Penghapus Kepada Kertas

649 15 5
                                    

Sebuah cerita dari raiinyran

---------

Krayon.

Kalian pasti tak asing dengan benda ini 'kan? Benda yang berwarna warni dengan bentuk yang seperti pensil namun lebih kecil.

Krayon digunakan untuk mewarnai di atas kertas, tapi bukan untuk hidupku. Aku akui dulu aku seperti kertas yang berisi coretan tinta hitam. Hanya coretan yang tak berarti.

Akhirnya penghapus itu datang dan menghapus semua coretan yang tak berarti dan menyakitkan itu.

Akupun menjadi kertas kosong yang tak berarti.

Hingga krayon itu datang. Dia menari di atasku dan mencoretkan banyak warna indah. Aku tersenyum bahagia. Mana mungkin aku bisa sebahagia ini jika tak bersama krayon?

Tanpa krayon aku tak bisa melihat dunia lebih luas lagi. Aku seakan bebas bersamanya. Terbang seperti burung. Melupakan masa lalu yang tak penting lagi.

Hingga sang krayon mencoretkan warna hitam. Kumohon jangan hitam. Aku benci hitam. Aku tak ingin menjadi kertas yang ada coretan hitam lagi.

Aku mohon. Aku hanya ingin warna ceria itu lagi.

Tapi, semua terlambat. Dia sudah mencoretkan warna hitam, bahkan lebih hitam daripada tinta. Lebih sakit. Lebih dalam. Lebih menyedihkan.

Lagi lagi aku terjebak dalam warna hitam. Aku benci dengan warna itu, karena warna itu merusak hidupku.

Dan lagi lagi aku menjadi kertas dengan coretan yang berakhir dengan warna hitam.

Aku memohon pada Tuhan agar coretan menghilang, tapi apa semudah itu? Coretan yang sudah ada akan sulit dihapus, bahkan aku sendiri tak bisa menghapusnya.

Aku capek. Marah. Sedih. Kenapa? Kenapa hidupku selalu begini? Aku hanya menjadi kertas yang bisa dicoreti siapapun, lalu mereka meninggalkanku.

Aku terpuruk. Tak tau bagaimana lagi akan menjalani hidupku. Bagi sebagian orang ini aneh 'kan? Bagaimana bisa seseorang tak tau cara menjalani hidupnya sendiri.

Saat aku akan jatuh dari atas meja, penghapus datang dan memegangiku. Dia memelukku dan mengelus rambutku. Hangat dan nyaman.

"Aku akan selalu ada disaat kamu susah." Katanya

Aku mengerti selama ini. Selalu ada penghapus yang menghapus setiap coretan di hatiku. Selalu mengobatiku sampai benar benar sembuh. Selalu menemaniku.
Dan aku mengerti bahwa setiap kertas tidak selalu jatuh cinta dengan pensil, krayon atau spidol. Kertas juga bisa jatuh cinta pada penghapus. Hanya penghapus yang setia ada disaat pensil, krayon atau spidol salah melangkahkan coretannya. Dan Dia dengan sabar menghapusnya, mendengar keluh kesah sang kertas saat mereka salah mencoretkan tintanya.

Penghapus tak akan melukai kertas. Tak akan membuatnya kotor. Tak ada orang yang menyadari kebaikannya. Kertas juga tidak tau. Tapi, Tuhan tau.

Hanya sebuah penghapus yang tidak bisa mengularkan warna, tapi perperan besar dalam hidup kertas.

Penghapus tak akan bisa merobek kertas seperti halnya mereka. Penghapus tak akan setega itu. Dia berusaha menjaga kertas agar tak tercoret lagi. Tak ada yang menyakitinya lagi.

Jika hidupku seperti kertas, aku akan bahagia. Bahagia karena ada yang menjagaku dari orang orang seperti krayon, pensil dan sejenisnya.

Meski krayon berwarna warni dan terlihat menarik tapi, ingatlah warna hitamnya. Hitam yang sangat hitam dan menakutkan itu. Setiap orang bisa jatuh kedalam sana.

Meski pensil terbuat sari kayu yang tak bisa menyakiti, tapi ujungnya yang membuat kita sakit.

Meski spidol berwarna warni seperti krayon, jika kita tekan lama lama diatas kertas, maka kertas itu akan berlubang. Itu menyakitkan bagi kertas. Bukan bagi spidol yang berpura pura tak melakukan hal itu.

Dan kini kertas akan jatuh cinta pada penghapus, bukan lagi pada pensil, krayon atau spidol yang menyakitkan itu.

AnalogiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang