Louis mengendarai mobilnya dengan kecepatan penuh. Orang yang menculik Louisa itu membawa ke tempat terpencil sehingga tak ada satupun mobil yang lewat. Polisi-polisi terus melacak dimana Louisa berada karena tiba-tiba saja GPS Louisa mati. Pasti orang-orang yang membawa Louisa itu sadar bahwa ponsel Louisa terbawa.
Harry yang duduk di paling belakang bersama Niall dan Grissel sedari tadi hanya diam sambil terus memandangi keluar jendela. Sudah lima jam mereka mutar-muntar mencari keberadaan Louisa tapi saai sekarang masih belum bisa menemukan perempuan itu. "Apa masih belum ketemu?!" Tanya Harry kesal membuat semuanya tersentak. Bahkan Louis sampai menginjak remnya secara mendadak membuat semua terhuyung ke depan. Louis meminta maaf lalu kembali mengendarai mobilnya. Harry berdecak. "Gue nanya kenapa nggak ada yang jawab?!"
"Bentar lagi," alibi Louis agar Harry tetap tenang.
Mata Niall menangkap sebuah restoran. Ini sudah sore tapi sedari tadi mereka belum berhenti mhanya untuk sekedar istirahat atau mengisi perut. "Kita istirahat dulu, bisa? Di sana ada restoran. Dan gue laper."
"Iya, mending istirahat saja dulu," sahut Ele yang duduk di samping Louis.
"Bodoh! Kita nggak ada waktu buat itu," tolak Harry cepat.
Setelah berdebat, akhirnya mereka semua memilih istirahat dan mengisi perut. Harry menatap semuanya sinis dan tajam. Ia menyesal karena telah menyetujui usulan Louis tadi pagi. Mau tak mau ia ikut turun, tapi makanannya sama sekali tak Harry sentuh. Ia tak lapar, sungguh. Karena yang ada di pikirnanya hanya Louisa. Jika ia makan, belum tentu Louisa makan. Jadi ia memilih tak makan.
"Harry, makan!" Suruh Louis tapi dianggap angin berlalu oleh Harry.
"Nggak usah ngurusin gue. Mending lo semua buruan habisin makanan lo pada dan kita lanjut perjalanan," ucap Harry sambil mengotak-atik ponselnya, berusaha mencari cara untuk menemukan tempat Louisa berada.
Tiba-tiba sebuah panggilan masuk. Tapi nomornya diprivate. Harry menekan tombol hijau dan telepon tersambung. Louis berbisik, menyuruh Harry men-loadspeaker. Gelak tawa licik terdengar, diiringi oleh ringisan kecil. Mata Harry membulat, ia kenal dengan suara ringisan itu. Louisa!
"Hello, Harry," sapa suara di seberang sana.
"KAK HARRY! TOLONGIN LO-AW!"
"DIEM BOCAH KECIL!" Bentak suara berat itu.
Harry menggeram. Buku-buku tangannya memutih. "Lepasin.Louisa!" Ujarnya penuh tekanan disetiap kata.
Gelak tawa licik dan meremehkan terdengar. "Lepasin Louisa," ucap suara di seberang sana mengikuti gaya bicara Harry. "Udah baca kertas yang ada di ruangan rumah sakit'kan? Setelah sekian lama akhirnya aku bisa mendapatkan bocah kecil ini. Waktu kalian hanya tiga hari. Tepatnya pukul enam sore. Jika lewat dari jam enam kalian masih belum bisa menyelamatkan bocah kecil ini, maka ia akan seperti istriku." Klik. Sambungan telepon langsung terputus. Harry berulang kali menelepon nomor itu tapi nomor itu sudah tak bia dihubungi. Harry menggeram kesal lalu berteriak menyuruh semuanya melanjutkan perjalanan.
Dan di sinilah mereka, memutari kota terpencil itu terus-menerus tanpa adanya arah. Tapi Harry tak tahu akan hal itu. Niall yang mengamati setiap jalan mengernyitkan keningnya. Jalannya sama seperti jalan tadi. "Kenapa jalannya sama terus?" Tanya Niall membuat Harry menegakkan duduknya dan memperhatikan sekitar. Mereka kembali ke restoran tempat mereka makan tadi. "Jadi dari tadi kita mutar-mutar terus?!" Berangnya. Grissel menjitak Niall membuat lelaki itu meringis dan memasang tampang bersalah.
Sebelum Harry melampiaskan kekesalannya dan meninju Louis, Beni-salah satu polisi itu membuka suara. "Kepala polisi menyuruh kita ke markas. Ada yang ingin diberitahu." Lagi-lagi mobil itu kembali melaju tapi kini menuju tempat yang terarah bukan seperti tadi yang hanya mutar-mutar tanpa arah.
Tak sampai tiga jam, mereka sampai di markas yang dimaksud. Semuanya turun dari mobil dan masuk ke dalam. Grissel dan Ele memasang wajah ingin muntah saat memijakkan kaki di dalam. Tempatnya sangat kotor dan kumal. Polisi-polisi bekerja secara seenaknya. Ada yang mendengarkan musik, mabuk, bahkan sampai ada yang tidur. Oh astaga, apakah mereka pantas disebut polisi?
Seorang polisi berperawakan tinggi menyuruh mereka masuk ke dalam ruangan yang bersih dan rapi. Polisi itu tak lain merupakan kepala polisi. "Maafkan keadaan di luar. Hari ini hari libur, jadi mereka seperti itu," ucapnya membuka percakapan. Matanya terarah pada Harry membuat Harry ikut menatapnya. Seringaian misterius terpampang di wajah kepala polisi itu saat melihat Harry membuat Harry mengernyit heran.
Kepala polisi itu melangkah menuju beberapa rak lalu memasukkan kunci, memutarnya, dan membukanya saat mendengar suara 'klik'. Ia mengeluarkan sebuah peta besar lalu membukanya di atas meja. Ia menunjuk salah satu negara yang bentuknya sangat kecil hingga harus dilihat dari dekat. Tuvalu. Itulah nama negaranya. Entahlah, Harry tidak pernah dengar nama negara itu. "Ya, memang kau tak pernah mendengar nama negara itu karena negara itu terpencil," ucap kepala polisi seolah bisa membaca pikiran Harry.
"Kenapa dengan negara itu?" Tanya Niall.
"Tim kami sudah melacak tentang semuanya. Dan si penculik itu akan membawa Louisa ke sana sebentar lagi. Jadi sebaiknya kalian berangkat sekarang," jawab kepala polisi. "Kalian tak sendiri. Kalian akan pergi bersama dua polisi, Darsa dan Zox. Darsa dan Zox itu yang tengah berjoget-ria."
Semuanya refleks melihat ke araha yang ditunjuk oleh si kepala polisi. Darsa dan Zox tersenyum bodoh pada semuanya. Harry menatap mereka sengit. "Tak ada polisi selain mereka?"
Kepala polisi menggeleng. "Tidak," jawabnya singkat sambil menatap Harry tajam lalu menyeringai. Harry tak mengerti maksud seringaian kepala polisi itu. "Cepat pergi sekarang atau kalian akan terlambat!"

KAMU SEDANG MEMBACA
Brother Complex [NEW VERSION]
Fanfiction#1 : narry Iya, aku memang menyukaimu, tapi memilikimu adalah hal yang mustahil. Lantas, apakah aku masih boleh menaruh harapan, sekalipun itu hanya bisa menyakiti diriku sendiri? Cover by: kagraph