"Pi!"
Tangan pak Ardiwilaga yang sudah hendak meraih gagang pintu kamar tersebut terhenti di udara saat putranya tiba-tiba menyela meraih pintu tersebut.
Sadam tersenyum, canggung dan terkesan dipaksakan. "Sadam mm, masuk dulu ya? Udah ini, apa namanya, mules. Udah mules banget perut Sadam."
Pria paruh baya itu mengangkat sebelah alisnya, menatap sangsi pada putranya. "Barusan kayaknya nggak apa-apa kok sekarang tiba-tiba mules?" Tanyanya menatap Sadam penuh tanya.
"Ya orang mulesnya barusan." Kata Sadam segera saja membuka pintu kamar tersebut dan secepat kilat naik ke kamarnya yang ada di lantai dua. Ah tak sabar rasanya ingin segera bermesraan dengan Sherinanya.
"Sayang." Sadam yang awalnya tampak bersemangat saat membuka pintu kamar tersebut seketika terdiam mendapati bahwa bukan Sherina yang dia temukan di kamar mereka.
"Yayyaa." Satria yang sesaat lalu terlihat asyik dengan pinguin kesayangannya di lantai kini tampak merangkak cepat menghampiri sang ayah.
"Udah selesai acaranya, Dam?" Mami yang ikut duduk di lantai bersama cucunya kini tersenyum menatapnya.
"Oh udah, Mi." Pria itu tersenyum canggung kemudian meraih putranya yang sedang asyik memainkan sepatu yang dikenakannya. "Mami kok disini? Sherina mana?"
Belum sampai sang ibu menjawab, pintu kamar mandi sudah terbuka. Menampilkan Sherina yang tengah menggendong Sakha yang tengah telanjang.
"Yayyaa." Sakha tampak senang ketika mendapati bahwa ayahnya sudah kembali. Bayi lucu itu tampak menggerak-gerakkan kakinya seolah sedang menyalurkan rasa senangnya yang berlebihan.
"Loh? Udah balik, Yang?" Sherina tersenyum sementara ia melangkah ke tempat tidur dan meletakkan Sakha disana. "Mi, titip bentar ya? Sher mau ambilin bajunya Sakha dulu."
Bu Ardiwilaga segera saja naik dan menjatuhkan tubuhnya di tempat tidur tersebut saat melihat cucunya yang aktif mulai merangkak cepat, bersiap untuk mengelilingi tempat tidur.
"Sakha kenapa telanjang begitu?" Sadam menghampiri putranya tersebut dan meletakkan Satria di tengah ranjang, di dekat Sakha.
"Tadi pup. Pas aku mau bilas dia nya nggak bisa diem. Jadinya sebaju-baju nya basah semua."
"Kka dasss." Sakha tampak senang seolah sedang menceritakan apa yang baru saja terjadi.
"Persis ayahnya sih kalau itu." Bu Ardiwilaga menimpali. "Dulu pas umurnya baru setahun, Sadam juga pernah basah kuyup. Gara-garanya, ya itu, pas mami tinggal sebentar buat ngambil celana ganti, dia malah main semprotan yang ada di sebelah toilet. Haduuh, rambutnya sampai basah semua! Padahal dia baru saja selesai mandi waktu itu."
"Harus banget yang begitu diceritain, Mi?" Sadam memberengut kesal diantara suara tawa sang istri.
"Terus mami hukum dia nggak?" Sherina yang kini sudah ikut duduk di atas tempat tidur, dengan sigap meraih Sakha dan mendudukkannya di pangkuan, memakaikan baju dan celana pada anaknya tersebut.
"Ya nggak mungkin lah, Sayang. Mami kan sayang banget sama aku." Sadam terlihat bangga seolah dia tidak baru saja merajuk pada maminya.
"Harusnya sih waktu itu mami hukum aja dia. Biar gedenya nggak bikin istrinya sedih sampai kabur ke London."
Sadam menatap terkejut. "Kok kesitu-situ sih, Mi? Kan nggak ada hubungannya?" Katanya tak terima.
"Ya Ada lah." Bu Ardiwilaga tampak tak mau kalah. "Nih ya, kalau dulu mami hukum kamu kalau berbuat salah mungkin kamu bakalan lebih ngerti soal konsekuensi sebuah tindakan. Jadinya pas udah gede tuh kamu bisa mikir berkali-kali kalau mau bertindak. Termasuk cara kamu kamu memperlakukan tukang kembang sundal.."
KAMU SEDANG MEMBACA
FOR YOU 2
FanfictionThe epitome of THEY FELL FIRST AND THEY FELL HARDEST DISCLAIMER : This is a work of fiction. Unless otherwise indicated, all the names, characters, businesses, places, events and incidents in this story are either the product of the author's imagina...