Suara dering alarm yang sangat keras membuat Rasha terbangun dari tidur manisnya di hari Sabtu pagi ini. Rasha mencoba membuka matanya agar bisa melihat cahaya matahari yang sudah sangat terik terpancar dari sela - sela jendela kamarnya.
Seperti semua orang kebanyakan, hal pertama yang dilakukan ketika baru terbangun dari tidur adalah memeriksa pemberitahuan di ponsel. Dengan malas, Rasha menjangkau ponsel di nakas sampingnya. Ketika melihat pemberitahuan, seperti di hari - hari biasanya, hanya muncul pemberitahuan dari wattpad, salah satu aplikasi online yang sangat digemarinya.
Namun, saat Rasha hendak menaruh kembali ponselnya, ada satu pesan masuk yang membuat nya cukup tercengang.
keenan: morning, rasha:)
Jangan tanyakan mengapa Rasha menyimpan nomer ponsel Keenan, itu semua karena Owen yang memerintahkannya. Siapa yang berani menentang perintah sang pemilik sekolah?
Mulai dari hari dimana pertama kalinya Rasha mendapat senyum dari Keenan, hari demi hari berlalu dengan bayang - bayang Keenan yang selalu mengganggunya. Rasha tetap sama seperti sebelumnya, sangat malas untuk meladeni Keenan dengan sejuta keanehannya yang sangat membuat dirinya selalu jengkel.
Baru saja Rasha ingin bangkit dari tempat tidurnya untuk melangkah ke kamar mandi, ponsel Rasha berdering memperdengarkan suara dari laki - laki mengenakan skinny jeans yang sedang naik daun saat ini.
Antara bingung ingin mengangkat atau tidak, akhirnya dengan satu hembusan nafas, Rasha mengangkatnya.
"Hai." terdengar suara yang terdengar ikhlas, mungkin?
"Apaan pagi - pagi udah ganggu?" tanya Rasha jutek. Seperti Keenan kala itu.
Orang menyebalkan itu justru tertawa. "Oh lo lupa hari ini hari dimana lo harus kerja ngajarin gue?"
Rasha melihat tanggal yang tertera di layar ponselnya dan mengeluh di dalam hati kenapa hari ini harus hari Sabtu. "Oke nanti gue kesana."
Keenan berdecak kesal dari sebrang sana. "Nanti? Sekarang. Di Kafe Bala Bala."
"Tapi gue baru bangun. Belom sarapan, belom berkicau di twitter, bahkan belom nulis satu kalimat pun di blog." jelas Rasha yang bahkan sangat tidak penting untuk Keenan.
"Gue gak peduli. Dateng atau lo pindah kelas."
Sambungan telfon terputus sepihak dari sebrang sana. Mau tidak mau, Rasha harus memperjuangkan bagaimana reputasi nya nanti bila menolak permintaan Keenan. Ia tidak mau jika akan diperbincangkan guru - guru bila Owen mengatakan hal yang tidak baik tentang dirinya.
Keenan, cowo ngeselin yang sekarang bener bener ngeganggu hidup gue, teriak Rasha dalam hati.
~.~.~.~.~
Keenan duduk di tengah kafe, sendirian. Baru pertama kalinya ia melakukan hal ini. Hal yang sangat tidak disukainya. Kalo bukan karena rencana, Keenan sangat malas banget melakukan semua ini.
Lonceng di atas pintu berdentang tanda ada seseorang yang masuk ke dalam kafe. Keenan melirik dengan ekor matanya, seorang perempuan dengan rambut di kuncir kuda datang tergesa gesa. Setelah mengedarkan pandangan ke seluruh sudut, akhirnya Rasha menemukan Keenan yang sedang duduk memunggungi nya. Rasha berjalan perlahan—yang lebih terlihat karena malas—menghampiri Keenan dengan segelas susu vanilla nya.
"Lo telat."
Gerakan Rasha yang baru saja ingin duduk di hadapan Keenan terhenti karena suara datar nya itu. Hati Rasha membatin, kadang ini orang baek banget sama gue, tapi kadang balik lagi ke dingin. Oh tunggu, kenapa gue mempersalahkan dia?
Rasha akhirnya—mau tidak mau—menduduki kursi nya dan menaruh tas kecil di atas meja. "Ini udah secepet yang gue bisa."
Keenan mendongak untuk menatap Rasha, dan dengan ramahnya, ia tersenyum. "Yaudah mulai belajarnya."
Dengan mulut yang dimanyunkan, Rasha menggerutu pelan dan mengeluarkan buku sejarah yang super duper amat tebal dari dalam tasnya.
Saat ini, Rasha berasumsi untuk melanjutkan mengajari Keenan materi selanjutnya. Dan sekarang adalah pertemuan keenamnya dalam rangka les sejarah. Halaman demi halaman dibukanya, diperjelaskan secara rinci satu persatu. Rasha sangat terlihat seperti guru les privat. Sangat serius.
Menyadari sedari tadi Keenan hanya diam tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, Rasha mendongak. Dan detak jantung Rasha mendadak berdetak lebih cepat saat menemukan Keenan yang tengah memperhatikannya.
Beberapa detik, Rasha terdiam. Sampai akhirnya ia mengerjap. "Lo dari tadi ngapain aja?"
Keenan tersenyum simpul. "Lo kalo lagi serius lucu ya."
Benar dengan prediksi yang sudah Keenan pikirkan, pipi Rasha langsung merona kembali. Perempuan ini berlagak ingin mengganggu nya, sedangkan tanpa sadar dirinya sudah masuk perlahan – lahan ke dalam jebakan yang sudah dibuat dirinya sendiri.
"Gak usah malu gitu kali." ledek Keenan sambil menutup buku dihadapannya.
Baru saja sepuluh menit belajar, Keenan sudah dengan seenaknya menutup modul sejarah milik Rasha. Sorot mata Rasha bisa diartikan meminta penjelasan kepada Keenan.
"Belajar udah selesai. Mending ngobrol aja." ujar Keenan sambil terkekeh pelan. Tanpa menunggu jawaban, Keenan berdeham pelan mencoba untuk membuka pembicaraan. "Lo harus jawab alasan dari pernyataan gue." terang Keenan dengan wajah yang kini kembali serius.
Tidak bisa dibohongi, Rasha sedikit takut karena ia sendiri pun tahu apa yang akan ditanyakan Keenan kepala dirinya. Tetapi ia tetap terdiam, menunggu Keenan melanjutkan perkataan nya. Seolah tidak tahu apa – apa.
"Pertama, kenapa lo ngebuat akun ask.fm palsu gue?" tanya Keenan dengan lirikan sinisnya.
Rasha lumayan kaget karena Keenan benar mengetahui itu. Lalu ia menghela nafas. "Lo cowo yang ditaksir cewe satu sekolah, kecuali gue. Semua di diri lo hampir sempurna, kalo aja lo ramah. Karena gue terobsesi sama cowo - cowo fiksi, jadinya gue mau bikin lo ya, sempurna."
Jawaban Rasha terasa sangat janggal untuk dicerna otak Keenan. Entah karena telalu tidak masuk akal atau memang Keenan tidak mengerti perempuan. Selanjutnya, Keenan tidak melepas tatapan lekat nya. "Kedua, kenapa lo secara terang - terangan bikin forum pemberontak gue?"
Tidak tahu mengapa, kali ini Rasha tertawa begitu saja. "Ya karena, gue gak suka sama perlakuan semaunya lo. Dan itu juga jawaban gue atas pernyataan ketiga lo."
Tawa pelan Keenan yang bertujuan mencela Rasha terlepas. Karena sudah sangat tidak tahan dengan perlakuan Keenan, Rasha memasukan barang - barang nya dan berdiri, siap bergegas untuk pergi. Tapi sebelum itu terjadi, Keenan memegang pergelangan tangan Rasha dan tersenyum. "Gue mau ngomong lagi."
Rasha melepasnya dengan kasar. "Gue gak ada waktu ngeladenin orang kayak lo."
"Oh mungkin, lo mau pindah kelas?" ancam Keenan lagi dan lagi. Selalu mengancam memindahkan kelas Rasha di kelas yang berisi anak – anak malas, tipe yang sangat dibenci Rasha.
Langkah kaki Rasha tiba - tiba langsung berhenti ketika Keenan mengucapkan kalimat ancaman itu. Mau tidak mau, Rasha melangkahkan kakinya mundur perlahan hingga berhenti di samping Keenan.
"Oke, apa yang lo mau, Keenan?" tanya Rasha menantang.
"Lo harus secara terang - terangan bilang ke anak satu sekolah kalo lo suka sama gue." ujar Keenan dengan nada bicara yang bersahabat.
Kini, Rasha terkekeh pelan. "Lo terlalu banyak berharap untuk itu!"
Tanpa ditunggu lagi, Rasha berjalan cepat menuju pintu keluar kafe dengan langkah kaki yang dihentakan keras. Sementara Keenan, membalikan tubuhnya untuk melihat kepergian Rasha.
"Tapi jangan salahin waktu kalo itu akan beneran terjadi!" teriak Keenan kencang membuat beberapa orang melihat nya.
Dan karena ucapan Keenan itu, Rasha mulai membuat dinding penghalang yang makin tebal antara diri nya dan Keenan. Harusnya Rasha berfikir, dia lebih baik hanya bilang suka dengan Keenan, daripada nantinya harus bilang mencintai Keenan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Helter Skelter
Teen Fiction(SUDAH DITERBITKAN OLEH PENERBIT BINTANG MEDIA DAN TELAH TERSEDIA DI TOKO BUKU) Sudah bukan hal yang perlu diragukan lagi jika seantero SMA Pancasila mengenal seorang Keenan Samudra yang merupakan cucu semata wayang dari sang pemilik sekolah. Mempun...