Tuhan mencipatakan jarak agar suatu saat nanti dapat mendekatkan dan mempertemukan kita kembali. Menciptakan samudra yang luas agar kita bisa menyeberanginya dan menemukan dunia baru yang sangat mengagumkan di tepinya. Menciptakan benua agar kita bisa tinggal di dalamnya dan memanfaatkan kekayaannya dengan bijak. Mencipatakan langit agar kita bisa memandangnya di kala cuaca sedang cerah dan merubah suasana hati kita yang buruk. Menciptakan matahari agar dapat menghangatkan hari-hari kita yang terkadang dingin dan beku walaupun di luar sana matahari sedang menyinari bumi. Menciptakan hujan untuk menyegarkan bumi yang sudah lelah menopang semua kegitan kita sehari-hari. Menciptakan bintang untuk membantu bulan memancarkan sinarnya dan menemani bulan yang tercipta hanya sendiri, agar bulan tidak kesepian.
Aku ingin berterimakasih kepada Tuhan karena telah menciptakanmu untuk mengisi hari-hariku. Membuatnya lebih berwarna. Menjadi salah satu orang yang aku sayangi dan menyayangiku. Terimakasih sudah menjadi salah satu bintang yang menemaniku agar tidak kesepian. Aku bulan, dan kalian adalah bintangku. Walaupun salah satu dari kalian terpisah di langit yang berbeda denganku, zona waktu yang berbeda, benua yang berbeda, tapi percayalah… ketika kau memandang langit, bulan itu adalah diriku. Karena bulan hanya satu, dan aku adalah satu-satunya bulan untukmu. Aku percaya itu.
“Would you be my bride, please?”
“Please, don’t ever ask me for this.”
“ I'll ask you again… Would yo be my bride, please?”
“Emm… I’ll say yes if you kiss me before, haha.”
***
Gadis muda itu tergesa-gesa keluar dari Juilliard School. Dia berjalan cepat ke parkiran dan langsung merogoh sakunya dan mengeluarkan kunci mobilnya lalu menekan tombol electric alarm key-nya. Dia masuk ke dalam mobil dan segera meninggalkan tempat itu. VW Bug biru pastel itu melaju dengan kecepatan sedang membelah jalanan sekitar Lincoln Center lalu bergerak menuju Brooklyn. Sore itu awal musim gugur dan daun-daun pohon di pinggir jalan berguguran.
VW itu memasuki area Michigan Village, Brooklyn. Dan berhenti di depan rumah bercat biru pastel dengan taman kecil penuh bunga dengan gerbang dan pagar di penuhi tanaman merambat. Gadis itu keluar dari mobil, dia melihat ada dua mobil di depan rumahya lalu dia masuk ke rumahnya.
“Ma… Shaina pulang…”katanya dalam bahasa Indonesia. Shaina melihat ada beberapa orang sedang mengobrol dengan ibunya di ruang tamu, dan salah satu dia kenal, gurunya di Juiliard.
Shaina mencium tangan ibunya dan duduk di samping ibunya. “Good afternoon,”sapanya. “Mr. Smith, I looked for you at Juilliard since noon but you are not there,”katanya kepada Mr. Smith.
“Sorry, Shaina. Saya tidak memberitahu kamu dahulu tentang ini,”kata Mr. Smith yang membuat alis Shaina bertaut. Mr. Smith menyadari kebingungan Shaina dan meneruskan. “Ini Mr. George Joseph, guru dari LaGuardia dan Mr. Joseph, ini Shaina Jimenes,”
Mr. Joseph mengulurkan tangannya dan bersalaman dengan Shaina. “Saya ditemani Mr. Smith hari ini, ingin meminta kamu menjadi salah satu guru pembimbing di LaGuardia,”kata Mr. Joseph. Beliau mengeluarkan amplop dari tasnya. “Dan ini surat resmi dari LaGuardia.”
Shaina menerima amplop itu lalu membukanya dan membaca suratnya. Dia tersenyum, tidak percaya kalau dia diminta menjadi guru pembimbing di Fiorello H. LaGuardia High School, salah satu SMA musik terbaik di New York. Setelah belajar 7 tahun di Juilliard—3 tahun pra sarjana dan 4 tahun sarjana— Shaina senang karna baru minggu lalu dia menyelesaikan studynya dan tinggal menunggu beberapa minggu untuk wisuda, dia sudah mendapat tawaran seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shaina De Amore
Teen Fiction-Semuanya jatuh cinta. Aku jatuh cinta, kau jatuh cinta, dia jatuh cinta dan mereka juga jatuh cinta. Tapi apakah kita masih akan saling jatuh cinta jika salah satu dari kita pergi dan menghilang? Apakah kita akan tetap seperti itu sementara hal itu...