[The other day]
Sambil masih memejamkan mata, tanganku meraba apa saja yang menimbulkan getaran di meja. "Kok gamau berhenti sih getarannya?" keluhku. Itu cukup membuatku bad mood. Pasalnya aku tak suka ada yang mengganggu tidurku, salah satunya orang yang menggangguku via telepon. Kurasa bola mataku retak saat kubuka.
"Siapa sih sore gini masih sms? Bukannya tidur atau apa kek."
Terpaksa aku unlock handphoneku dan aku mendapat pesan Whatsapp dari nomor seseorang yang bukan dari kontakku. "Oh, whatsapp." Kulihat apa pesannya dan ternyata:
Hai, ini Calum. Apa kau bisa mampir ke rumahku sebentar? Urgent. x
Singkat, padat, dan tak jelas. Mau tak mau ya aku harus ke sana.
Tunggu dulu. Calum?
KYAAA~!
Aku beranjak dari tempat tidur menuju kamar mandi agar tidak terlihat kalau aku baru saja bangun tidur. Kuikat rambutku seperti yang biasa aku lakukan dan turun tangga. Makanan Chambers kulihat masih penuh, berarti dia belum pulang. Ah, kemana lagi kucingku ini?
Aku pun pergi ke rumah Calum dengan penampilan seadanya. Memakai kaus dan jeans yang terlalu pendek serta sepatu yang belum terikat. ps: aku hampir tak punya sendal, flat shoes atau wedges.
"Woi," sahutku dari depan pintunya. Aku mengetuk pintu itu untuk yang kesekian kalinya dan lagi-lagi terdengar suara gaduh. Pintu terbuka sangat kencang dan Calum buru-buru menarikku masuk ke dalam. "Ada apa ini?" tanyaku.
"Kalau aku memberitahu ini, apa kau mau membantuku?" tanyanya balik. Aku sedikit terkejut mendengarnya bertanya seperti itu dan akhirnya aku hanya mengangguk. Entah aku tak tahu mau menjawab apa. Di sisi lain, aku berharap semoga dia tidak minta yang macam-macam. Calum menyuruhku duduk di sofa dan dia duduk di sebelahku sambil memegang toples berisi cookies.
"Jadi gini," ia memulai ceritanya, "Entah kapan itu aku lupa. Jadi aku sedang bermain Truth or Dare di sebuah restoran bersama teman-teman, termasuk Chambo. Aku mendapat giliran saat itu dan Chambo melempar pertanyaan Truth or Dare dan aku menjawab truth. 'Kau punya pacar?' tanyanya dan mukaku mulai memerah, aku tahu itu. Melihatku tak menjawab, Chambo mulai meledekku lagi seraya berkata bahwa aku masih bocah dan aku tak usah memikirkan soal itu. Tetapi aku tak sengaja mengatakan aku punya pacar dan dia kaget. 'Kalau punya, bawa ke pesta ya hahaha' katanya gitu dan aku tak punya ide setelah itu. Ya Tuhan, Shelby, beritahu aku apa yang harus kulakukan."
"Kenapa kau tak tanya pada temanmu yang lain?"
"Aku tak mungkin menanyakan ini pada mereka," jawabnya, "Mereka sudah tahu."
Aku mulai berpikir keras. Masalah seperti ini sebenarnya untuk apa dibahas? Bisa saja kalau dia tak mau menghadiri pesta itu ya bilang saja dia tak bisa datang. Gampang kan?
"Kenapa kau tak cari saja temanmu yang perempuan untuk dijadikan semacam 'date' untuk pesta itu?" Hanya itu rekomendasiku. Terkadang untuk menghindari hinaan 'jomblo' di pesta ya kau ajak saja salah satu temanmu yang perempuan. Alternatif paling mainstream.
"Benar juga," jawabnya sambil mengangguk dan memakan kue keringnya untuk yang kesekian kalinya. "Dan bagaimana dengan jas-jasku? Menurutmu yang mana yang paling cocok untuk kukenakan nanti?"
Jas itu masih terlihat rapi dan tak terlalu kumal jika dilihat tapi modelnya sama semua. "Modelnya sama semua," aku menjawab. "Iya sih. Hampir semua jas itu sudah kupakai. Kurasa mereka semua bahkan tahu perbedaanya."
"Yaudah beli lagi sana," kataku. "Memang pestanya kapan?"
"Malam ini!" teriaknya. Lah buset, hari ini? "Dan kau belum menemukan date-mu untuk nanti?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Cal
Short StoryAku Shelby. Sekilas hidupku masih normal sampai orang itu datang di kehidupanku dan menjadi bagian dari hari-hariku. // P E R S O N A L W O R K //