5. Leave Me, When I'm Dilemma.

2K 64 3
                                    

     Satu kalimat yang terlintas dalam pikiran Shaina ketika Rehan tiba-tiba menjemputnya pagi ini… Something wrong, now. Bahkan terlalu salah setelah Shaina bangun kesiangan dan bersiap ke sekolah dengan dandanan seadanya. Apalagi Ayah dan Ibunya sedang tidak di rumah sejak kemarin, dan Bude Inah—pembantu mereka—baru akan datang nanti siang. Tambah lengkap setelah Rehan juga meninggalkannya gara-gara sama-sama telat juga. Nasib, nasib. Sudah berhari-hari yang lalu acara study tour ke anyer itu. Shaina melirik jam tangannya, pukul 7.35. Gerbang sekolah pasti sudah ditutup 35 menit yang lalu.

     Shaina berlari cepat ke gerbang rumahnya, tempat Rehan dan motornya menunggu. Shaina mengeryit bingung melihat ekpresi Rehan. Cowok itu aneh sekarang. Sikapnya agak dingin pagi ini. Shaina mengurungkan niatnya untuk bertanya mengapa Rehan menjemputnya pagi ini padahal ini sudah jam masuk. Dia hanya diam, mengenakan helm lalu naik ke motor Rehan.

     “Kita engga akan telat, hari ini engga ada KBM,”kata Rehan dengan nada datar. “Di sekolah nanti, jangan pernah jauh-jauh dari gue,” lanjutnya.

     Shaina mengangguk. Rehan bisa melihat anggukan itu dari spion. Hatinya benar-banar kacau sekarang. Apa yang akan dilakukan gadis ini setelah tahu apa yang terjadi di sekolah, sekarang? Apa dia harus melepaskan Shaina mulai dari sekarang? Tapi dia tahu kalau dia tidak mungkin bisa melakukan hal itu, hatinya terlanjur terikat pada Shaina.

     “Han?” Shaina menepuk pundak Rehan. “Elo baik-baik aja, kan?”

     Rehan tersentak dari lamunannya. “Gue baik-baik aja.”

     Rehan mulai memacu motornya dengan kecepatan sedang menuju sekolah.

***

     “Aduuuh! Shaina sama Rehan kok belom dateng, ya?” Ocha terus mondar mandir di samping kursinya. Dia meremas tangannya yang menandakan dia sedang cemas sekarang. Kakinya sudah membaik saat itu.

     “Semuanya bakalan baik-baik aja, Cha. Gue yakin Shaina engga mungkin ngelakuin hal kaya gitu,” ujar Keni diikuti anggukan teman-temannya yang masih betah di dalam kelas padahal sebagian sudah ngeluyur kemana, mah.

     “Ini bukan masalah serius, Cha. Elo tenang aja,” sahut yang lain.

     Bukan masalah serius? Dia yakin ini bisa menjadi masalah serius karena melibatkan Esa dan pastinya Shella di dalamnya. Dia tidak tahu pasti apa yang terjadi antara Shaina dan Esa di anyer beberapa waktu yang lalu, karena dia tidak ikut. Tapi dari keterangan teman-temannya yang lain. Mereka tidak menemukan hal yang aneh waktu itu, hanya saja Esa terus mengikuti kemanapun Shaina pergi. Ingat! Esa yang mengikuti, bukan Shaina.

     Terdengar keributan kecil dari luar kelas. Tidak lama kemudian, Shella masuk ke dalam kelas diikuti Esa yang menyuruhnya cepat keluar dari sana. Pandangan Shella menyapu seluruh ruangan. Gadis itu tidak ada disini. Sosok yang dicarinya tidak ada.

     “Shel, ayo kita keluar.” Esa menarik Shella dengan sabar.

     “Engga, sebelum gue ketemu sama cewek sialan itu!”

     Ocha terperangah mendengar kata-kata Shella. Beraninya dia menyebut sobatnya itu cewek sialan, harusnya dia yang bercermin. Dengan geram Ocha menghampiri Shella. Beberapa detik mereka hanya saling bertatapan. Namun setelah itu Ocha langsung mendorong Shella hingga jatuh.

     “Elo engga pantes bilang kaya gitu tentang Shaina! Yang harusnya disalahin untuk masalah ini itu cowok lo! Bukan Shaina!” Ocha hendak menyerang  Shella namun teman sekelasnya menahan tubuhnya dan mencengkeram lengannya. “Kalian lepasin gue! Apa kalian engga marah, temen kalian yang baik malah dibilang kaya gitu sama cewek ini!”

Shaina De AmoreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang