Maniac

25 2 0
                                        

🍓 chanbaek
🍓 Bxb
🍓 Angst (kinda)
🍓 Vote and comment please~!

Pagi itu, aroma kopi hitam pekat bercampur dengan bau hujan yang baru saja mereda, menyambut Baekhyun di apartemen mereka yang minimalis di jantung kota Seoul.

Musik jazz instrumental mengalun pelan dari speaker, berusaha menenangkan suasana hati yang sudah seminggu ini terasa seperti badai yang tertahan. Di meja makan, secangkir kopi Chanyeol sudah mendingin, seperti janji-janji yang kini terasa hambar.

Baekhyun menyandarkan punggung ke dinding marmer dapur, matanya terpejam sejenak. Ia mengingat lirik lagu yang terus berputar di kepalanya, lirik yang terasa begitu pribadi, seolah daniel Caesar menulisnya hanya untuk menggambarkan situasinya: “maybe we get married one day, but who knows? Think I'd take that thought to the grave, but who knows?.”

Pintu apartemen terbuka, dan Chanyeol masuk. Jas kantornya sedikit basah, rambutnya yang biasanya tertata rapi kini sedikit berantakan. Ia terlihat lelah, atau mungkin, bersalah. "Kau sudah bangun?" sapa Chanyeol, suaranya terdengar terlalu ringan. Ia meletakkan kunci mobilnya di mangkuk keramik dekat pintu—kebiasaan kecil yang selalu Baekhyun sukai, kini terasa seperti tipuan murahan.

"Baru saja," jawab Baekhyun datar, tanpa bergerak dari tempatnya. "Kupikir kau sudah pergi." Chanyeol berjalan mendekat, mencoba mencium kening Baekhyun, tetapi Baekhyun refleks memundurkan kepala.

Gerakan kecil itu menciptakan jarak yang sangat besar di antara mereka.
"Ada apa, Baekhyun?" tanya Chanyeol, nada suaranya berubah menjadi sedikit defensif. "Kau dingin sekali sejak aku pulang larut semalam." Baekhyun membuka matanya, menatap lurus ke mata Chanyeol.

Matanya yang gelap, biasanya memancarkan kehangatan, kini terasa seperti lautan yang dingin. "Kau tahu ada apa," bisiknya, suaranya bergetar antara amarah dan kesedihan. "Jangan pura-pura tidak mengerti, Chanyeol. Semalam... kau bilang ada rapat mendadak di Busan. Pukul sembilan malam?"

Chanyeol membuang pandangannya, tangannya mulai merapikan kerah bajunya yang tidak rapi. Sebuah gerakan yang tiba-tiba terasa seperti upaya untuk menutupi sesuatu.

"Ya, itu benar. Proyek dengan Tuan Kim. Sangat penting, aku harus—"
"Tuan Kim mengunggah foto di Instagram," potong Baekhyun tajam. Jantungnya berdebar kencang, setiap detaknya terasa seperti pukulan palu. "Dia mengunggahnya pukul sepuluh malam. Dia sedang makan malam dengan klien Jepang di Daegu. Tanpa kau."

Keheningan melayang tebal di udara, memakan suara musik jazz. Baekhyun bisa mendengar napas Chanyeol yang tertahan. Wajah Chanyeol yang biasanya tenang kini memerah, seperti tertangkap basah.

"Baekhyun, itu..."

"Jangan bohong lagi," kata Baekhyun, suaranya kini meninggi, memantul di dinding apartemen yang terasa terlalu sempit. Ia melangkah maju, tangannya memukul meja makan dengan pelan namun penuh penekanan. "Aku bisa menerima kau lelah. Aku bisa menerima kau terlalu sibuk. Tapi aku tidak bisa menerima kebohongan yang membuatku terlihat bodoh!"

"Aku tidak mencoba membuatmu terlihat bodoh!" seru Chanyeol, amarahnya terpancing. "Aku hanya berusaha... melindungi perasaanmu!"

"Melindungi perasaanku? Dengan tidur di tempat lain? Dengan menghapus semua pesan dari ponselmu setiap pulang? Apakah kau pikir aku tidak menyadarinya, Chanyeol?" Air mata mulai menggenang di mata Baekhyun, tetapi ia menahan diri untuk tidak membiarkan satu pun jatuh. "Aku bukan mantan bodoh yang kembali menghantui mimpimu.

Aku adalah pacarmu, yang tidur sendirian di tempat tidur yang seharusnya kita bagi!"
Chanyeol terdiam. Ia menunduk, dan Baekhyun melihat bahunya sedikit melorot, seolah beban kesalahannya terlalu berat.
"Siapa dia?" tanya Baekhyun, suaranya kembali menjadi bisikan yang mematikan.
Chanyeol mengangkat kepala, matanya terlihat kosong. "Baekhyun, tolong..."
"Namanya!" bentak Baekhyun. "Aku tidak akan bertanya dua kali."

⌜❀ σηєsнσσт cнαηвαєk ❀ ⌟Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang