9. Forever and Always

1.7K 52 3
                                    

New York, 16 Agustus

 

     Malam ini adalah salahsatu malam paling menegangkan dalam hidupnya. Academy Award is start now! Shaina menatap refleksi dirinya di cermin salon. Dari ujung kaki sampai ke ujung rambut. Dia tidak menyangka dirinya akan se-bersinar seperti sekarang. Make-up yang dipoles di wajahnya tidak terlalu berlebihan dan terkesan natural.

     Kebaya berpotongan sederhana tangan pendek berwarna merah namun tetap lembut dan kain wiron yang dilapisi shifon dan dibuat ringan juga mengembang mirip seperti petticoat dengan panjang selutut, berwarna dasar putih dan bermotif batik mega mendung berwarna merah. Kakinya yang jenjang dan tinggi membuatnya terlihat sangat ramping, dan peep toe shoes bermotif sama seperti roknya. Sesar muncul di belakangnya dengan tuxedo hitam dengan segala macam pelengkapnya. Dia juga ikut bercermin dan berdiri di samping Shaina. Saat sedang berdiri sejajar, memang Sesar lebih tinggi sedikit dari Shaina.

     “Engga nyaman amat pake beginian,”kata Sesar sambil mencoba melonggarkan dasi kupu-kupunya. Dia melirik Shaina yang terus menatap refleksi dirinya di cermin super besar itu. “Ada ya orang yang kaget dan terpesona ngeliat dirinya sendiri di cermin?”

     Shaina tertawa kecil. “Gue orangnya,”katanya tanpa mengalihkan pandangannya dari cermin. “Gue harus berterimakasih sama Anne Avantie yang udah bikin baju secantik ini, salon ini yang udah dandanin gue sampe kaya gini…”

     “Dan Tuhan yang udah menciptakan kakak gue dengan segala kelebihan dan kekurangannya,”potong Sesar.

     Shaina mengalihkan pandangannya dari cermin dan menatap Sesar yang juga sedang menatapnya sambil tersenyum. Shaina baru akan memeluknya ketika adiknya itu bergerak menjauh dan mengangkat tangannya.

     “Gue engga mau ngerusak dandanan kita,”katanya sambil tertawa yang membuat Shaina tertawa juga.

     Penata rias yang tadi mendandani Shaina hanya memandang mereka berdua dengan mengerutkan dahinya. Dia tidak mengerti dengan apa yang dikatakan mereka, karna Shaina dan Sesar menggunakan bahasa Indonesia. Namun dia bisa merasakan kedekatan kakak-beradik itu. Tidak lama kemudian pegawai salon lainnya masuk ke dalam ruangan dan memberitahu kalau mobil yang akan mengantar mereka sudah datang.

     Sesar mengulurkan tangan dan membungkukan badannya pada Shaina seperti perlakuan pangeran kepada seorang putri 

     “I will pick up you to the castle, princess…”kata Sesar yang membuat pipi Shaina bersemu merah karena penata riasnya tersenyum geli karena kata-kata itu.

     “Rube!”kata Shaina sambil melotot namun tetap tersenyum.

     “Your brother is alright, you’re look like a princess,”kata penata riasnya yang membuat pipi Shaina semakin bersemu merah.

     Shaina akhirnya menyambut uluran tangan Sesar yang langsung menggandengnya menuju pintu keluar. Mobil BMW milik Ayahnya sudah menunggu di depan lobi, kepala Seva muncul di jendela penumpang dan melambaikan tangannya. Namun ketika Shaina akan masuk ke mobil Ayahnya, Sesar menahannya.

     “Kita engga akan naik mobil Papa,”kata Sesar.

     “Terus?”

     Mobil Ayah Shaina maju dan mobil BMW yang Shaina kenali bahwa itu mobil Marcel berhenti tepat di hadapannya lalu Marcel keluar dari mobil. Shaina terpesona melihat penampilan Marcel yang begitu gagah dan berkharisma dengan tuxedo silver-nya. Marcel lalu membukakan pintu penumpang belakang. Shaina langsung masuk ke dalamnya, sementara Sesar masuk ke pintu penumpang depan dan Marcel masuk ke mobil dan duduk di balik kemudi. Shaina tersenyum sepanjang perjalanan, dengan adanya Sesar dan Marcel, dia tidak merasa gugup atau apapun.

Shaina De AmoreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang