~Ntah sampai kapan kamu melihat aku sebagian gadis yang mencintai kamu, bukan sebagai gadis pengganggu lagi~
(Reva)
.
.Setelah pulang sekolah Reva berinisiatif membuat kue cookies, lewat resep dan tutorial di Handphone nya. lalu berniat memberikan setoples cookies untuk Gea ibu dari Angkasa. sekaligus gadis itu ingin melihat wajah Angkasa meski hanya sedetik pun gadis itu tidak masalah.
"yeyyy jadi" seru Reva dengan bahagia melihat cookies yang berhasil ia buat, gadis itupun memasukan satu persatu cookies ke dalam toples dan sebagiannya lagi untuk dirinya.
ia merapihkan dirinya sebab banyak tepung yang menempel di pipi dan bajunya, setelah rapih Reva membawa kue tersebut lalu bergegas pergi ke rumah Angkasa.
Tok Tok
"Assalamualaikum Tante" ujar Reva sambil mengetuk pintu bercat putih tersebut.
tak berselang lama ada sahutan dari seorang wanita dari dalam dan langsung membuka pintunya menampilkan senyum hangat ke arah Reva.
"eh ada Reva ayo masuk" ucap Gea dengan ramah, Reva pun mengangguk sambil mengikuti langkah Gea masuk ke dalam.
"mau ke temu Angkasa ya?" tanyanya.
"Reva mau ngasih kue ini Tante, ini Reva bikin sendiri, semoga aja enak ya" ujar Reva sambil menyerahkan kue tersebut ke tangan Gea.
"Masya Allah terimakasih Reva, nanti Tante cobain ya" ucap Gea
"sama sama, semoga suka ya" Reva tersenyum kecil.
Reva menengok ke sana kesini mencari keberadaan Angkasa yang tak kunjung terlihat.
"Tante Angkasa ada?" tanya Reva.
"ada di kamarnya, mau Tante panggilin?" tanya Gea.
"ngga usah Tante Reva mau pulang aja, nanti Angkasa suruh cobain kue nya juga ya" ujar Reva.
"iya makasih ya Reva, kalo mau main ke sini aja"
"iy-"
"mah sepatu hitam di taro di mana?" tiba tiba Angkasa turun dari tangga tak menyadari keberadaan Reva.
"di samping lemari kamar cia, sini dulu sa ada Reva" saut Gea.
Angkasa menghampiri Gea yang berada di ruang tamu bersama Reva yang masih terdiam.
"ngapain?" tanya Angkasa dengan dingin ke arah Reva.
"ini Reva ngasih kue, bikin sendiri loh" Gea menjelaskan sambil menunjukkan kue nya ke arah Angkasa.
"ga usah repot repot ngapain si" ketus Angkasa.
"ga repot ko malah Reva seneng" ucap Reva dengan wajah yang masih tersenyum.
"lain kali Lo gausah repot bikinin, nyusahin diri sendiri tau ga!" Angkasa berkata dengan wajah tak suka.
"ga boleh gitu Angkasa" tegur Gea.
"udah lah mah aku mau ngambil sepatu dulu" tanpa berkata apa apa lagi kepada Reva pria itu langsung pergi menuju kamar Cia, ntah Cia itu siapanya.
"Reva beneran ga ngerasa kerepotan ko Tante, Reva cuman mau ngasih aja sebagai tanda perkenalan" jelas Reva.
"iya Rev maafin Angkasa ya, emang dia mah begitu" ujar Gea.
"iya Tante gapapa udah biasa, Reva mau pulang dulu ya" pamit gadis itu sambil menyalami tangan Gea lalu pergi dari kediaman rumah Angkasa.
Reva kembali ke rumahnya dengan hati sesak, ia berharap Angkasa akan bersikap baik kepadanya, namun ternyata pria itu justru tidak suka dengan keberadaan Reva.
"ga boleh nyerah Reva!" gumam Reva kepada dirinya sendiri meski hatinya sudah terluka berkali kali namun Reva masih ingin bertahan, ntah sampai kapan.
🌻🌻🌻
Malam ini Reva masih sendiri di rumahnya karena seperti biasa Lusi belum pulang dari pekerjaannya, gadis itu pun tak merasa kesepian lagi setelah melihat jika Angkasa tinggal tepat di depan rumahnya, meskipun Angkasa dan Reva tidak bertemu.
Gadis berpiama pink itu terdiam di balkon kamarnya sambil duduk memegang palet cat di tangan kiri dan kuas di tangan kanannya, dengan goresan lihai dari tangannya Reva melukis rumah Angkasa di kanvas berukuran sedang itu. senyumnya terus terukir indah di wajahnya.
saat melihat ke arah balkon rumah Angkasa, Reva melihat Angkasa baru keluar dari balkon sepertinya pria itu juga ingin menikmati angin malam.
"Angkasa!" Panggil Reva sambil dengan suara sedikit keras dan lambaian tangannya agar terlihat oleh pria di sebrangnya.
Namun baru saja Reva menyapa Angkasa sudah masuk kembali ke kamarnya lalu menutup rapat pintunya, membuat senyum Reva luntur.
"sabar Reva sabar" gumam Reva lalu memilih melanjutkan lukisannya lagi.
Tok Tok
"Reva! buka Rev" Suara Lusi menghentikan aktivitas Reva dengan cepat gadis itu menyembunyikan alat Lukis dan kanvasnya di bawah kolong kasur nya, dengan langkah lebar Reva membuka pintu kamarnya dan berdiri Lusi di hadapannya.
"Rev" Lusi memeluk Reva secara tiba tiba pelukan yang sudah lama Reva rindukan.
"ke-kenapa Bun?" tanya Reva.
"Ayah Rev ayah" ujar Lusi sambil terisak di pelukan Reva.
"maksud bunda apa?" tanya Reva tak mengerti dengan ucapan Lusi.
"a-ayah masih hidup" ujar Lusi lalu terjatuh dan pingsan.
"Hah?" Reva panik melihat Lusi pingsan, namun disisi lain Reva juga tidak mengerti apa maksud bundanya.
Dengan susah payah Reva mengangkat tubuh kurus Lusi ke tempat tidur nya lalu mengambil minyak angin dan Air minum yang terletak di meja Reva.
"ada apa ini sebenernya Bun?" gumam Reva kepada Lusi yang masih memejamkan matanya, dengan wajah panik sambil mengoleskan minyak angin itu agar Lusi sadar.
"Yaampun badan bunda panas" Reva memegang dahi Lusi, seluruh tubuhnya tampak panas.
Reva bergegas pergi menuju dapur untuk mengambil kompresan untuk Lusi, sebenarnya masih banyak fikiran fikiran dan pertanyaan yang butuh jawaban di fikiran Reva namun gadis itu kini mencoba fokus agar Lusi cepat sadar.
Saat kembali ke kamarnya Reva melihat Lusi sudah membuka matanya namun tatapannya masih kosong, gadis itu berjalan sambil membawa baskom kecil berisi kompresan air hangat.
"Bun Reva kompres ya" ujar Reva dengan lembut tetapi hanya gelengan yang di berikan oleh Lusi, tatapannya pun masih kosong tidak melihat ke arah Reva sama sekali.
Reva menghela nafas pelan.
"Badan bunda panas loh, atau mau minum obat biar Reva beliin obat ya Bun" ucap Reva, namun tak ada respon dari Lusi ia hanya terbaring dengan tatapan kosong.
"kenapa Bun? cerita sama Reva ada apa?" tanya Reva sambil menahan tangisnya.
Lusi akhirnya menatap ke arah Reva memandangnya dengan tatapan lirih, Reva juga dapat merasakannya jika Lusi sedang tidak baik baik saja.
"R-rev a-ayah masih hidup, b-bunda ketemu ayah di jalan" seketika air mata Lusi tumpah suaranya bergetar, Reva pun seketika membisu ada rasa bingung, marah, sakit semuanya menjadi satu.
"bunda yakin? bunda ga salah lihat kan?" tanya Reva mencoba memastikan.
"maaf Rev bunda ga bisa ngejar ayah, bunda yakin itu ayah, ayah belum meninggal Rev" ucap Lusi dengan lirih sambil menggenggam tangan Reva dengan erat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Di ujung Harapan
Teen FictionRevana Lusiyana seorang gadis cantik yang biasa di sapa Reva gadis yang memiliki sifat ceria, humoris dan cerewet. Reva sangat sulit di luluhkan oleh siapa pun, ia terbilang gadis yang keras kepala dan sulit untuk menerima orang baru di dalam hidup...