Keranjang dan Ember

1.7K 62 29
                                    

Sebuah cerita dari tep-ste

-------

Kekeringan sudah berlangsung terlalu lama, tanah berumput hijau kini telah menjadi tandus, keriput. Kalah oleh sinar mentari yang begitu panas, ganas menyengat membunuh segala umat.

Tanah pun dehidrasi, kehausan luar biasa mengharuskan tanah menyerap persediaan airnya--yang tersisa dalam kantung terdalam--sendiri. Lalu waktu mulai bertindak, kantung air telah kosong, Hanya berisi lahar panas. Kulitnya mulai pudar kemudian pecah menimbulkan retakan-retakan yang menganga lebar. Rumput hijau kecil mati kekeringan tanpa asupan.

Dari luar, hanya terlihat pemandangan gersang.

Sebuah keranjang sampah berwarna putih pudar memandang langit biru, di bawah mentari yang kian beringas menyiksa.

Keranjang sampah tahu betul masa ini. Masa di mana kemarau panjang melanda.

"Sebentar lagi, hujan akan turun," celetuknya tiba-tiba. Sedikit menyungging senyum.

Keranjang sampah penuh lubang di tubuhnya ini berasal dari masa depan. Itulah alasannya, kenapa dia tahu jikalau sebentar lagi hujan akan turun. Nyatanya hal tersebut benar-benar terjadi sesaat setelah ucapannya menyeru.

Ya, hujan deras mendadak mengguyur tanah kering ini. Membasah kuyupkan tubuh si Keranjang.

Ia melihat pepohonan tua muda menari riang, bermain air, berteriak girang dalam terpaan angin hujan yang semilir.

Si Keranjang juga memandangi bagaimana terpampang jelas. Betapa cerianya raut wajah para rerumputan, kaum binatang, juga umat bersayap di atas sana.

Si keranjang mengerti, mereka semua bersyukur atas rezeki yang Tuhan berikan ; rezeki yang talah sewindu mereka tunggu-tunggu.

Tapi Keranjang kelihatannya tak begitu gembira. "Huh...," dengusnya. "Mereka semua bergembira namun diriku tidak," katanya sambil melirik bagian dalam dirinya sendiri.

Keranjang sampah tiba-tiba menangis. Ia mengingat betapa pedih nasibnya di masa mendatang. "Aku hanya dipandang sebelah mata, aku kotor, tempat membuang semua sisa kejelekan, aku... tempat paling menjijikan." Keranjang sampah memutar kelereng matanya.

"Mau selama apapun aku berada di sini. Di tengah hujan ini. Aku tak akan mampu menadahi air yang telah diberikan Tuhan padaku." Keranjang sampah mengedar pandang ke seluruh badan. Semakin terisak ketiks melihat air hujan--yang sempat ditadahnya--kembali keluar melalui lubang-lubang di tubuh plastiknya.

Di masa yang akan datang. Keranjang sampah selalu disingkirkan, ia dianggap hina, selalu saja terbuang oleh manusia. Ia tidak berguna.

Pernah, waktu itu Keranjang sampah melihat sebuah Ember putih, ia tua, sudah banyak retakan pada tubuhnya, banyak warna putihnya memudar ditelan usia, namun si pemilik Ember masih setia menggunakannya. Meski tua, bocor, dan rentan pecah. Ember masih berguna. Masih bisa menadahi air sebanyak ruang yang ia miliki.

Keranjang sampah membandingkan dirinya yang tak berguna dengan si Ember yang punya pemilik setia.

Keranjang sampah Iri. "Kenapa aku tak diciptakan sebagai Ember? Padahal sama-sama dibuat dari plastik," rengeknya kecewa.

Sekelebat, sebuah ide muncul dalam benaknya. Membuat Keranjang sampah tersenyum simpul. "Kenapa aku bodoh sekali," ucapnya perlahan memekar senyum, lalu memecah tawa.

"Haha... bodohnya aku." Ia tertawa terbahak-bahak. Para rerumputan, kaum pepohonan, umat bersayap sontak memandang si Keranjang sampah dengan tatapan bingung. "Kenapa aku tidak menutup saja semua lubangku? Bentukku seperti ember kan? Kalau ku tutup lubang-lubang di sekujur tubuh ini, aku akan beralih fungsi menjadi Ember yang berguna; bukan lagi berfungsi sebagai Keranjang sampah menjijikkan," serunya girang memekak telinga semua yang menyaksikan.

Singkat cerita, Keranjang sampah tadi berusaha dengan gigih, ulet, dan tak pernah putus asa. Entah bagaimana caranya. Ia bisa melewati semua rintangan dan cobaan dunia ini dengan sempurna.

Di masa sekarang, masa depan.

Setelah si Keranjang sampah melewati banyak rintangan, ia kini memiliki tubuh tertutup, semua rongga udara tertutup dengan plastik tambalan, kini ia memiliki ruang untuk menadahi air hujan, ia kini adalah tempat yang bersih dan unik, ia sekarang ini adalah sesuatu yang berguna, sesuatu yang mempunyai pemilik setia.

Ia kini beralih fungsi menjadi Ember.

*****

Dari cerita di atas. Sebuah analogi muncul.

Pasan dari penulis :

"Entah bagaimana cara dan usahamu. Jadikan dirimu yang masih banyak kekurangan seperti si Keranjang itu menjadi pribadi yang utuh seperti Ember."

"Keranjang sampah selalu terbuang; manusia pasti memiliki banyak lubang-lubang kekurangan dalam dirinya, orang yang tetap diam dan tidak mau berusaha menutup lubang-lubang tersebut tak akan pernah berguna, bagi dirinya sendiri, apalagi orang lain!"

Jadikan dirimu sebagai Ember: berguna.

Love you all. May God bless you all.

AnalogiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang