Lima

19 2 0
                                    

"Terserah kau ingin bekerja di café atau di grocery store," kata Mr. Wayne. Di sini hati dan pikiranku mempunyai pilihan yang berbeda. Pikiranku berkata, "Di grocery store saja." sementara hatiku berkata, "Di café saja." 

Salah satu dari kedua pihak itu harus ada yang mengalah--dan yang mengalah ada pikiranku. Aku sudah sering menggunakan otak, kenapa sekali-sekali tidak menggunakan hati?

"Ya sudah kalau begitu," katanya, "Sampai sana harus jam 9 dan kamu bisa pulang kapan pun kamu mau."

"Asal lewat jam 3," tambahnya.


Fiuh. Pelanggan siang ini sangat banyak sampai aku kewalahan menangani kasir. Siapa yang menyuruhku menjadi petugas kasir? 

"Hei, Scott!" Aku menyahutnya dari meja kasir dan melambai ke arahnya, berharap dia melihat. Dia menengok ke arahku dan mulai masuk ke dalam café. "Tolong gantikan aku sebagai kasir ya."

Dia menangguk dan kami mulai bertukar posisi. Akhirnya aku bisa kembali bergerak bebas setelah beranjak pergi ke luar.

Kali ini aku jadi waitress.

Suara klakson mobil terdengar sampai ke dalam dan beberapa orang berkaus merah duduk di halaman luar. Aku kemudian mendekati meja itu dan memberikan mereka beberapa menu. "Kami sekarang punya menu baru, yaitu Green Tea Latte," jelasku. Memang saat ini kami menyediakan Green Tea Latte yang bubuknya didatangkan langsung dari Jepang. Bahkan menu itu juga awalnya disarankan oleh orang Jepang yang bekerja disini, namanya Yoshiki. Sayangnya persediaan terbatas untuk sekilas menilai apakah para pelanggan tertarik atau tidak.

"Saya pesan croissant satu dan white coffee satu," kata orang pertama. "Kalau saya ingin milkshake rasa coklat satu dan croissant satu," sambung orang kedua. Sambil mencatat, aku menyebut kembali pesanan mereka. "Kalau aku sih inginnya kamu."

Dari ujung catatan, aku memperhatikan siapa yang mengatakan demikian. 

Loh, ada Calum? Dan Chambo serta Per Mertesacker?

"Kau bercanda," balasku. "Hei, lihat siapa yang jadi pelayan disini." Aku tertawa saat Chambo menyapaku seperti itu. "Kau kenal dengannya?" tanya Per. "Ya, sedikit," jawab Chambo.

Calum pun memesan Green Tea Latte saja dan setelah itu aku beranjak ke dalam dapur. 

Aku kebetulan berpapasan dengan Yoshiki yang sedang berada di dalam dapur. Kuberikan menu itu padanya. "Nama siapa aja ini?" matanya menyipit dan bertanya mengapa aku membagi pesanan itu berdasarkan orang yang memesan. "Mereka kenalanku," jawabku dan Yoshiki langsung kutinggal pergi karena Chambo melambai-lambai tidak jelas ke arahku. "Oh tidak, mereka memanggilku."

Aku mengambil kursi cadangan dekat kasir dan kutaruh di sebelah Per. "Aku Per, Per Mertesacker." aku dan Per kemudian berjabat tangan. "Shelby Krüger."

"Jerman ya? Dari kota mana?" tanyanya. "München. Kau?"

"Hanover."

"Jadi kalian saling kenal?" sela Calum sambil melihatku dan Chambo. "Kubilang kami kenal belum lama ini," jawab Chambo. Kemudian seorang pelayan sekaligus teman kerjaku, Daisy, datang membawa pesanan mereka bertiga.  Daisy tidak melihatku tapi matanya tertuju pada Calum dan aku melihat Daisy melempar senyum padanya. 

Sakarepmu wae, gerutuku

"Apa yang membuat kalian ke sini?" tanyaku pada mereka semua. "Oh, kami baru saja selesai training." jawab Calum. Per pun ikut menjawab, "Tempat ini ramai pelanggan dan--" "--dan aku menilai tempat ini di Google Maps 5 dari 5. Makanya aku mengajak mereka berdua ke sini," sela Chambo. Wow. 

CalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang