2. I Never Wonder If You Hurt Like Me

2.7K 74 2
                                    

     Sabtu malam. Shaina bersiap-siap untuk tampil di Taman Kota dalam rangka konser amal yang diselenggarakan oleh “The Soul Of Music” yang akan memberi bantuan dana kepada beberapa panti asuhan dan panti jompo di Ibu kota. Kurang lebih sudah setahun Shaina bergabung dalam komunitas tersebut. Shaina mengenakan dress berlengan bermotif batik selutut, sepatu lukis bermotif batik juga, semua pengisi acara diharuskan mengenakan baju bermotif batik.

    “Lagi dimana?” sapa Rehan diseberang sana.

Shaina sedang mengencangkan tali sepatu ketika Rehan menelponnya, Shaina menjepit ponselnya diantara bahu dan telinganya.

     “Gue mau ke acara,”jawab Shaina malas-malasan.

     Konser amal itu? Gue anter ya?”

     “Engga! Elo udah janji sama gue kalo elo engga bakal ganggu gue setiap hari sabtu-minggu!”

     “Siapa yang janji? Itukan maunya elo, emang harus terjadwal ya?”

     “Ya bukan gitu juga, elo selalu ngikutin gue terus! Gue berasa jadi buronan tau!”

     “Elo emang buronan kali! Suruh siapa elo udah nyolong hati gue!”

     “Gombalan elo basi!”

     “Siapa yang gombal? Ngapain gombalin elo,  mending gue ikutan acara raja gombal aja, kan lumayanmasuk tv hahaa…”

     “Tau ah! Pokoknya elo engga boleh datang kesana!”

     “Loh? Kan itu konser umum! Gue juga mau ikut amal kok, dosa loh menghalangi orang yang mau berbuat baik.”

     “Ya ya ya! Up to you deh.”

     Shaina mendengus kesal dan langsung memutuskan sambungan, tidak tanggung-tanggung! Bahkan ia langsung mencopot baterai ponselnya. Sekali lagi ia mematut dirinya di cermin, pandangannya terfokus pada kalung berliontin gitar pemberian Rehan yang bertengger manis dilehernya.

     “Atau ni kalung gue kasih ke mama aja? Tapi… Gue suka sama kalungnya, manis banget!” Shaina mengelus permukaan liontin gitarnya.

     Tiba-tiba Sesar masuk ke kamar Shaina dan langsung merebahkan tubuhnya di kasur Shaina yang empuk dan wangi. Kamar yang bernuansa hijau muda dan putih dengan poster-poster Taylor Swift dengan berbagai pose tertempel di dindingnya. Shaina memang tergolong penggemar berat Taylor Swift, semua single dan album sang idola mulai dari tahun pertama debutnya pada tahun 2006 lengkap dengan tanda tangan sang idola tersusun rapi di rak cd di etalase perlengkapan musiknya. Musik dan basket adalah nafas hidupnya. Tidak peduli persepsi orang kalau anak-anak SMA yang bersekolah di sekolah yang termasuk sekolah elite di pusat kota seperti SMA Xelio harusnya mengikuti ekskul yang lazim diikuti oleh cewek-cewek seperti Cheers, modeling, traditional dance yang lemah gemulai, ataupun modern dance yang energik de-el-el.

     Di dalam kamarnya juga ada sebuah ruang kecil di samping kamar mandi, ruangan yang berisi rak-rak buku, bisa dibilang perpustakaan mini. Koleksi bukunya beragam mulai dari novel terjemahan atau lokal, buku-buku pengetahuan dan sebagainya, dari yang berbahasa Indonesia sampai berbahasa Inggris lengkap dengan meja baca yang cukup untuk 4 orang. Lemari es juga ada didalamnya supaya lebih nyaman membaca bukunya kalau kalau haus nantinya. Benar-benar PERFECT! Sangat berbeda dengan kamar Sesar yang berantakan, kaset ps dimana-mana, baju kotor yang ditaruh sembarangan de-el-el.

     “Heh! Ngapain elo disini!”kata Shaina sambil memasukan gitarnya ke tas gitarnya.

     “Gue ikut ya?”kata Sesar dengan tampang yang dibikin semanis mungkin.

Shaina De AmoreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang