--CHIKO ARIA POV--
Aku hempaskan tubuhku di atas kasur, Rasanya senang sekali. Hari ini, aku dan dia duduk berdekatan dalam satu mobil, dekat sekali. Orang yang biasanya hanya aku pandangi tadi bicara denganku, ya meskipun suasananya kaku tapi itu sukses membuatku bahagia setengah mati. Tatapan matanya yang seperti elang selalu membuatku berdebar-debar, bibir tebalnya yang padat dan kelihatan seksi. Aku tersenyum sendiri membayangkan itu. Namun tiba-tiba kepalaku jadi terasa berat, rasanya sakit sekali seolah tidak rela melihatku bahagia, kupegang kepalaku dengan kedua telapak tanganku, kuremas dan sedikit kujambaki rambutku. Berharap sakit itu akan hilang. Namun tidak, sakit itu datang lagi, menjalar kesemua saraf yang ada di otakku. Rasanya seperti tertusuk ribuan jarum, seperti terlindas kereta. Mataku mendelik, gigiku kurekatkan kuat-kuat menahan sakit, badan ini gemetar, sakit yang luar biasa. Ku mencoba berdiri, namun hilang keseimbangan hingga aku jatuh tersungkur disamping tempat tidur. Tangan ini berusaha menggapai sesuatu yang ada di laci meja, ku cari dan terus kucari akhirnya ketemu juga yang kucari. Sebuah tabung kecil putih transparan yang berisi butiran butiran obat. Butiran itu dalam sekejap sudah berpidah masuk kedalam lambungku. Perlahan rasa sakit itu sedikit berkurang. Huft, ku mengatur nafas perlahan, tarik keluarkan, tarik keluarkan, kulakukan itu berkali-kali hingga nafas ini teratur kembali. Ku sandarkan punggungku pada tepian tempat tidur.
"Sebentar lagi."
***
--RAMA POV--
"Apa? Lima juta? Darimana kita dapetin uang sebanyak itu dalam seminggu bu?" aku terkejut mendengarkan penjelasan ibu. Ibu hanya menangis sesenggukan.
"Kenapa ibu gak bilang sama Rama kalau ayah punya hutang sebanyak itu?"
"Ibu cuma gak mau kamu terbebani nak, ibu pengen kamu fokus sama sekolahmu." kata ibu pelan
"Tapi bu....!!"
Aku sudah tidak sanggup melanjutkan kata-kataku, lantas ku peluk ibuku. Aura kesedihan menyelimuti kami berdua.
***
--CHIKO ARIA POV--
Hari ini aku kembali duduk berdampingan dengan Rama di dalam mobilku. Sudah beberapa hari ini Rama sering bareng sama aku saat pulang ataupun berangkat sekolah. Setiap berangkat maupun pulang sekolah aku selalu melihat Rama berdiri sendirian di halte bis seolah dia menunggu seseorang, atau jangan-jangan dia memang menungguku. Ah ge-er banget aku, terlalu kepedean. Kalau memang benar dia menungguku betapa senangnya aku. Aku pasti akan loncat kegirangan, goyang gergaji ala DP, tidaaak..!!, ntar aku kena cekal lagi, hehe..
"Boleh aku main kerumah kamu?"
Deg!!
Kalimat itu sukses membuatku terkejut, membuyarkan pikiranku yang entah kemana tadi. Aku diam seperti patung, mata ku melotot menatapnya seolah aku tak percaya dengan apa yang kudengar tadi.
"Oh, nggak boleh ya?" katanya lagi ketika melihat ekspresi wajahku.
"Bu...bukan begitu." kataku sontak.
"Terus?"
"Boleh kok kamu main kerumahku." kataku setelah bisa menghandle rasa terkejutku.
Beberapa hari ini kita memang dekat, bahkan di kelaspun kita juga sering ngobrol walaupun cuma sebatas pelajaran. Tapi menurutku itu sudah cukup. Dan sekarang dia ingin kerumahku, bukankah itu sebuah anugerah buatku.
***
--FADLY POV--
Kuperhatikan beberapa hari ini dia sudah menjalankan aksinya. Tak ku sangka dia akan menerima kesepakatan itu. Permainan sudah dimulai. Hahaha, senyum licik tersungging di bibirku.
KAMU SEDANG MEMBACA
GAME
Teen FictionMemiliki paras yang cantik, mata yang bulat indah, bibir ranum merah bagai buah cherry, serta tubuh yang putih mulus adalah impian semua wanita di dunia ini. Tapi tidak untuk aku, aku yang terlahir sebagai seorang laki-laki yang dikaruniai semua hal...