--FADLY POV--
Kenapa akhir-akhir ini aku selalu kepikiran sama Chiko? Kenapa hatiku juga tidak tenang? Apa chiko baik-baik saja setelah kejadian waktu itu? Kenapa dia tidak pernah datang lagi kebukit? Ya, akhir-akhir ini entah mengapa aku selalu pergi ke bukit dan berharap Chiko ada disana. Tapi tetep saja nihil. Sekarang aku malah bingung sendiri dengan keadaanku yang seperti ini. Benarkah selama ini aku sangat membenci Chiko? Apa benar Fa'i itu sudah mati? Heh, menyedihkan sekali. Aku menertawakan diriku sendiri.
Kulihat Rama kelihatan terburu-buru ketika pulang sekolah? Ada apa dengannya? Sudah empat hari ini kuamati dia selalu terburu-buru jika pulang sekolah. Hal itu membuatku jadi penasaran. Lantas segera kuputuskan untuk mengikutinya diam-diam. Dia terus berjalan dengan langkah cepat. Dan aku tetap mengikutinya di belakang. Dia berhenti di halte. Aku pun juga berhenti bersembunyi di balik pohon. Tak lama kemudian dia naik angkot yang berhenti di halte itu. Aku pun segera menyetop taksi dan menyuruh sopir taksi itu untuk mengikuti angkot yang ada di depan. Angkot yang Rama tumpangi berhenti di depan rumah sakit.
"Stop pak!" kataku
Aku memberikan uang pada sopir taksi dan segera turun. Kenapa Rama pergi ke Rumah Sakit? Siapa yang sakit? Kulihat Rama memasuki rumah sakit itu. Akupun mengikutinya diam-diam di belakang sampai Rama masuk di sebuah ruangan. Ruangan siapa ini? Sebenarnya siapa yang sakit? Pertanyaan itu kembali muncul di benakku. Kulangkahkan kakiku pelan mendekati ruangan itu untuk mendapatkan jawaban atas rasa penasaranku. Kuintip lewat kaca yang ada di pintu itu.
Deg!!
Jantungku seakan berhenti berdetak, mataku sukses melotot sempurna, melihat apa yang tengah kulihat di dalam ruangan itu.
"Chiko!" bisikku pelan,heran dan kaget bersamaan.
Kudapati Chiko yang terbaring lemas diatas ranjang. Muka putihnya begitu pucat. Ada selang dan kabel dimana-mana. Kulihat Rama berdiri di samping ranjang Chiko. Dan disebelahnya ada seorang wanita paruh baya yang ku ketahui adalah tante Yuni, mamanya Chiko. Apakah ini gara-gara perbuatanku waktu itu. Aku menyunggingkan senyumku melihat Chiko terbaring lemah tak berdaya. Namun mengapa rasanya hatiku ini tidak sepakat dengan bibirku.
"Kamu temannya Chiko ya? Kenapa gak langsung masuk" sebuah suara mengagetkanku.
Suara itu? Suara yang sudah sangat kukenal. Suara dari orang yang amat kubenci. Suara dari orang yang telah membuat ayahku meninggal dan membuat keluargaku menderita. Suara Om Handoko, papanya Chiko. Rahangku seketika menggeram keras, kedua tanganku mengepal erat, mataku mendelik penuh amarah. Kebencian itu kembali menguasaiku. Menyelimuti seluruh hati dan juga pikiranku. Saking besarnya rasa benci yang meluap seakan membakar seluruh jiwaku. Merambat sampai ke otak dan pikiranku. Aku balik badan dan menatapnya dingin penuh kebencian. Sorot mata kebencian seorang anak.
"Kamu?" katanya terkejut setelah melihat wajahku.
"Kamu Fadly kan. Anaknya Wiyoko." katanya masih sedikit terkejut.
"Jangan pernah sebut nama papa saya dengan mulut kotor anda itu!" kataku tajam penuh amarah sambil mengacungkan telunjukku kearahnya.
"Apa maksud kamu?" tanyanya bingung.
"Heh, jangan pura-pura lupa. Siapa yang sudah membuat papa saya meninggal dan keluarga saya menderita?" bentakku padanya.
Dia hanya diam tak menjawab.
"Kamu, kamu orangnya yang sudah membuat saya kehilangan papa!" bentakku lagi padanya.
"Ma..maafin om, Fadly." katanya. Raut mukanya menyiratkan kalau dia amat menyesal.
"Apa kamu pikir dengan kata maaf bisa bikin papa saya kembali, heh!" kataku padanya. Tak kuhiraukan tatapan dan pandangan orang-orang yang mengarah ke kami.

KAMU SEDANG MEMBACA
GAME
Teen FictionMemiliki paras yang cantik, mata yang bulat indah, bibir ranum merah bagai buah cherry, serta tubuh yang putih mulus adalah impian semua wanita di dunia ini. Tapi tidak untuk aku, aku yang terlahir sebagai seorang laki-laki yang dikaruniai semua hal...