Bab 14

2.3K 167 2
                                    

I try to find a way to make you see
The good in me
Make you believe
- Looking Back, This Wild Life

Aku sudah tahu ini ide yang sangat buruk, tapi Gana selalu berhasil mempengaruhiku. Berlari sekencang-kencangnya menerobos gate pemeriksaan tiket, Gana membawaku bersembunyi di sebuah kelas. Sumber penerangan hanya berasal dari panggung teater. Tepat setelah suara sambutan MC menggelegar ke penjuru sekolah, seluruh lampu dimatikan dan keadaan kini gelap total.

Aku berjengit was-was, mataku membulat mencari-cari cahaya. Kulihat Gana sudah terlebih dahulu berjalan keluar kelas. Aku berlari cepat menyusulnya, takut-takut dia meninggalkanku sendirian. Aku serius, tidak ada yang lebih parah daripada berdiri ditempat gelap. Ini membuat phobiaku datang dan aku akan berhalusinasi yang tidak-tidak.

Tapi aku tak peduli ini halusinasi atau bukan, yang jelas ketika Gana menoleh kearahku, didetik yang sama aku melihat sosok cowok penjaga gate mengarahkan stick baseball kearah leher Gana. "Gana Awas!"

Suara pukulan itu memekakkan telingaku, suaranya yang beradu dengan teriakanku seperti diputar ulang terus menerus. Membuatku ikut berjengit kesakitan saat hidung Gana kini bersimbah darah dan cowok itu mulai terhuyung didepanku. Cepat-cepat aku menahan kedua lengannya yang kini melemah.

"Tolong!" teriakku. Suaraku tenggelam karena musik orkestra pembukaan yang kini mulai dilantunkan diatas panggung.

"Rik, lo diem disini. Jangan kemana-mana," ​perintah Gana kulihat dadanya naik turun.

Tidak, aku tidak akan membiarkan Gana berkelahi dengan cowok itu. Kondisi Gana yang baru saja menerima pukulan hebat dilehernya sudah pasti memberikan keuntungan bagi cowok penjaga gate itu. Pasti dengan satu hantaman sekali lagi Gana akan benar-benar tak sadarkan diri. Apalagi kini tak ada satu orangpun yang lewat di koridor utara, tidak ada yang bisa melerai mereka. Tak menutup kemungkinan cowok itu juga akan memberiku pukulan dengan stick baseball ditangannya. Bagaimanapun juga, aku ikut serta menerobos barisan keamanan di gate depan. "Nggak. Kamu nggak perlu berantem sama dia, kita pergi sekarang,"

Dia mengelap darah yang turun tanpa henti dari hidungnya. Punggung tangannya penuh cairan merah membuatku bergidik ngeri. "Gue baik-baik aja," dia memaksakan sebuah senyum, lesung pipinya yang dibasahi darah memaksaku percaya bahwa dia memang baik-baik saja. Gana lalu menghentakkan cengkramanku dilengannya dan berjalan sempoyongan kearah cowok penjaga gate.

Cowok itu mengayunkan stiknya tapi tak berhasil mengenai tubuh Gana. Satu bogeman Gana jatuh mengenai rahang bawah cowok itu, sudut bibirnya berdarah dan tubuhnya kini jatuh dilantai. Memanfaatkan kondisi cowok itu yang mulai melemah, Gana menduduki tubuh cowok itu yang kini terlentang di lantai. Gana menginjak lengannya dan menarik stick baseball itu lalu melemparnya jauh-jauh. Tak terima, cowok itu menggunakan tangan kirinya untuk mencekik leher Gana, Gana yang lengah melepas injakan kakinya dilengan cowok itu. Ini membuat mereka berganti posisi, Gana kini berada dibawah cowok itu seperti kehabisan nafas.

Cowok itu melepaskan cengkraman dileher lalu memberikan pukulan tepat dirahang Gana, satu kali, dua kali, tiga kali, dan aku menutup mataku. Pukulan demi pukulan terdengar menyakitkan, tak tahu pukulan siapa mengenai siapa, suara hantaman, desah kesakitan, dan umpatan mereka membuatku ingin menghalangi suaranya masuk ke telingaku. Aku ingin berteriak menyuruh mereka menghentikan ini semua tapi tubuhku merosot dan mulutku malah mengeluarkan isakan. Tubuhku berguncang, aku menangis tanpa suara dibalik kedua telapak tanganku.

Ini semua salahku, seharusnya aku tak perlu menyebut soal Teater Swastyastu didepan Gana. Aku tahu dia berusaha membuatku senang, dia berusaha untuk tidak mengecewakanku. Oh astaga, aku tidak berdaya, aku bahkan tidak berani menyaksikan tubuh Gana yang diporakporandakan, apalagi berusaha menghentikan cowok itu, aku tidak berani.

DifferentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang