Pagi itu, setelah membuka kotak rahasia dan memahami petunjuk dari peta kecil di dalamnya, Zen, Zea, dan Nadira sepakat untuk bergerak menuju lokasi yang tertera. Lokasi itu adalah sebuah gudang tua di pinggir kota, yang terlihat biasa saja. dari luar, namun diyakini menyimpan kebenaran besar tentang Arkana Estate, Namun, sebelum mereka sempat memulai perjalanan, sebuah panggilan telepon dariJeni ibu tiri Zea terhenti
mereka.
"Zea, aku butuh bantuanmu," suara Jeni terdengar gemetar, seolah ketakutan. "Aku... aku menemukan sesuatu tentang Arkana. Aku tidak tahu harus bicara pada siapa, tapi kamu orang yang bisal kupercaya."
Zea ragu sejenak. Selama ini, hubungannya dengan Jeni tidak pernah hangat. Namun, mendengar nada suara wanita itu, ia merasa ada sesuatu yang mendesak. "Apa. yang kamu temukan?" tanyanya hati-hati.
"Datanglah ke gudang tua di sebelah pabrik kertas lama. Aku tidak bisa bicara di telepon. Aku takut mereka. mendengarkan," kata Jeni sebelum menutup telepon dengan cepat.
Zea menatap Zen dan Nadira, wajahnya bingung. "Dia bilang dia punya informasi tentang Arkana. Tapi aku tidak yakin dia bisa dipercaya."
Nadira menyipitkan mata. "Itu bisa jadi jebakan. Kita tahu Arkana memiliki cara untuk menyusup ke mana saja, termasuk keluarga.
Zen menggenggam bahu Zea dengan lembut. "Kita harus berhati-hati, Tapi
kalau dia memang tahu sesuatu, kita tidak bisa mengabaikannya.
Dengan enggan, mereka memutuskan
untuk pergi ke tempat yang disebutkan Jeni. Nadira memastikan mereka. membawa senjata dan alat pelacak untuk
berjaga-jaga. Perjalanan menuju gudang tua itu diwarnai kecemasan. Zea tidak bisa menghilangkan rasa curiga yang mengendap dalam pikirannya.
Ketika mereka tiba di gudang, suasananya sunyi, terlalu sunyi untuk sebuah tempat yang seharusnya digunakan oleh organisasi besar seperti Arkana. Jeni sudah menunggu di dalam, berdiri di dekat
meja tua yang dipenuhi tumpukan kertas
usang. Wajahnya tampak pucat dan gugup.
"Zea, Zen, kalian datang," katanya, tersenyum tipis. Namun, senyum itu tidak
mencapai matanya.
"Apa yang kamu temukan?" tanya Zea langsung, menatap Jeni dengan tatapan. waspada.
Jeni mengangkat sebuah amplop besar dari meja. "Ini. Aku menemukannya di kamar suamiku. Ini bukti keterlibatan dia dengan Arkana. Aku tidak tahu harus
melakukan apa."
Zea melangkah maju, hendak mengambil amplop itu, tetapi Nadira tiba-tiba menariknya mundur. "Jangan," kata Nadira dengan nada tajam, tatapannya tertuju pada Jeni. "Ini terlalu mudah."
Jeni tampak tersinggung. "Apa maksudmu? Aku mencoba membantu!"
Namun, sebelum ada yang sempat bereaksi, pintu gudang terbanting terbuka,
dan sekelompok pria bersenjata masuk,
mengepung mereka. Salah satu pria, yang
jelas seorang pemimpin, menatap Jeni dengan puas.
"Kerja bagus," katanya dingin. "Mereka datang seperti yang kau katakan."
Zea membelalak, menatap Jeni dengan tidak percaya. "Kamu menjebak kami?"
Jeni tidak menghindari tatapan Zea, meskipun ada sedikit rasa bersalah di matanya. "Aku tidak punya pilihan, Zea.
Mereka tahu segalanya tentangku. Kalau
KAMU SEDANG MEMBACA
zea milik si berandalan[THE END]
Mystery / ThrillerHujan membawa kenangan kelam yang tak pernah hilang dari ingatan Zea Safira Winata. Di hadapan nisan ibunya, ia menyimpan pertanyaan yang tak pernah terjawab: apakah kematian ibunya benar-benar kecelakaan, atau ada sesuatu yang jauh lebih mengerikan...