UTAMAKAN VOTE SEBELUM MEMBACA!
TYPO BERTEBARAN
HAPPY READING
•••
Zehra sampai di rumah dengan langkah berat. Ia membuka pintu perlahan, mencoba mengatur napasnya yang masih terasa sesak.
Di ruang tengah, Ali sedang duduk membaca Al-Qur'an. Suaranya yang lembut memenuhi ruangan, menciptakan suasana yang tenang. Saat mendengar pintu terbuka, Ali menghentikan bacaannya dan menoleh ke arah Zehra.
"Zehra, kau sudah pulang?" tanyanya, sambil menutup mushaf yang ada di tangannya.
Zehra hanya mengangguk pelan, berusaha tersenyum meski jelas terlihat lelah.
"Bagaimana tadi? Ayyoub menerima makanannya?" tanya Ali hati-hati.
Zehra menghela napas, matanya berusaha menghindar dari tatapan Ali. "Iya, dia... dia menerimanya," jawabnya singkat, mencoba menyembunyikan kekecewaannya.
Ali memperhatikan wajah Zehra dengan saksama. Matanya terlihat sedikit bengkak, seperti habis menangis.
"Kau kenapa?" tanya Ali lagi, suaranya penuh perhatian.
Zehra terdiam sejenak, mencoba menahan emosi yang kembali muncul.
"Aku tidak apa-apa, Syaikh Ali," jawabnya sambil tersenyum tipis, namun jelas senyuman itu tidak meyakinkan.
Ali meletakkan mushafnya di meja, lalu berdiri dan mendekat ke arah Zehra.
"Zehra, kalau ada yang membuatmu sedih, kau bisa menceritakannya padaku. Aku di sini untukmu," ujarnya dengan nada lembut.
Zehra menunduk, air mata yang sejak tadi ia tahan mulai menggenang lagi di pelupuk matanya.
"Ayyoub, dia melempar rantangnya ke tanah." ucapnya pelan, suaranya bergetar.
"Dia... dia bilang aku orang jahat. Dia tidak akan pernah menganggapku sebagai saudaranya," ucapnya pelan, suaranya bergetar.
Ali tertegun, tak menyangka Ayyoub akan berkata sekeras itu pada Zehra.
"Ayyoub hanya anak kecil, Zehra. Dia belum mengerti. Jangan terlalu dimasukkan ke hati, 'ya," kata Ali, mencoba menghibur.
"Dia mengatakan itu padaku, Syaikh Ali. Kata-katanya menyakiti hatiku..."
"...aku hanya ingin dia tahu kalau aku menyayanginya, meskipun kami hanya saudara tiri," balas Zehra dengan suara lirih.
Ali mengangguk kecil, ia paham dengan maksud Zehra kepada Ayyoub.
Ali melihat air mata Zehra yang mulai mengalir, dan tanpa berpikir panjang, ia menyentuh pergelangan tangan Zehra dengan lembut. Zehra terkejut, menatap Ali yang kini memegang tangannya dengan kedua tangannya.
"Zehra," panggil Ali dengan suara rendah.
"Dengarkan aku. Kau tidak jahat. Kau adalah orang yang paling tulus yang aku kenal. Apa pun yang Ayyoub katakan, itu tidak mendefinisikan siapa kau sebenarnya."
Zehra terdiam, merasakan hangatnya genggaman Ali. Ada ketenangan yang perlahan meresap ke dalam hatinya.
"Aku mulai berdamai tapi dia—"
Ali menatap Zehra penuh simpati. "Aku tahu, Zehra. Dan aku yakin, suatu hari nanti Ayyoub akan mengerti. Dia hanya butuh waktu."
"Terkadang, orang yang kita sayangi tidak langsung mengerti niat baik kita. Tapi aku yakin, suatu saat nanti Ayyoub akan melihat kebaikanmu, Zehra," lanjut Ali, matanya menatap dalam ke arah Zehra.

KAMU SEDANG MEMBACA
Siyah Güller
RandomDi dalam dinding Asrama Istanbul-Turki, ada suka dan duka yang mereka lalui bersama-sama "Pernikahan ini tidak di dasari oleh rasa cinta. Maaf, jika sebelumnya aku mengecewakanmu." Seiring berjalannya waktu, melalui tragedi dan konflik yang menega...