Game : Over

69K 3.5K 880
                                    

--FADLY POV--

Aku bersimpuh di dekat gundukan tanah yang kini sudah di tumbuhi rumput-rumput liar itu. Tempat dimana ayahku tidur selama-lamanya. Tidur dengan penuh kedamaian. Tanpa ada suara-suara berisik yang mengganggu tidurnya. Nyenyak, nyenyak sekali. Daun-daun kering juga nampak bertebaran di sampingnya. Seskali menari terbawa angina yang tengah berpetualang. Bau bunga kembang segarpun menyeruak setelah tadi kutaburkan di atas rumah terakhirnya. Langit mendungpun tampak suram di sore ini. Seolah mereka menyelimuti hatiku yang sedang mendung nan kelam. Kurasakan ada setetes air yang jatuh di punggung tanganku. Tetes demi tetes. Apakah awan mendung itu akan segera mencurahkan air hujan?. Bukan! Itu bukan air hujan, melainkan air mataku yang jatuh.

Air mata yang selama ini selalu kutahan. Air mata yang selama ini selalu terbendung dalam benteng kokoh yang dinamakan kebencian. Namun sekarang mataku sudah tidak kuat lagi menampung air mata ini. Kini benteng-benteng kokoh itu tak mampu lagi membendung derasnya air mata ini. Sehingga air mata ini tumpah meluapkan emosi dan juga beban yang selama ini kutahan. Ku tahan meski batin ini selalu memberontak. Ku tahan meski hati ini selalu menjerit. Ku tahan meski tembik ini mulai rapuh. Namun sekarang aku sudah tidak sanggup lagi rasanya menahan semuai beban ini. Aku sudah tidak kuat lagi. Jiwa ini sudah rapuh, raga ini sudah remuk. Payah dan menyedihkan!! Itulah kata yang cocok untuk menggambarkan diriku sekarang. Ya, aku memang payah, pengecut, menyedihkan. Heh, payah....!!!!!!!!!!!!!!

Kubaringkan kepalaku di makam ayahku sehingga pipiku menyentuh tanah yang berumput itu bersamaan air mataki yang terus mengalir. Seolah-olah kepalaku tengah berada di pangkuan ayahku. Di pangkuan yang sudah lama tak kurasakan lagi. Di pangkuan yang selalu ku rindukan. Di pankuan yang menjadi sandaranku saat dulu aku sedang sedih, menangis karena berantem dengan teman-temanku. Saat malam menjelang tidurku. Aku rindu belaian itu, aku rindu.

"Aku kangen papa." bisikku pelan yang entah didengarnya atau tidak, air mataku ini terus saja mengalir membasahi tanah yang menjadi sandaranku ini.

"Apa papa denger? Aku kangen banget sama papa." lirihku pelan.

"Apa papa benci sama aku yang cengeng ini? Apa papa benci sama Fadly? apa papa benci sama aku? Jawab pa, jangan diem aja...!!!!" aku terus bermonolog sambil meremas tanah yang basah oleh air mataku itu.

"Aku emang anak yang gak berguna pa, gak berguna sama sekali." Isakku pelan,

Semilir angin sore tidak mampu membawa kesedihan ini terbang. Mereka hanya berhembus dan berlalu. Bahkan untuk sekedar menyapapun tak mau apalagi membawa kesedihan ini pergi dariku. Burung-burungpun tampak bernyanyi menertawakanku yang payah dan pengecut ini.

"Aku gak tau pa. Apa aku masih bisa nepatin janjiku sama papa. Rasanya aku udah gak sanggup lagi melihatnya menderita pa. Terlebih itu semua karena aku. Aku udah gak kuat pa. Aku gak sanggup nerusinnya. Aku emang anak yang mengecewakan." kataku sedikit terkekeh menertawakan diriku sendiri

"Kenapa papa diem aja? Apa papa marah sama aku? Maafin aku pa, maafin aku...!!" aku masih terisak dipangkuannya. Air mata ini terus saja mengalir tanpa bisa di bendung

Tiba-tiba saja kurasakan seseorang mengelus rambutku.elusannya begitu nyata dan membuat hatiku damai. Begitu juga dengan tempatku membaringkan kepalaku. Rasanya begitu hangat dan nyaman. Perasaan hangat yang sudah lama kurindukan. Perasaan hangat yang sudah lama tak kudapatkan dari seorang ayah. Kudongakkan kepalaku keatas. Memastikan ini kenyataan atau khayalanku saja. Aku menatap sendu pada sosok yang kini tengah membelaiku. Aku menatapnya dalam. Tatapan yang suda lama aku rindukan.

"Papa?" dia tersenyum padaku

Segera ku menelusupkan kembali kepala erat di pangkuannya. Mata ini terus saja mengeluarkan air mata. Ku terisak dipangkuannya. Meluapkan semua beban dan emosi yang selama ini membelenggu hatiku. Kurasakan ayahku kembali mengelus rambutku dengan hangat.

GAMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang