Waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam. Sebagian besar tamu orang tua Sadam bahkan sudah pulang. Tinggal tersisa beberapa orang dari mereka termasuk Aline dan Doni yang kini juga bersiap untuk pamit.
"Sst." Aline tiba-tiba menyenggol pelan bahu Sherina begitu Doni berlalu membawa Abi ke kamar mandi di dalam rumah. "Jadi kapan mau ngasih adek buat si kembar?" Bisiknya jenaka membuat Sherina terkikik geli sambil memukul pelan bahu temannya itu. "Mau gue ajarin lagi nggak caranya biar langsung jadi?"
"Aline, iih." Sherina tampak panik ketika ia menatap sekeliling, takut kalau ada yang mendengar pembicaraan mereka.
"Ah tapi nggak deh. Kalian lebih pro sih kayaknya kalau sekarang. Buktinya sekali jadi langsung dua." Kata Aline membuat mereka berdua tertawa geli.
"Sayang." Doni tersenyum menyapa istrinya.
"Loh, Abi mana?" Sherina menatap Doni mencari keberadaan bocah empat tahun yang tadi bersama ayahnya itu.
"Di mobil." Kata Doni menenangkan. Pria itu lantas kembali menatap istrinya. "Yuk. Kasian itu anak kamu udah ngantuk banget. Kita pamit dulu sama pak Ardiwilaga." Katanya merujuk pada tuan rumah yang tampak bercengkrama dengan beberapa orang.
"Yuk, gue temenin." Kata Sherina. Ia lantas berbisik. "Mumpung temen-temen sosialitanya udah pada pamit juga tuh."
Doni menatap geli pada istri temannya itu. "Anti banget kayaknya sama genk nya mertua." Candanya mengikuti Sherina.
"Bukannya gitu, Don. Cuma lagi males basa-basi aja." Kata Sherina disusul tawa ringan ketiganya. "Mi." Perempuan itu menyapa mertuanya ketika mereka akhirnya ada di dekat mami papinya Sadam. "Doni sama Aline mau pamit."
"Loh? Nggak mau nginep aja ini?" Bu Ardiwilaga menanggapi telihat kecewa.
"Nggak usah, Tante. Nanti malah ngerepotin." Doni tersenyum ramah.
"Halah, kayak dulu waktu kuliah nggak sering nginep sini aja kamu tuh, Don." Pak Ardiwilaga menimpali.
"Ya kan dulu bisa sekamar sama Sadam, Om. Kalau sekarang nggak muat kalau sekamar berempat sama para ibu negara."
"Mas."Aline berbisik sungkan sambil menyenggol lengan suaminya itu. "Ngomongnya nggak sopan ih."
"Aline, makasih ya udah mau jauh-jauh dari Jakarta." Bu Ardiwilaga memeluk Aline. "Kapan-kapan kalau pas Doni libur ajak Abi main kesini. Si kembar kalau ayahnya libur juga pasti disini loh. Biar makin meriah."
Aline mengangguk sembari tersenyum. "Iya, Tante. Nanti kapan-kapan Doni sama Aline main kesini lagi."
"Hati-hati di jalan, ya." Kata Maminya Sadam. "Don, jangan ngebut."
"Eh, bentar gue panggilin Sadam dulu." Sherina menyela.
"Sher, nggak usah." Kata Doni sebelum Sherina berlalu. "Tadi gue udah sekalian pamit pas numpang ke kamar mandi."
"Tapi kan.."
"Sher, udah nggak apa-apa. Kasian si Sadam seharian mode siaga terus jagain anak-anaknya." Canda Aline. "Salamin aja ke dia."
Sherina tersenyum sambil mengangguk. "Kabarin kalau udah sampai hotel, ya?" Katanya memeluk Aline.
Tapi saat hendak memeluk Doni, pria itu menahannya. "Ini pak boss beneran nggak apa-apa nih istrinya gue peluk-peluk? Nanti kalau dia ngambek kan bahaya. Bisa-bisa nggak gajian gue." Candanya membuat istrinya dan Sherina memukul lengannya pelan sementara orang tua Sadam terbahak mendengarnya.
Begitu Aline dan Doni pergi, beberapa tamu yang tersisa pun satu persatu berpamitan. Membuat tuan rumah diam-diam bernafas lega karena akhirnya hari yang panjang ini berakhir.
![](https://img.wattpad.com/cover/363652879-288-k734382.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
FOR YOU 2
FanfictionThe epitome of THEY FELL FIRST AND THEY FELL HARDEST DISCLAIMER : This is a work of fiction. Unless otherwise indicated, all the names, characters, businesses, places, events and incidents in this story are either the product of the author's imagina...