empat

1.4K 76 2
                                    

"JADI begini, sebenarnya aku sudah lama menyukaimu."

Aku menatap Niall heran, dengan keterjutan yang tak bisa aku sembunyikan. Aku tidak pernah menyangka dia akan mengatakan kata-kata sakral itu. Kami bersahabat, dan dia pasti sudah tahu jelas akan apa yang dia lakukan barusan. Niall sedikit konyol, tapi dia ini lelaki yang cerdas. Dia tahu apa yang baik dan buruk. Dan aku... sangat berharap kalau ini hanya mimpi.

Tapi merasakan tangan hangatnya yang menggenggam tanganku, aku sadar kalau ini nyata. Sahabatku yang paling mengerti aku baru saja menyatakan perasaannya. Aku berusaha untuk melihat ke arah matanya, mencari apakah ini hanya kebohongan atau lelucon baru yang ditemukannya. Tapi, mata biru itu tidak memancarkan satupun dari dua dugaanku. Hanya ketulusan yang ada di sana.

"A-aku..."

Niall malah tersenyum mendengar aku yang tidak bisa melanjutkan kata-kataku sendiri. Dia mengusap tanganku dengan jari jempolnya. Kepalanya sedikit menggeleng. "Tak apa," katanya sambil mengidikkan bahu dan menarik kembali tangannya dari atas tanganku. "Aku tidak memaksamu untuk menjadi kekasihku. Aku tahu diri, bahwa aku bukanlah orang yang kau sukai. Tak apa, kau tidak perlu menjadikan hal itu sebagai beban."

Terima saja! Aku menelan salivaku dengan susah payah. Kenapa harus? Memiliki Harry adalah hal yang mustahil. Jangan terlalu banyak berharap dan cobalah untuk melupakan sang kakak tercintamu itu. Tidak ada gunanya terus menyimpan rasa pada laki-laki itu. Seseorang dalam diriku terus berusaha untuk memprovokasiku agar menerima Niall. Aku ingin mengelak, tapi apa yang dikatakan memang benar. Semua ini tidak ada gunanya. Aku sendiri sudah tahu bagaimana akhir dari kisah cintaku ini kalau masih saja stuck pada Harry.

"Louisa." Niall menyadarkan aku. Keningnya berkerut, tanda dia khawatir. "Kau kenapa? Sudah kubilang, tidak usah dipikirkan."

Aku menggeleng, kemudian membuka rahangku sambil bergumam dalam hati agar apa yang akan aku lakukan setelah ini bukanlah suatu kesalahan yang akan aku sesali nantinya. "Kenapa tidak boleh dipikirkan?" Aku menyahut sambil tersenyum membuat alisnya terangkat sebelah. Tawa kecil lolos dari bibirku. "Aku bisa menjadi kekasihmu. Itu yang kau mau, kan?"

Seketika, senyum lebar milik Niall tercetak di wajahnya. Melihat itu, aku menelan salivaku dengan susah payah. Sialan, kenapa aku menjadi merasa bersalah? "Kau serius?" tanya Niall dengan ekspresi tak percaya. Selanjutnya, dia memukul pipinya sendiri. "Jesus! Tolong jangan bangunkan aku dari mimpi indah ini. Siapapun, tolong jangan."

Aku tak dapat menahan tawa. Memukul lengannya pelan, aku berujar, "jangan konyol, Niall. Kau sedang tidak bermimpi!"

Niall tiba-tiba saja bangkit dan memelukku me!buat aku tersentak kaget bersamaan jeritan tertahan dari para fans yang terdengar. Aku meronta dan terus mengingatkannya bahwa kami sedang di tempat umum, tapi Niall seolah menjadi buta dan tuli. Seolah yang bisa dilihatnya di dunia ini hanya ada aku dan dirinya.

Sepulang dari sana, kami berdua langsung disambut oleh Liam yang menatap kami dengan wajah super duper datarnya. Tawaku akibat lelucon Niall barusan sontak terhenti. Aku menatap heran Liam. "Kau kenapa? Apa kami membuat kesalahan?"

Brother Complex [NEW VERSION]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang