Di dalam dinding Asrama Istanbul-Turki, ada suka dan duka yang mereka lalui bersama-sama
"Pernikahan ini tidak di dasari oleh
rasa cinta. Maaf, jika sebelumnya
aku mengecewakanmu."
Seiring berjalannya waktu, melalui tragedi dan konflik yang menega...
"Kenapa?! Kau tidak merasakan kejanggalan ini, Vahit-Bey?!" suara Ismaeil menggelegar, memenuhi halaman.
Teriakannya mengundang rasa penasaran para penghuni asrama. Beberapa di antara mereka mulai berdatangan.
Ismaeil menatap tajam staf administrasi itu, lalu mengalihkan pandangannya ke Aslam.
"Apa Ali tidak membaca laporan bulanan?"
Aslam menunduk dalam. "T-tidak, Syaikh..."
Ismaeil semakin kesal. Rahangnya mengatup kuat, tangannya mengepal. "Kenapa?! Kenapa dia tidak membacanya?! Kau tidak memberikan laporan itu pada Ali?!"
Aslam menggeleng pelan, kepalanya tertunduk.
Dengan napas tersengal, Ismaeil mengusap wajahnya gusar. "La haula wa la quwwata illa billah..."
Tatapannya kembali menajam pada Aslam. "Kau asisten tidak berguna, Aslam!"
"Paman!"
Suara berat itu membuat semua orang sontak menoleh.
Ismaeil menoleh. "Ali..."
Ali melangkah mendekat dengan ekspresi dingin dan sorot mata tajam. "Kenapa kau membentak Aslam seperti itu, Paman?"
"Ada kejanggalan dalam laporan bulanan," jawab Ismaeil tegas.
Ali mengernyit, menatap Aslam yang masih menunduk. "Benarkah? Aku tidak tahu, beberapa hari ini aku sibuk."
Ismaeil mengembuskan napas berat. "Ali, ada pengkhianat di asrama..." ucapnya, melirik tajam ke arah Vahit.
Vahit langsung menunduk, tubuhnya sedikit gemetar.
Ali mengikuti arah tatapan pamannya, lalu kembali menatapnya. "Paman, jangan langsung menghakimi seperti itu."
Ismaeil mendengus. "Ali, lihat saja dia!" Ismaeil menunjuk Vahit. "Dia menunduk, tangannya gemetar! Itu artinya dia takut dan menyembunyikan sesuatu. Jika dia terus diam begini, bagaimana masalah ini bisa cepat selesai?!"
Ali terdiam sejenak. Napasnya tenang, tapi matanya semakin dingin.
"Pengeluaran asrama bulan ini tidak seperti biasanya," lanjut Ismaeil. "Ada kejanggalan. Seseorang telah melakukan korupsi..."
Ali mengatup rahang. Tatapannya berubah tajam.
"Dan dia menolak memberi penjelasan." ucap Ismaeil seraya menunjuk Vahit.
Ali menatap Ismaeil sesaat, lalu melirik Vahit yang kini tertunduk dengan tubuh gemetar. "Kalau begitu, biar aku yang mengurusnya, Paman."
Tanpa peringatan, Ali melangkah cepat dan meraih kerah mantel Vahit dengan kasar. Seketika, tubuh Vahit terdorong kuat hingga membentur dinding.
"Ali, apa yang akan kau lakukan!" seru Ismaeil panik.
"Dia harus di beri sedikit pelajaran, Paman." sahut Ali seraya mencengkram kuat kerah Vahit.
"S-Syaikh Ali...!" suara Vahit bergetar, kedua tangannya mencengkeram lengan Ali, mencoba melepaskan diri.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.