No More Crazy Sales

457 16 0
                                    

Perkenalkan namaku Annindia Jenna Suwito. Aku biasa dipanggil Jenna atau J. Aku adalah anak tunggal dari pengusaha yang juga merupakan salah satu orang terkaya di Indonesia yang bernama Agung Suwito. Papaku adalah CEO dari PT. Agung Gandara yang bergerak di bidang properti. 3 tower apartemen yang terletak di Jakarta Selatan merupakan produk dari kantor papaku yang baru saja launching. Aku pernah menjadi mahasiswa UCLA jurusan English Literature and Culture, tapi aku DO karena aku merasa itu bukan jurusan yang menarik bagiku. Disamping itu aku tidak terlalu suka kembali ke masa lalu dan membaca yang berat-berat seperti karya sastra klasik milik Shakespeare, Dickens, ataupun Bronte bersaudara. Jujur saja membaca judulnya saja membuatku mengantuk. Maka dari itu papaku menyuruhku untuk kembali ke Jakarta dan melanjutkan kuliahku di salah satu universitas swasta di Jakarta.
Aku lebih suka belanja belanja dan belanja hingga aku ketahuan papaku kalau selama setahun aku tidak pernah masuk kuliah di Amrik sana. Belum lagi tabungan dan kartu kredit yang papaku berikan habis tak bersisa karena aku fans fanatik barang-barang bermerek. Sebut saja Gucci, Prada, Valentino, Chanel, DKNY dan lain-lain. Menyebutkan nama-nama brand itu saja sudah membuat aku tersenyum lebar. I love shopping! Apalagi pas ada crazy sales. I am totally crazy, literally. Sampai papa mendapat laporan kalau aku sudah menghabiskan uang sebesar dua ratus juta hanya dalam seminggu untuk membeli tas keluaran terbaru dari Chanel yang merupakan barang limited edition. Tas ini hanya ada 3 di Indonesia dan salah satu pemiliknya adalah aku. Mendengar aku menghabiskan uang yang cukup banyak hanya demi sebuah tas membuat papaku murka. Aku masih ingat semalam papa benar-benar mengamuk.
"Jenna, kau lihat tagihan kartu kredit ini. Kau benar-benar membuat Papa tidak bisa berkata-kata. Kau habiskan uang 200 juta dalam seminggu untuk sebuah tas ditambah lagi kerjaanmu hanya belanja dan berpesta pora dengan teman-teman dangkalmu. Apa kau pikir Papa tidak tahu dengan kelakuanmu. KAU BUKAN ANAK KECIL LAGI! Papa terlalu memanjakanmu dan selalu menuruti keinginanmu. Kau sudah berumur 26 tahun yang mestinya kau sadar kalau kau mesti bertanggung jawab dengan hidupmu. Mulai sekarang, semua fasilitas yang Papa berikan Papa tarik. Sinikan semua kartu kredit dan kartu debit juga kunci mobil. Mulailah kau mencari uang sendiri, biar kau menyadari betapa susahnya mencari uang. Kau juga harus sadar apa arti tanggung jawab. Dan mulailah juga cari tempat tinggal. Jika besok kau belum keluar dari rumah, Papa sendiri yang akan mengusirmu dari rumah."
Aku bingung apa yang harus aku lakukan. Papa tidak pernah semurka seperti semalam. Aku harus bekerja apa, karena aku belum pernah memiliki pengalaman bekerja.
Aku memutuskan untuk mengontak salah satu sosialita sekaligus sahabatku. Kami berjanji untuk bertemu di restoran Jepang karena kami sama-sama penggemar ikan mentah. Aku melihat sahabatku Farah dari jauh dengan kacamata hitam diatas kepalanya dan dress pendek berwarna biru yang memuat lekuk tubuhnya membuat banyak laki-laki melihatnya tak berkedip. Ditambah lagi killer high heels yang menambah seksi kaki jenjangnya bahkan membuat iri wanita lain.
Aku mengangkat tanganku memanggil Farah. Dia tersenyum melihatku. Aku pun berdiri mengecup udara pipi kiri dan kanan Farah. Biasa itu merupakan salam trademark para sosialita.
"As usual, you look fabulous!"kataku.
"Cheers! Ada apa, J? Tumben elo ngajak gue ketemuan. Biasanya elo mau keluar kalo udah gue paksa untuk berburu big sale barang branded."
"Farah...gue...gue miskin. No more crazy sales. No more branded stuff. Aku lalu menangis kencang.
"J...tenang. Jangan nangis kayak balita kehilangan maknya. Apa perlu gue serahin elo ke satpam? Elo buat gue malu. Coba liat semua orang perhatiannya tertuju ke kita."
"Elo harus tolongin gue, Far! Gue butuh pekerjaan dan juga tempat tinggal."
"Hah??? Emang elo beneran miskin? Kenapa? Bokap elo bangkrut, J? Kok nggak ada di tv or internet beritanya?"
"Hush...ngaco aja lo. Gue diusir bokap gue. Bokap dapat kiriman laporan tagihan kartu kredit gue yang udah off-limit. Itu gara-gara Chanel limited edition harga 200 juta, semua fasilitas dari bokap gue dicabut. Dan gue juga disuruh cari kerja dan cari tempat tinggal baru. Gue nginap di apartemen lo ya? Seminggu aja? Gue bakal cari kerja. Tapi... gue nggak pernah kerja dan nggak ada pengalaman. Elo juga tahu kalo gaji yang gue dapat pasti kecil banget buat pekerja tanpa pengalaman kayak gue. Terus gajinya mana cukup buat gue belanja. Elo juga tahu, gue nggak ada keahlian apa-apa kecuali shopping dan gue pintar membedakan mana barang kw dan barang ori."
"A beggar can't be a chooser! Udah tahu bangkrut, pekerjaan masih milih pula. Sekarang ini J yang penting elo nggak mati kelaparan. Sudah itu elo mesti nyari rumah supaya nggak kepanasan dan nggak kehujanan. Elo nggak bisa tinggal di apartemen gue numpang hidup dan berharap gue yang bayarin seluruh pengeluaran elo."
"Tajam bener omongan elo. Nih hati kalo bisa gue buka, gue tunjukkin ke elo kalo hati gue ini sedang berdarah oleh omongan elo. Gue ini lagi susah makanya gue minta tolong elo." Agak sakit juga mendengar omongan pedas bin nyelekit Farah.
"Ya sorry! Tapi omongan gue bener. Elo harus segera cari kerja. Ah...Gue baru ingat semalam sepupu gue yang baru setahunan ini balik dari Washington DC, cerita kalo dia lagi butuh guru privat untuk anak perempuannya. Dia bilang anaknya itu udah ganti guru privat sampe 6 kali. Padahal dia udah bayar mahal guru privat yang paling top se-Jekardah tapi tetep aja nggak bisa guru-guru itu ngendali'in anaknya yang ajaib itu. Dia udah putus asa nggak tahu lagi mesti nyari guru privat yang kemana lagi buat ngajar anaknya. Makanya dia minta tolong gue kali aja ada kenalan yang bisa jadi guru privat buat anaknya. Dia berani bayar mahal 10 juta tiap bulan asal tu guru privat bisa tinggal dirumah sepupu gue."
"Terus hubungannya ama gue apa?", aku bertanya bingung.
"J, elo tu bener-bener dong-dong ya! Elo kan lagi cari kerja dan cari tempat tinggal. Nah sepupu gue nawarin kerja dengan gaji fantastis dan rumah buat tempat elo tinggal sementara. Grab the chance!"
"Tapi gue nggak bisa ngajar. Malah gue yang keliatannya perlu diajari. Lagipula gue ini S1-nya jurusan bisnis. Nggak ada hubungan dengan mengajar sama sekali."
"Ya dicobalah! Elo hanya perlu ngajar membaca dan berhitung. Semua orang juga bisa membaca dan berhitung. Berita baiknya, elo nggak perlu keahlian yang kayak orang-orang diluar sana punya. Paling elo dituntut untuk lebih menggunakan bahasa Inggris pas ngajar. Bahasa Inggris elo kan jago. Mana elo pernah tinggal di Amrik walau disana kerja elo hanya shopping. Ini benar-benar peluang emas buat elo sekaligus elo bisa buktiin sama bokap elo kalo elo juga bisa cari uang sendiri."
Aku mengangguk membenarkan apa yang diomongkan sama Farah. Selama ini omongan kami hanya soal sale, branded stuff, dan party. Tidak ada girl-talk yang mendalam seperti sekarang ini. Farah memberikan nomor kontak sepupunya dan dia juga menyuruhku untuk menghubunginya sekarang juga. Setelah aku menghubunginya, aku disuruh mendatangi kantornya besok tepat pukul 12.00 on time.

****

Muka udah cantik, check! Baju check! Rok mini check! Stiletto check! Chanel Allure Perfume! Dan tak lupa tas Chanel limited edition-ku
yang menjadi penyebab aku diusir dari rumah juga berhasil aku bawa disamping baju-bajuku juga check!
I am ready! I'm gonna hit this city! Jekardah! Sambutlah wanita cantik ini!
Aku langsung memanggil taksi yang kebetulan lewat tepat ketika aku keluar dari apartemen Farah. Aku segera menyuruh pak supir menuju ke alamat yang diberikan Farah padaku. Sesampai disana aku terkagum-kagum dengan desain gedung pencakar langit yang juga merupakan salah satu perusahaan terkemuka di Indonesia yang bergerak dalam bidang alat-alat berat.
Aku melangkah ke kantor dan menemui resepsionis yang melihatku dengan tatapan seperti tidak pernah melihat wanita seglamor dan secantik diriku. Aku memberikan senyuman terbaikku dan mengatakan kalau aku ingin bertemu dengan CEO perusahaan ini dan aku sudah membuat janji. Resepsionis itu segera menelpon sekretaris CEO dan langsung menyuruhku ke lantai 20. Aku melihat papan nama gadis resepsionis itu.
"Terima kasih, Diana."
Tanpa mendengar jawabannya, aku segera berjalan menuju lift dan memencet lantai 20 sebagai tujuanku. Disana aku disambut seorang lagi gadis cantik yang juga sekretaris CEO. Aku memberitahukan namaku juga kalau aku sudah memiliki janji dengan bosnya.
"Nona Jenna, Bapak Aditya sudah menunggu Anda. Silahkan, Anda langsung masuk saja".
Gadis ini untuk ukuran seorang gadis cantik cukup ramah. Mungkin itu salah satu bene-factor yang membuatnya diangkat sebagai sekretaris CEO. Aku tersenyum.
"Terima kasih, Nona."
Aku segera masuk ke ruangan itu. Tapi ketika aku memegang gagang pintu, perasaan gugup dan cemas yang tadinya berkurang kini mulai menjadi berat. Dadaku berdetak kencang melebihi kencangnya bunyi beduk takbiran. Oke ini berlebihan. Tapi itu yang aku rasakan. Biar bagaimanapun aku tidak pernah membayangkan akan interview mencari pekerjaan untuk sesuap nasi. Aku adalah Jenna yang sejak lahir makan dipiring perak. Tapi lihatlah aku sekarang. Aku mulai dari nol. Aku menarik napas dalam-dalam lalu aku mengetuk pintu. Terdengar kata masuk dari suara laki-laki yang ada di dalam ruangan. Aku membuka pintu dan aku melihat tatapan tajam dan dingin penuh dengan intimidasi dari laki-laki yang sedang berdiri tampan dan berkarisma itu. Tidak ada senyum sedikitpun diwajah tampannya. Aura dingin nan misterius yang dia tampilkan tidak mengurangi ketampanannya tapi justru memperjelas siapa saja yang melihat kalau dia benar-benar tampan. Semoga aku diterima bekerja dan bisa berdekatan dengannya.

****

Precious Words for Kaitlin!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang