Ini sudah hari ketiga Louisa dirawat di rumah sakit. Ia sudah sadar sejak empat jam ia pingsan. Dan tentunya Harry langsung mengomeli perempuan itu karena lupa makan dan tak menjaga kesehatannya. Tapi entah mengapa Louisa malah senang ketika diomeli Harry. Harry memang mengomelinya tapi tersirat nada khawatir di sana.
Louisa masih belum bisa pulang ke rumah. Kondisinya belum pulih total. Ia memainkan ponselnya sambil sesekali melihat ke arah pintu berharap Harry datang. Tapi tak mungkin karena sekarang masih jam sekolah. Louisa mendengus kesal. Perempuan itu menaruh ponselnya lalu meraih minuman yang tak jauh darinya dan meneguknya hingga habis, entahlah, tiba-tiba ia haus.
Louisa menguap. Ia membenarkan posisinya, hendak menutup mata untuk tidur tapi suara pintu ruangannya terbuka membuatnya mengurungkan niatnya. Ia pikir Harry yang datang. Ternyata seorang dokter. "Pagi Louisa," sapa dokter itu. Suaranya berbeda dengan dokter yang biasa menanganinya. Louisa tak dapat melihat wajah dokter itu karena dokter itu memakai masker. Tak mau berpikir negatif, Louisa tersenyum dan membalas sapaan dokter itu.
Dokter itu mengganti selang infusnya sambil mengajak Louisa bercakap-cakap. Tapi lama-kelamaan Louisa mengantuk dan kehilangan kesadarannya. Dokter itu menyeringai melihat Louisa tertidur. Ia mengeluarkan ponselnya lalu menelepon beberapa orang menyuruhnya ke sini. Tak lama beberapa orang yang tak lain merupakan anak buahnya datang dan langsung membawa Louisa pergi dari sana.
Sebelum dokter palsu itu ikut keluar dari ruangan, ia menaruh kertas putih bersih berisikan tinta merah di dalamnya lalu meninggalkan ruangan dengan seringaian licik di wajahnya.
---
Perasaan Harry tiba-tiba menjadi tak enak. Ia melirik arloji jamnya. Sekolah baru berakhir tiga jam lagi. Pikirannya penuh dengan Louisa membuatnya tak konsen belajar. Apakah Louisa baik-baik saja? Harry mendesah. Mengapa pemikirannya begitu? Tentu saja Louisa baik-baik saja. Ah, mungkin hanya perasaannya.
Baru saja dirinya hendak berkonsentrasi belajar, tapi getaran di ponselnya membuatnya mengurungkan niatnya. Nama Louis terpampang di sana membuatnya buru-buru membuka ponselnya dalam diam.
Gawat
Itulah isi pesan dari Louis membuat Harry mengernyit heran. Apanya yang gawat? Tak ingin banyak tanya lagi, Harry langsung permisi ke kamar mandi. Bukan, bukannya beneran ke kamar mandi. Ia malah berlari menuju kelas Louis lalu mengintip lewat jendela. Bukannya menemukan Louis, ia malah melihat Nadine yang tersenyum padanya sambil komat-kamit tak jelas yang tak Harry hiraukan. Ia mengetikkan dua kata di ponselnya lalu mengirimkan pada Louis yang tak lama langsung dibalas.
Rumah sakit
Harry berlari sekencang mungkin menuju parkiran lalu mengendarai mobilnya meninggalkan gedung sekolah tanpa menghiraukan teriakan guru piket dan satpam sekolahnya. Yang paling penting sekarang adalah Louisa, Louisa, dan Louisa.
Dengan kecepatan diatas rata-rata, mobil Harry membelah macetnya kota. Cacian dan makian para pengendara dianggap angin berlalu oleh Harry. Seperti yang dikatakan, Louisa yang terpenting. Mobilnya berbelok ke kiri, masuk ke kawasan rumah sakit. Dengan langkah cepat ia memasuki rumah sakit. Bau obat-obatan menusuk hidungnya. Oh astaga, dari dulu ia benci rumah sakit. Tapi sekarang bukan waktunya memikirkan itu.
Harry memasuki lift lalu menekan angka '8' di tombol lift membuat lift itu naik ke lantai 8 lalu tak lama terdengar bunyi 'Ting!' Beriringan dengan terbukanya pintu lift. Harry berlari menuju ruangan Louisa berada. Di sana tak ada siapa-siapa. Lalu dimana Louisa dan Louis? Astaga, apa ia ditipu? Harry yang hendak keluar dari ruangan langsung mengurungkan niatnya saat melihat sebuah kertas putih bersih berada di atas tempat tidur. Keningnya mengernyit heran lalu membuka surat itu.
MENCARI ADIKMU, HM?
TENANG SAJA. ADIKMU AKAN BAIK-BAIK SAJA, UNTUK SAAT INI.
TAPI KE DEPANNYA MUNGKIN IA AKAN SEPERTI ISTRIKU.3 HARI.
Tangan Harry mengepal kuat sampai buku-buku jarinya memutih. Kertas itu ia remas hingga membentuk kertas lusuh. Ia mengeluarkan ponselnya. Kini menelepon Louis. Dering ketiga terdengar suara di seberang sana. Suara Louis terdengar tapi samar-samar karena yang terdengar itu suara mesin mobil. Harry yakin bahwa Louis mengendarai mobil balapnya. Tapi kemana?!
"LO DIMANA KEPARAT?!" Teriak Harry sambil berlari keluar ruangan menuju mobilnya. Ia tak perduli jika ia sedang berada di rumah sakit. Rumah sakit tolol! Rutuknya. Rumah sakit itu tak cocok disebut rumah sakit. Bagaimana bisa pasiennya hilang begitu saja tanpa diketahui pihak rumah sakit?
"BUKA GPS LOUISA! MUNGKIN SI BRENGSEK NGGAK SADAR KALO HP LOUISA TERBAWA!" meski samar-samar tapi Harry masih dapat mendengarnya dengan jelas. Ia masuk ke dalam mobilnya lalu membuka GPS Louisa. Ia mengumpat. Louisa sudah dibawa sangat jauh oleh si brengsek itu.
Dengan kecepatan penuh Harry mengendarai mobilnya mengikuti arah yang ditunjukkan oleh ponselnya. Nama Louis kembali terpampang di sana. Ia menekan tombol hijau itu dan suara Louis langsung terdengar. "Kita ketemuan di cafe biasa." Klik. Sambungan telepon dimatikan. Harry menatap ponselnya dengan tatapan tak percaya. Really? Untuk apa ketemuan? Tapi tak bisa diurungkan. Ia memutar mobilnya lalu pergi ke cafe yang Louis katakan.
Matanya menangkap mobil-mobil yang sangat ia kenal. Kira-kira ada empat mobil yang sangat amat familiar di matanya. Karena menurutnya mobil-mobil familiar itu tak penting, Harry langsung turun dari mobilnya dan masuk ke dalam cafe itu. Di sana tak ada orang lain selain Louis, Niall, Grissel, Ele, Gemma, dan beberapa polisi lainnya. Ia mendengus. Untung saja ada Louis yang masih bisa berpikir jernih.
"Apa? Kita nggak ada banyak waktu," ucap Harry to the point.
Louis menghela nafas. Sifat tak sabaran Harry muncul. "Kita nggak bisa pergi sendiri-sendiri. Yang ada kita malah jadi berpencar dan itu makin nambah masalah. Jadi maksud gue, kita pergi bareng. Satu mobil."
Harry memutar matanya dengan malas. "Yaudah."
Semuanya langsung berlari keluar cafe. Harry san yang lainnya langsung masuk ke dalam mobil. Tentunya dengan beberapa polisi lainnya yang Louis panggil untuk membantunya. Mobil mereka semua ditinggal, semuanya tentu tak masalah karena cafe itu milik Louis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Brother Complex [NEW VERSION]
Fanfiction#1 : narry Iya, aku memang menyukaimu, tapi memilikimu adalah hal yang mustahil. Lantas, apakah aku masih boleh menaruh harapan, sekalipun itu hanya bisa menyakiti diriku sendiri? Cover by: kagraph