Tiga

31 4 0
                                    

"Oh ya. Aku lupa tadi ayah minta dibeliin kentang."

Thomas akhirnya pamit pulang setelah kuperbani lukanya.

"Kau yakin ingin pulang sendiri?" tanyaku. "Kakimu kan sedang sakit."

"Aku kuat." sewot sekali dirinya saat kutanya begitu. Padahal, aku bermaksud baik untuk mengantarnya pulang. Sekalian balas budi istilahnya.

"Ah kau ini memang keras kepala." sahutku. Aku tidak tega melihatnya berjalan seperti itu. Terlihat seperti ia menggeret kakinya kemana-mana. Jadi malamnya aku antar dia pulang menggunakan mobilku. Gila saja jika aku mengantarnya menggunakan sepeda. Bisa-bisa aku terlempar ke belakang karenanya.

Aku menggeretnya masuk ke dalam mobilku. "Aku antar pulang ya."

Perjalanannya membutuhkan waktu sekitar sejam karena aku harus mengantarnya ke toko buah dan sayuran. Kami sempat ke toko A dan toko B tapi tutup semua. "Kira-kira kemana lagi ini, Tom?" tanyaku sambil mengganti track lagu. Aku tidak bisa membiarkan sehari tanpa mendengarkan lagu bahkan di dalam mobil sekalipun karena aku seorang Lisztomania.

"Coba ke toko langganan ayah yang satu lagi." Ia sejenak mengingat kembali toko apa namanya itu. "Ah, Nice Fruits and Great Veggies namanya!"

Aku memutar balik stirannya karena aku tahu letak Nice Fruits and Great Veggies. Nenek dan kakek dulu suka berbelanja di situ. 

Di tengah keasyikanku mengemudi mobil dengan bebas, kami dihadang antrian kendaraan yang menyalakan lampu merah di belakangnya. Sial, ternyata kami terjebak macet. Tumben malem-malem begini bisa macet, kataku dalam hati.

"Oh iya aku lupa bilang," Thomas menepuk pundakku yang nyaris membuatku terkejut. "Ratu sedang mengadakan kunjungan makanya jalanan ditutup." Ya Tuhan, kenapa kau tidak bilang daritadi????

Aku mendekatkan diriku ke arah telinganya. "Kenapa kau tidak bilang daritadi?" bisikku. Ia kemudian membalasnya dengan berbisik, "kupikir kau tahu." Rasanya aku ingin sekali menonjoknya tepat di bagian muka.

Sambil mengisi kejenuhan akibat kemacetan yang gak karuan ini, aku mulai bermain Truth or Truth (karena kami berdua tidak ingin mendapatkan dare). Dan akulah yang kena duluan.

"Kau ingat kali pertama kau datang ke London?" tanyanya.

"Sedikit sih," jawabku. "Memangnya kenapa?"

"Sebutkan orang-orang yang pertama kali kau kenal di sini." Ah pertanyaan itu.

"Kau, Peter, Bianca, Ellie." jawabku. Setelah mendengar jawabanku ia malah balik bertanya, "yakin? kurasa ada satu yang tertinggal."

"siapa?"

"Ada." ia tetap kukuh bahwa aku kelupaan satu orang. "Tapi tak masalah kalau kau lupa."

Kami main lagi sampai entah jam berapa sekarang. Mungkin kami sudah terjebak hampir 30 menit dan semua kendaraan tidak jalan sama sekali. Aku kena lagi. "Sebutkan orang-orang yang pernah kau sukai!"

"Aku suka orang tuaku, kucingku--" "--bukan itu!" potongnya. "Istilahnya apa ya... kau pernah memberitahuku dalam bahasa Indonesia" ia kembali menggaruk kepalanya. "Aha, doi! Maksudku sebutkan doi-doimu." 

Aku gemetar dan tak mau menjawab pertanyaan itu. Aku bungkam dikarenakan masa lalu sedang menghantuiku dalam sekejap. "Tak papa, sebut saja siapa namanya. Atau kau boleh cerita," tambahnya. Yasudahlah aku jawab saja.

"Jadi aku menyukai seseorang ini saat aku masih di Jakarta. Namanya Farrell. Bisa dibilang aku hampir sukses mendapatkannya, cuma..."

"Cuma kenapa?" tanyanya.

CalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang