mengangguk, merasa sedikit lebih tenang. Di dalam hatinya, ia tahu bahwa pertempuran terbesar bukan hanya melawan Arkana, tetapi juga melawan dirinya sendiri-melawan rasa takut dan keraguan yang menghantuinya.
Keesokan harinya, mereka berangkat menuju laboratorium tersembunyi, tanpa tahu bahwa di sana, lebih banyak rahasia akan terungkap, dan keputusan besar harus diambil.
Perjalanan menuju laboratorium tersembunyi dimulai di bawah langit kelabu. Awan tebal menggantung di atas mereka, seolah mencerminkan suasana hati tim. Mina memegang kemudi dengan fokus penuh, sementara Zen dan Zea duduk di kursi belakang, saling bertukar pandang tanpa banyak kata. Jeno dan Raka duduk di belakang, mencoba meredakan ketegangan dengan candaan kecil, meski hasilnya minim.
KAMU SEDANG MEMBACA
zea milik si berandalan[THE END]
Mistério / SuspenseHujan membawa kenangan kelam yang tak pernah hilang dari ingatan Zea Safira Winata. Di hadapan nisan ibunya, ia menyimpan pertanyaan yang tak pernah terjawab: apakah kematian ibunya benar-benar kecelakaan, atau ada sesuatu yang jauh lebih mengerikan...