If i got locked away
And we lost it all today
Tell me honestly
Would you still love me the same
-Locked Away, R. City ft. Adam LevineGana's POV
Tubuh gue rasanya luar biasa lelah. Tangan gue yang masih berbalut perban malah nggak terasa apa-apa. Mati rasa. Kini gue duduk disudut bilik kecil, terkurung bersama tiga narapidana dibalik jeruji besi yang menutup gue dari dunia luar sejak tiga jam terakhir. Beberapa kali gue menggertakkan gigi, susah payah meredam emosi yang semakin memenuhi dada gue.
Setelah kekacauan yang gue perbuat di ruang sidang, sirine polisi terdengar begitu gue memberontak terus menerus, menyemprotkan gas air mata ke seluruh ruangan, lalu menendang semua tubuh yang berusaha menghentikan gue. Mama dan Papa nggak bergerak sama sekali, mereka malah pura-pura bisu ketika gue diseret dari ruang sidang bersama sebuah borgol bangsat yang mengunci rapat kedua tangan gue.
Belakangan gue tau, satu-satunya orang yang berinisiatif menghubungi polisi keparat itu adalah Papa. Dia menatap puas waktu gue mengerahkan seluruh tenaga buat berteriak dan berontak, mati-matian melepaskan cengkraman polisi.
Setelah gue disingkirkan dari ruang sidang itu, sidang perceraian terkutuk itu tetap dilanjutkan oleh dua orang bodoh yang kebetulan orang tua gue. Dan gue yakin, kini mereka berdua bukan lagi sepasang suami istri. Demikian juga keluarga gue yang dari dulu sedikit hancur gara-gara kelakuan gue yang bajingan, sekarang udah bener-bener hancur. Bener-bener hancur.
"Gatanta Prabhawana, masa tahanan anda berakhir."
Gue menoleh ke arah seorang polisi bertubuh gempal, dengan kumis tebal dibawah hidungnya. Dia meraih kunci yang tergantung di ikat pinggangnya lalu digunakannya untuk membuka gembok besar didepan pintu besi.
Saat gue bangkit, mata gue menangkap sosok Papa dibelakang polisi gempal itu. Dia berjalan mendekati gue, tatapannya amat datar seolah barusan nggak terjadi apa-apa, jenis tatapan yang bakal gue benci seumur hidup.
Gue berdecih. Masih nggak habis pikir, beraninya papa menunjukkan batang hidungnya didepan gue. Pria ini memang punya harga diri tinggi, sehingga anaknya sendiri pun dengan mudah diinjak-injak dibawah sepatu hitamnya yang mahal itu.
"Papa udah ngedapetin apa yang Papa pengenin, kan?" Mati-matian gue mengepalkan kedua tangan erat, sampai kuku-kuku gue menancap keras di telapak tangan, tapi nggak terasa apapun.
"Gana, dengerin Papa. Ini demi kebaikan kamu." Gue menepis kasar tangannya yang kesekian kali selalu berusaha mencekal tangan gue.
Gue menggeleng dengan raut mengejek. Sadar nggak sih dia, baru saja menjebloskan gue ke penjara demi kelancaran sidang perceraiannya, lalu setelah sidang selesai tanpa gangguan gue, Papa membayar uang jaminan pada pihak kepolisian agar gue bisa bebas. "Gana bukan robot. Papa pikir, Gana nggak punya perasaan? Ngeliat orang tuanya cerai sementara Gana terkunci rapat nggak berdaya di tengah penjara? Setelah semua aturan, kebijakan, perintah, dan segala hal yang Papa lakuin dengan uang dengan mengatasnamakan 'kebaikan Gana', Papa pikir Gana masih mau dengerin Papa?" Gue tertawa mencemooh. "Nggak lagi, Pa!"
Tangan Papa mengacak rambutnya, terlihat amat frustasi, satu kebiasaan yang dia turunkan ke gue ini membuat gue merasa sama brengseknya dengan dia. "Tapi Papa mau kamu denger alasan kenapa Mama dan Papa memutuskan bercerai!"
"Alasan apa? Papa mau bilang ini gara-gara Gana? Perceraian ini gara-gara kelakuan Gana yang nggak bisa diatur, gitu?" Sentak gue. Lagi-lagi gue mengeratkan genggaman tangan, nggak mau berakhir membogem pria didepan gue ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Different
Teen FictionGana, cowok ugal-ugalan yang selalu bikin onar seantero Jakarta. Sampai, sewaktu lulus SMP, orang tuanya "membuang" Gana ke Bali. Supaya dia jera, begitu kata mereka. Di SMA Swastyastu, Gana bertemu cewek polos yang menarik perhatiannya, Rika namany...