COBA tebak apa yang membuatku gembira?
Niall akan pulang hari ini dan aku senangnya bukan main. Setidaknya, ia akan cukup lama di sini. Katanya, ia akan menemaniku mengelilingi London. Ya ampun, rasanya aku ingin melompat girang. Tapi tidak mungkin. Karena aku sedang berada di tempat kerja. Itu akan memalukan. Hehehe.
Mungkin kalian bertanya-tanya bagaimana bisa anak-anak sekolahanku tidak mengenal diriku di sekolah, sedangkan di luar dari lingkungan itu, aku dikenal sebagai sahabat Niall. Jadi begini, aku seolah hidup di tiga kehidupan. Kehidupan pertama dimana aku hidup sebagai adik dari seorang popstar. Kehidupan kedua, dimana aku hidup sebagai sahabat Niall, dan kehidupan ketiga, dimana aku hidup sebagai seorang anti-sosial.
Untuk kehidupan pertama, aku meminta Harry untuk tidak mengklarifikasi bahwa aku adalah adiknya. Cukup katakan bahwa ia memiliki adik, namun jangan sebut namaku. Kau tahu, media massa bisa mengarang apa saja yang mereka mau.
Kehidupan kedua, tentunya sewaktu keluar dengan Niall ataun yang lainnya, aku menyamar. Entah dengan memakai topi atau bahkan pakaian serba hitam yang suka dikenakan Harry dan Niall serta teman-temannya agar tidak ketahuan. Itu tidak nyaman. Tapi harus bagaimana lagi? Dan lagi-lagi dengan ca yang sama, Niall dan Grissel sepakat tidak menyebut namaku. Atau kalaupun disebut, bukan nama asliku yang muncul.
Dan kehidupan ketigaku, sepertinya tidak perlu kujelaskan terlalu jauh karena sudah kujabarkan saat di BAB 2. Aku hidup sebagai Louisa Palvin, seorang anti-sosial yang hobi membaca buku dan benci disorot, serta diberi perhatian berlebih. Kalian pasti mengerti apa maksud dari perhatian berlebih. Aku hanya ingin hidup tenang, tanpa ada yang mengganggu. Maksudku, aku hanya ingin hidup seperti anak-anak lainnya. Bersenang-senang, namun tak perlu terus dijadikan bahan bergosip.
Seseorang masuk ke dalam restauran. Saat ingin kusapa, orang itu mendongak dan tersenyum lebar padaku. Aku melebarkan mataku untuk seperkian detik. Itu Jackie!
"Yo, Jaja!"
John tiba-tiba muncul entah darimana membuatku memberengut kesal. Ia sangat cocok dijadikan sebagai perusak suasana.
"It's Jack, not Jaja," koreksi Jack dengan wajah kesal. Sudah kubilang, John itu selain perusak segalanya, termasuk suasana hati seseorang. "Jangan bilang kau juga—"
Aku memotong dengan suara ketus. "Yap, he calls me Sasa."
"Itu lucu dan tampak menggemaskan! Kenapa sih, aku selalu salah."
"Jangan berisik, bisa? Pergi jauh-jauh. Ada yang ingin kubicarakan dengan Louisa," usir Jack dengan kejamnya.
John sempat menolak dan ingin ikut mendengarkan. Namun Jack melotot dan mengangkat kepalan tangannya membuat lelaki rewel itu pergi dari sana dengan wajah bersungut-sungut. Ha! Eat that.
"Kau mau bicarakan apa? Aku masih harus bekerja," kataku cepat sambil menatap sekeliling restauran.
"Sudah pukul sembilan malam. Kau bisa selesai bekerja. Lagipula ada Gabby dan yang lainnya."
Aku menggeleng. "Mana bisa begitu. Jam kerjaku baru habis pukul sepuluh nanti," Aku mengecek jam di pergelangan tanganku. "Masih ada satu jam. Kau tunggu saja di sini sampai aku selesai. Kalau tidak, besok saja."
Tanpa menunggu, aku langsung pergi ke dapur karena banyak cucian piring di sana, kata Jessie. Sempat kutangkap suara Jack yang memanggilku, tapi tak kuhiraukan. Lelaki itu sedikit aneh.
Dan selesai bekerja, aku dikejutkan oleh sosok John yang muncul di balik pintu toilet. "Kau gila?!" semburku langsung dengan mata melotot.
![](https://img.wattpad.com/cover/45752722-288-k792818.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Brother Complex [NEW VERSION]
Fanfiction#1 : narry Iya, aku memang menyukaimu, tapi memilikimu adalah hal yang mustahil. Lantas, apakah aku masih boleh menaruh harapan, sekalipun itu hanya bisa menyakiti diriku sendiri? Cover by: kagraph