Bab 38 - Di Kegelapan Malam

90 55 82
                                    

UTAMAKAN VOTE SEBELUM MEMBACA!

TYPO BERTEBARAN

HAPPY READING

•••

Ali membuka pintu rumah dengan tergesa-gesa, napasnya sedikit memburu. Matanya langsung tertuju pada Zehra, yang duduk di sofa ruang tamu dengan punggung sedikit membungkuk. Tangannya terlipat di pangkuannya, matanya sembab, dan wajahnya terlihat penuh emosi yang tertahan.

"Zehra," panggil Ali dengan nada rendah, khawatir.

Zehra tidak langsung menoleh. Ia hanya menarik napas panjang.

"Syaikh Ali, aku tidak butuh kau di sini hanya untuk melihat aku marah." sahut Zehra tanpa menoleh ke arahnya.

Ali segera melangkah mendekat, berdiri di hadapannya. "Apa yang terjadi? Aslam bilang ada sesuatu yang tidak enak tentang Bibi Hanna." ucapnya sedikit bingung dan serius.

Zehra mendongak perlahan, menatap Ali dengan mata yang masih memerah.

"Dia datang ke sini. Bibi Hanna... dia mengatakan hal-hal yang menyakitkan tentang aku dan anak ini." Zehra meletakkan satu tangan di perutnya, suaranya mulai bergetar.

"Aku sudah mencoba diam, Syaikh Ali, tapi dia terus saja menghina. Dia memperlakukan aku seolah aku ini tidak pantas menjadi bagian dari keluarga ini."

Ali mengepalkan tangannya, rahangnya mengeras. Wajahnya berubah tajam, sorot matanya memancarkan kemarahan.

"Ini sudah keterlaluan. Aku tidak akan membiarkan dia terus memperlakukanmu seperti ini." geramnya.

Tanpa berpikir panjang, Ali berbalik dan mulai melangkah ke pintu. Namun, Zehra dengan cepat bangkit dari sofa, meraih lengannya.

"Syaikh Ali, jangan," katanya, suaranya lembut tapi penuh permohonan.

Ali berhenti, menoleh ke arahnya. "Dia sudah melewati batas, Zehra. Aku tidak bisa diam saja."

Zehra menggeleng, memegang lengan Ali lebih erat. "Aku tahu kau marah, tapi aku tidak ingin ini menjadi masalah besar, apalagi memicu pertikaian antar keluarga." ucapnya pelan. Pandangannya terus menghindar, tak berani menatap langsung ke mata Ali.

"Bibi Hanna sudah tua, Syaikh Ali. Aku tidak ingin kau membuat semuanya semakin rumit." lanjutnya seraya menghela napas panjang yang terdengar berat.

Ali memandang Zehra dengan tatapan bingung. Ia ingin membela istrinya, tapi ia juga memahami kekhawatirannya.

"Baiklah," katanya setelah hening beberapa saat. Namun, suaranya masih menyiratkan kemarahan yang tertahan.

"Kali ini, aku akan menahan diri karena kau memintanya." lanjut Ali.

Zehra melepaskan lengannya perlahan, mengangguk kecil, meskipun matanya masih memancarkan ketegangan.

•••

Hanna berdiri di balkon rumah, memandang senja yang merona di langit dan suasana asrama yang mulai sepi. Namun, pikirannya terus berputar, tak bisa lepas dari ucapan Zehra tadi.

"Berani sekali dia berkata seperti itu padaku. Dia pikir dia siapa?" gumamnya dengan nada kesal, kedua tangannya mengepal di sisi tubuhnya.

Ia menghela napas panjang, tapi amarahnya belum surut. "Sumayya saja sudah membuatku muak, sekarang ditambah lagi dengan Zehra!"

Siyah Güller Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang