Reflection 9

106 6 1
                                    

Malam tampak sangat indah di sini. Tak ada bangunan tinggi, tiang listrik, menara yang menjulang, dan atap yang menutupi. Hanya ada sebuah balkon besar yang menjulang ke arah hutan di depannya.

Bersandar di dengan siku, memandang ke langit malam yang dihiasi dengan bintang-bintang dan bulan yang bercahaya terang.

Namun aku hanya dapat menghela napas panjang. Walaupun mendapat sebuah pemandangan yang memukau, setengah pikiranku berada jauh dari sini. Kejadian hari ini sungguh berdampak besar untukku. Anehnya bukan bahaya-nya yang membuatku berpikir, tapi hal lainnya.

Siapa orang yang menodongkan pedangnya ke arah seorang ratu? Apa hubungannya dengan mama? Apa gerangan yang sedang terjadi di sini? Dan hal yang terpenting disini adalah entah bagaimana sepertinya aku mengenal orang itu.

Ku alihkan pandangan tepat ke arah bulan. Seakan tersentak, tubuhku langsung menegang.

Ya ampun, sudah berapa hari aku disini?? Bagaimana caranya aku keluar dari mimpi buruk in-....

Aneh. Saat memikirkan kalau ini adalah sebuah mimpi buruk, ada sesuatu yang ganjal dalam pernyataan itu. Buruk bukanlah kata yang cocok untuk dunia yang indah ini. Dan anehnya lagi aku cukup merasa nyaman di sini.

Aku menghela napas panjang, kepala terisi dengan kebingungan yang tak terbantahkan. Mengapa aku bisa merasa nyaman di tempat asing yang hanya beberapa hari kutinggali. Namun firasatku berkata bahwa aku akan tinggal disini untuk beberapa saat. Dan sampai saat ini firasatku telah banyak membantuku, sebagian. Untunglah sekarang sedang liburan musim panas. Tak bisa kubayangkan betapa menggunungnya tugas sekolah yang akan ku terima dan lebih buruknya lagi jika aku dikeluarkan dari sekolah karena kebanyakan bolos.

"Yang mulia"

Karena sedari tadi terlalu fokus merana, aku langsung terlompat kaget saat suara berat itu memanggilku. Aku berputar dan menemukan Lord Javerson yang sedang menatapku. Ada sebuah lengkungan kecil di tepi bibirnya, yang berusaha ia tutupi, membuatku sedikit merona.

"Selamat malam, Lord Javerson"

Aku menyapa dan memberikan senyuman ramah, mencoba untuk menutupi rasa malu ku.

Ia memberi sebuah anggukan kecil dan hening...

"Emm..." Mulaiku. "Ada perlu apa Lord berkunjung ke kamarku?"

"Saya telah mengetuk pintu anda berkali-kali, namun anda tidak juga membuka. Takut akan kemungkinan buruk, saya membiarkan diri untuk masuk. Hanya sekedar untuk mengecek, namun sepertinya kekhawatiran saya berlebihan saat saya melihat yang mulia sedang merana barusan" jelasnya.

Wajahku reflek memerah. Tertangkap basah melamun di balkon, sampai-sampai pintu terbuka pun tak terdengar?! Ya ampun! Aku harus segera menghapus kebiasaan burukku ini.

"Saya ditugaskan oleh yang mulia ratu untuk memberitahu bahwa latihan anda akan dimulai esok hari saat ayam jantan berkokok untuk ketiga kalinya. Saya disini untuk mengingatkan yang mulia agar jangan telat, karena saya tidak bisa menoleransi sebuah keterlambatan" lanjutnya.

Eh? Latihan? Subuh?

"A-apa maksudnya?"

"Esok saya akan melatih anda berbagai teknik membela diri dengan pedang dan kalau memiliki cukup keterampilan mungkin saya dapat mengajar anda dengan senjata lainnya" renungnya.

Huh?!

"Tunggu sebentar!" Seruku, benar-benar tak mengerti apa yang sebenarnya sedang terjadi. "Aku harus berlatih pedang?!"

"Ya ampun! Tentu saja tidak! Tak akan ku lakukan dalam sejuta tahun lamanya. Aku terlalu ceroboh untuk berlatih benda tajam itu" protesku, mulai berjalan mondar-mandir karena gugup.

"Kekhawatiran anda terlalu berlebihan-"

"Berlebihan bukanlah sesuatu yang akan kau katakan nantinya" seruku sambil melotot ke arahnya. "Bagaimana kalau aku menyakiti diriku sendiri, menusuk kaki ku sendiri karena pedang itu terlepas? Atau bahkan lebih parah lagi! Aku bisa saja menyakitu, Lord"

Aku memang terkenal akan krcerobohanku, tapi aku tak akan memaafkan diriku kalau aku dapat menyakiti orang lain karena kecerobohanku.

Namun Lord Javerson bereaksi tidak sesuai yang kupikirkan, bahkan sama sekali tak kepikiran.

Ia tertawa. Tawa suara beratnya menggema ke seluruh ruangan. Begitu lepas dan santai, sampai aku dibuat tercengang. Tawanya begitu menggoda, sehingga setiap orang yang melihat nya pasti akan bertanya-tanya.

Beberapa saat kemudian, tawanya pun mereda namun kegelian masih terdapat di kedua mata intensnya itu.

"Yang mulia, sudah lama tak ada yang meremehkanku seperti itu" ujarnya. Ia berdeham dan wajahnya berupa menjadi serius. "Kupastikan padamu yang mulia bahwa aku sepenuhnya bisa mengendalikan semuanya."

--------------------[.*.]--------------------
Haii...
Sorii kalau update nya lama y :3
Please comment and vote y
Thnx 😊😝😄

MirrorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang