Reflection 15

63 2 2
                                    

Sebelum aku dapat merasakan rasa sakit, sesuatu menghentikanku.

Bukan sesuatu, melainkan seseorang. Seseorang yang bertubuh tinggi dan besar hingga bayangannya menutupi seluruh tubuhku. Rambut hitam panjang yang terikat, jenggot yang menghiasi rahang kerasnya. Hidungnya yang mancung namun sedikit berlekuk di bagian tengah, memberi tahu bahwa pria ini adalah pria yang pernah berkelahi. Ia memberi kesan yang sangat mengintimidasi sekaligus menyeramkan bak pejuang. Namun diantara semua itu, yang paling membuatku gugup adalah tatapan dingin dari sepasang mata berwarna abu-abu. Seakan jatuh ke dunia mimpi, aku mendapati diriku terus menatapnya seakan terhipnotis ke dalamnya.

Sungguh mata yang indah.

Mata berwarna biru sapphire yang sangat indah dan terang. Matanya bagai satu-satunya sumber cahaya di tempat gelap ini.  Berkilau dengan gemerlap emas di iris birunya.

Untuk sementara waktu aku terpana untuk sesaat hingga aku melihat humor di dalam pandangannya. Mukaku langsung merona merah gelap, sampai-sampai aku dapat merasakan telingaku terasa panas.

Apa aku menatapnya terlalu lama??

"Tuan putri yang terhormat" ia menunduk hormat, dan berdiri tegak kembali dalam sekejap. Ia menatap langsung padaku dengan mata biru nya yang indah. "Putri yang hilang selama 16 tahun lamanya"

Aku menahan sekuat tekad ku untuk tidak memutar mataku atau pun menghela napas ironi. Lebih seperti putri jadi-jadian yang di culik kedunia entah dimana. Bahkan sampai saat ini aku masih menganggap diriku masih tertidur lelap di kasur empukku tercinta dengan handphone di atas meja, bersiap untuk bergetar karena alarm yang ku pasang.

Namun rasa sakit pada pergelangan tanganku ini sangat membuktikan bahwa ini bukanlah sebuah mimpi. Aku menghela napas lagi.

"Siapa kau?" Tanyaku. Aku menoleh ke atas, ke arah borgol yang menahan tanganku. "Lepaskan ini!"

Sambil menggelengkan kepalanya, ia melangkah mundur hingga ia bersandar di permukaan dinding yang tak jauh dariku.

"Maafkan aku, yang mulia, tapi kau sekarang adalah tahananku" ucapnya sambil menatap bosan ke arahku. Tak ada lagi humor yang terlihat di matanya maupun di wajahnya. Ia mengatakannya dengan santai dan rata. Dan ekspresi ini adalah ekspresi yang menyebalkan, hingga membuatku menatap kesal ke arahnya.

"Apa maksud mu??"

"Kau sekarang adalah tahananku." Ucapnya dengan perlahan dan dengan nada tanpa minat. "Kau telah melewati perbatasan kerajaan dan masuk ke daerah kekuasaan ku yang hasilnya... ya, karena itulah kau menjadi tawananku sekarang"

Aku terdiam untuk sejenak, menatapnya dengan bingung.

Tawanan?

Ini pasti bercanda...

MirrorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang