Panggung Terakhir

2 1 0
                                    


Malam semakin larut ketika Zen dan timnya tiba di sebuah apartemen kecil yang digunakan sebagai tempat persembunyian sementara. Suasana tegang masih terasa. Zea berdiri di jendela, memandangi kota yang terlihat tenang, seolah tidak terjadi apa-apa.

Zen mendekatinya. “Kau baik-baik saja?”

Zea mengangguk, meski jelas terlihat pikirannya melayang. “Hanya memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya.”

Zen menarik napas dalam. “Ini hanya masalah waktu sebelum Arkana bergerak. Kita harus bersiap.”

Mina yang duduk di depan laptopnya berbicara tanpa menoleh. “Data sudah mulai menyebar. Berita tentang proyek Nexus akan meledak besok pagi. Tapi itu juga berarti kita akan jadi target utama.”

“Berapa lama kita punya waktu?” tanya Raka.

“Tidak lama,” jawab Mina sambil menutup laptopnya. “Aku sudah mendeteksi aktivitas dari jaringan mereka. Mereka tahu kita yang menyebarkan data.”

Jeno mendengus. “Bagus. Biar mereka datang. Aku sudah siap.”

Zea berbalik dari jendela, matanya penuh tekad. “Kita tidak bisa hanya menunggu. Kita harus menyerang lebih dulu.”

Zen mengangguk setuju. “Aku tahu satu tempat yang bisa kita gunakan sebagai titik serangan. Markas mereka di pusat kota.”

Mina membuka peta digital. “Itu lokasi yang sangat dijaga ketat.”

“Itulah kenapa mereka tidak akan menyangka kita menyerang langsung,” jawab Zen. “Kalau kita berhasil menghancurkan pusat kendali mereka, Arkana akan lumpuh.”

Zea mengepalkan tangannya. “Baik. Kita lakukan ini. Tapi kita butuh strategi.”

Persiapan dimulai. Mina mengatur ulang sistem komunikasi mereka, memastikan semua perangkat terenkripsi. Raka dan Jeno memeriksa senjata dan peralatan taktis. Zen dan Zea menyusun rencana masuk ke markas utama.

“Ini misi terakhir,” kata Zen saat mereka berkumpul di ruang tengah. “Kita masuk, hancurkan pusat kendali, dan keluar secepat mungkin.”

Semua mengangguk. Mereka tahu risiko yang akan dihadapi, tetapi tidak ada jalan kembali.

---

Pukul 3 pagi

Mereka tiba di dekat markas Arkana. Bangunan itu terlihat lebih besar dan lebih menyeramkan di malam hari, dengan cahaya merah yang terpancar dari dalam.

Mina mengetik cepat di perangkatnya. “Aku akan membuka akses pintu belakang. Lima detik.”

Pintu terbuka dengan suara klik, dan mereka masuk dengan hati-hati. Lorong-lorong gelap dan kamera keamanan yang berputar membuat mereka harus ekstra waspada.

“Tangga ada di ujung koridor,” bisik Mina melalui earphone.

Zen memberi isyarat untuk bergerak. Mereka mencapai tangga dan mulai naik ke lantai atas, tempat pusat kendali berada.

Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar mendekat. Zea menahan napas, tangannya menggenggam erat pistol di pinggangnya. Zen memberi isyarat agar mereka berhenti.

Penjaga lewat tanpa melihat mereka, dan tim melanjutkan perjalanan.

Di pusat kendali, mereka menemukan ruangan penuh dengan layar monitor dan server besar. Mina segera mulai bekerja.

“Kalian jaga pintu. Aku butuh waktu beberapa menit,” katanya sambil memasukkan perangkat peretasnya.

Zea dan Zen berjaga di pintu, sementara Jeno dan Raka memeriksa lorong. Ketegangan semakin memuncak.

zea milik si berandalan[THE END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang