7. Have To Miss Me, Miss Us

2.9K 72 4
                                    

     Tidak mudah menghapus seseorang yang pernah sangat kita inginkan. Seberapa besar kita mencoba mengalihkan rasa itu pada orang lain, rasa itu masih tertinggal disana, serpihannya terjepit dalam rongga-rogga sempit di lubuk hati. Saat perasaan dapat dinetralisir oleh keberadaan seseorang yang sangat menyayangi kita, apakah rasa sebelumnya hilang begitu saja? Tidak. Sangat sulit menjadi orang yang konsisten terhadap perasaannya, karena manusia tidak pernah puas dengan apa yang dimilikinya. So, apakah mencintai dua orang dalam waktu yang sama itu boleh? Hanya hatimu yang dapat menjawabnya.

***

      Esa mengantar Shaina pulang setelah tangisnya reda. Sejak masuk ke mobil Shaina tidak mengatakan apapun. Esa hanya bisa membiarkannya. Dia tidak ingin membuat suasana hati Shaina memburuk.

      “Stop, Sa! Minggir sebentar,”seru Shaina. Esa langsung menepikan mobilnya. Shaina mencari ponselnya di dalam tas dan menghubungi seseorang. Matanya tidak lepas dari orang yang sedang duduk bersama teman-temannya tidak jauh dari tempat Esa menepikan mobilnya. “Ayo angkat!”gumamnya tidak sabar.

      “Siapa, Na?” Esa memandang Shaina ingin tahu. Dia mengikuti pandangan Shaina dan menemukan siapa yang sedang dihubungi gadis itu.

     Shaina mengerang ketika operator yang menjawab. Dia kembali menghubungi orang itu, sampai panggilan ketiga baru orang tersebut mengangkatnya.

      “Halo?”

***

      “Hey, Bro! Udah lama nih engga ngumpul sama kita-kita,” Cowok itu menepuk pundak Rehan. Rehan hanya menyeringai lalu kembali menghisap rokoknya. “Katanya udah engga ngerokok lagi?”tanya cowok itu.

      “Dia udah engga ngedeketin cewek itu lagi, jadi dia kembali lagi seperti dulu. Jadi berandal!”sahut temannya.

      “Sialan lo!”kata Rehan. Rehan merasakan ponselnya bergetar di saku jaket kulitnya. Dahinya berkerut ketika melihat nama Shaina berkedip-kedip di layar ponselnya. Dia mengabaikannya. Satu kali. Dua kali. Dia mengerang dan menjawab panggilan itu.

       “Halo?”

       “Elo udah janji engga akan ngerokok lagi.”

       Rehan langsung berdiri dan membuang rokoknya, lalu menyapu pandangannya ke sekeliling.

       “Elo udah janji engga akan balapan lagi, tapi kenapa elo kumpul sama mereka lagi?”

       Rehan tidak menjawab. Dia yakin Shaina ada di sekitar sini. Tapi dia tidak bisa menemukan gadis itu. Rehan menelan ludah dengan susah payah. Dia seperti anak kecil yang tertangkap basah mencuri permen di warung.

      “Itu botol-botol apa yang ada di depan lo?”

      Rehan langsung mengalihkan pandangannya pada botol-botol minuman beralkohol rendah di hadapannya.            Teman-temannya memandangnya aneh, tapi beberapa langsung mengalihkan perhatiannya kembali.

      “Gue engga minum, Na,”kata Rehan.

***

      “Gue engga minum, Na.”

       Shaina langsung memutuskan sambungan dan menaruh ponselnya ke dalam tas. Dia menangis lagi, namun kali ini tanpa suara. Rahangnya mengatup rapat. Dia meremas ujung celananya.

      “Na…” Esa menyentuh bahu Shaina.

      Shaina menyeka air matanya lalu menatap Esa. “Jalan, Sa,”katanya.

      “Tapi elo kenapa?”tanya Esa.

     Shaina menyipitkan matanya pada Esa. “Just shut up and leave this place, now!” katanya dengan nada tinggi. Shaina langsung memalingkan wajah menatap jalanan dari jendela mobil.

Shaina De AmoreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang