I'm almost alive
I need tou to try and save me
It's okay that we're dying
-Half Alive, Secondhand Serenade"Gana?" panggilku, setelah beberapa detik yang lalu lengannya yang dingin membawa tubuhku ke pelukannya. Dia menenggelamkan wajahnya dibahuku, aku bisa mendengar deru nafasnya yang pelan-pelan mulai teratur.
Aku tidak berusaha melepas pelukannya karena kedua tangannya memaksaku tetap diam. Menunggunya bicara, aku menepuk punggungnya sesekali, tapi kurasa kepalanya masih dipengaruhi alkohol.
"Eh! Gan? Gana!" Pekikku saat tiba-tiba tubuhnya terasa berat, kedua pelukannya terlepas dan detik berikutnya dia kehilangan kesadaran. Cepat-cepat aku menahan punggungnya saat beban tubuhnya membuatku hampir terdorong ke belakang. Astaga!
Aku membawanya bersender di sebelah mobil hitam tempatnya berdiri tadi. Aku melihat matanya yang terpejam. "Gan, bangun!" Aku mengguncangkan kedua lengannya, lalu menepuk pipinya sedikit keras, matanya terbuka sedikit lalu tertutup kembali. Badannya malah merosot kesamping. Aku berpikir, apakah sebegitu banyaknya alkohol yang ditelan cowok ini.
Lalu sekarang apa? Aku mulai panik, aku tidak melihat satu orang pun yang lewat sepanjang jalan didepan perumahanku. Jelas saja, aku bergidik melihat jam tanganku yang sebentar lagi menunjukkan pukul sebelas malam.
Sialan!
Entah apa yang menyulut keberanianku, pelan-pelan aku berjalan ke warung tempat kakak kelasku pesta minuman. Aku tahu ini pilihan buruk, sangat buruk malah, bisa saja aku ditarik kesana lalu direcoki alkohol, dan yang terburuk adalah tidak ada yang bisa menyelamatkanku nanti. Aku melirik ke arah Gana. Aku tidak mungkin meninggalkan cowok itu menggembel ditengah jalan seperti ini. Sialan, cowok itu selalu membuatku dalam bahaya!
Aku mengintip dari pojok warung, berharap tidak ada yang mengetahui keberadaanku. Aku melihat mereka tertawa, tangan mereka menggenggam satu botol bir besar. Gestur mereka sempoyongan sambil sesekali tertawa. Gila, kemana orang tua mereka hah?!
Sampai mataku membulat saat menangkap satu mata cowok bertubuh jangkung. Aku mengingat wajahnya sebagai satu dari empat geng cowok kelas 12 yang mencegatku tadi siang. Dia menepuk bahu temannya, bicara sesuatu lalu beranjak dari tempat duduknya.
Kalau aku tidak salah lihat, dia berjalan ke arahku. Aku bersender dibalik dinding, berafalkan berbagai macam doa, dan sempat berharap aku punya kemampuan menghilang saat aku mendengar langkahnya semakin dekat. Dia menepuk bahuku. Aduh!
"Ngapain lo ngintipin kita?" Tanyanya.Aku menggigit bibirku agar berhenti bergetar lalu aku menjawab, "Saya-"
"Tunggu," dia mengangkat satu tangannya. "Lo cewek yang tadi siang kan?" Dia menunjukku dengan telunjuknya. Kutebak dia termasuk cowok populer di sekolah, wajahnya bersih dan lumayan menarik, rambutnya yang acak-acakan tidak dicukur rapi memberikan kesan tak peduli, tapi postur tubuhnya yang tinggi membuat dia tampil seperti cowok-cowok doyan olah raga.
Dia menaikkan kedua alisnya, meski penerangan lampu jalan yang remang, aku melihat matanya berwarna cokelat. "I-iya kak," jawabku dan ia tersenyum.
"Lo sama Gana pacaran?" Tanyanya tanpa basa-basi. Aku melihat raut penasaran diwajahnya.
"Nggak, kak!" Sentakku spontan membuatnya terkekeh.
"Gue Bintang, kelas 12. Lo?" Tanyanya setelah puas menertawai kemungkinan bahwa aku dan Gana pacaran. Dia menyodorkan tangannya. Aku senang dia bersikap baik, seenggaknya kalau dibanding tadi siang.
"Saya Rika, kak," aku menjabat tangannya ragu.
Dia melihat sekeliling kami. "Terus lo ngapain kesini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Different
Teen FictionGana, cowok ugal-ugalan yang selalu bikin onar seantero Jakarta. Sampai, sewaktu lulus SMP, orang tuanya "membuang" Gana ke Bali. Supaya dia jera, begitu kata mereka. Di SMA Swastyastu, Gana bertemu cewek polos yang menarik perhatiannya, Rika namany...