Reflection 11

87 3 0
                                    

"Luruskan lenganmu!"

"Jangan lengah!"

"Kuatkan kuda-kudamu!"

"Fokus!"

Dan bla, bla, bla...

Ampun dah! Hanya dalam sehari setelah aku mendapatkan Panah Diana, Lord Javerson langsung melatihku dengan keras dan kerjaannya dari pagi hanya terus menerus meneriakiku.

Awalnya sih senang, tetapi setelah berhadapan dengan Lord Javerson, si pelatih yang tak kenal ampun, rasa senang itu langsung sirna di bawa angin dari dunia. Kami terus berlatih sampai matahari mulai terbenam.

Pada saat itu, tubuhku benar-benar sudah terkulai lemas. Aku membaringkan diri di atas permukaan rumput yang terlihat sangat nyaman untuk saat ini. Panah Diana ku terbaring tak jauh dari tubuh lunglaiku. Aku mungkin akan tertidur pulas jika ia tidak menggangguku.

"Bangunlah, yang mulia" ujarnya. "Hari sudah semakin gelap dan sangat tidak beretika untuk mengetahui bahwa sang putri berbaring di lapangan istana. Bangunlah"

Ucapan lebih mudah daripada bertindak.

Dengan tubuh yang sakit semua, bangun saja akan menjadi sebuah keajaiban untuk saat ini.

"Tunggulah sebentar lagi, tubuhku terlalu lemas untuk bergerak" rengekku. Namun kata-kata tersebut sepertinya tersangkut di tenggorokanku.

Sudah cukup aku dikira sebagai orang 'tidak beruntung' dalam hal pedang, tapi aku tak mau lagi dikira sebagai orang yang suka merengek. Entah mengapa aku memiliki sebuah keinginan agar sang Lord tidak akan mengetahui semua kelemahanku.

"Lord Javerson, terima kasih atas bimbinganmu hari ini dan silahkan engkau masuk terlebih dahulu" ralatku, dengan sopan.

Kesunyian terjadi di antara kami cukup lama, sampai hampir saja aku tertidur kembali. Namun hal berikutnya yang ku tahu adalah bukannya meninggalkanku, Lord Javerson mengangkatku dalam dekapannya dan berjalan masuk.

Aku langsung memberontak minta dibebaskan, namun ia malah semakin mempererat dekapannya. Wajahku spontan memerah dan makin menjadi saat semua mata dalam istana menoleh ke arah kami. Aku benar-benar luar biasa malu.

Namun lucunya, aku tidak merasakan adanya rasa tidak nyaman. Perpaduan yang aneh. Berada dalam dekapan sang Lord aku merasakan aman dan damai.

"Lord" panggilku dengan suara kecil, masih merasa malu. "Kau dapat meletakkanku, aku bisa berjalan sendiri". Semakin dalam kami masuk, semakin aku merasa gelisah. Para pelayan semakin melihatku dengan berbagai sorot, yang beberapa dari mereka sangat tidak nyaman.

Lord Javerson menatapku aneh, namun terus berjalan membawaku. Ia tak menjawabku dan hanya menatap lurus kedepan. Aku menatap heran ke arahnya, tapi memutuskan untuk membiarkannya saja. Toh, kakiku memang sakit.

Ketika kami berjalan melewati tangga, tanganku spontan memeluk lehernya saat goncangan yang hampir membuatku terjatuh. Mukaku kembali memerah, namun tak kulepaskan tanganku. Dekapannya terlalu nyaman untuk dapat ku jauhi. Aku merasa begitu aneh dengan tingkahku kali ini. Kuputuskan memilih pikiran yang paling masuk akal sekarang. Aku mungkin terlalu lelah, pikiran logisku sepertinya sudah menjauh entah kemana. Kepalaku terkulai di bahu bidang hangatnya. Entah kapan atau bagaimana, aku terbawa ke dunia mimpi dalam dekapannya.

---------------------[.*.]-------------------
Haii...
Thnx bgi yg udh menunggu :3
Rate n comment please...
n Thx for reading :3

MirrorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang