6

265 28 12
                                    

Lia's POV

"Lia?!" tubuhku gemetaran, dan pasti Zayn bisa merasakan itu karena ia mempererat genggaman tangannya untuk menenangkanku. Ketika aku menatap ayahku, ia menatapku dengan tatapan kemarahan, lalu aku langsung menundukkan kepalaku lagi, tidak berani menatapnya.

Zayn berdeham. "Ehm, Mr.Coll-"

"Lia, where have you been bitch?! and who the hell is this guy?!" ucapan Zayn terpotong oleh bentakan ayahku di depan wajahku.

"Sir, tolong jangan bentak dia," ujar Zayn sopan.

"Siapa kau? Apa hubunganmu dengan jalang ini?" what the heck?

"Sir, please-"

"Did she fucks you good huh?" kali ini ayahku sudah membuat Zayn jengkel.

"Pak, kau membicarakan hal yang sangat tidak masuk akal. Bisakah kau membiarkan aku berbicara sebentar?"

"Oke, begini, selama hampir se-pekan ini, Lia berada di rumah sakit karena ia mengalami koma, dan ia baru saja keluar dari rumah sakit. Dan aku tidak akan membiarkan Lia tingg--"

"Kau ingin membawa jalang ini ke rumah mu? Hah ide bagus, pergilah bersama jalang ini dan jangan pernah kembali." baru saja ayahku ingin menutup pintu, Zayn menahannya dengan kakinya.

"Kami membutuhkan pakaian." ujar Zayn dan langsung masuk ke dalam rumahku, tanganku masih berada dalam genggamannya.

Kami pun berjalan menuju kamarku.

"Ayo siapkan barang-barang serta pakaian yang kau butuhkan." ucap Zayn.

Aku mengambil koper merah ku dan memasukkan barang dan pakaian yang aku butuhkan ke dalam koper itu. Koper merah ku ini cukup besar sehingga semua barang yang aku butuhkan termuat di dalamnya. Zayn membantuku membawa koper merah ku ini.

---

Aku dan Zayn berada dalam perjalanan menuju rumahnya. Apa keluarga Zayn akan menerima keberadaanku disana?

"Hey, kau jangan khawatir tentang keluargaku. Aku yakin mereka akan menyayangimu seperti keluarga sendiri." Ujar Zayn tiba tiba dan ia memberikanku senyuman hangatnya. Apa dia bisa membaca pikiranku? Aku hanya membalas senyumannya.

"We're here."

Wow. Rumahnya sangat sangat besar. Rumahku tidak ada apa-apanya dibandingkan rumah ini. Zayn melambaikan tangannya di depan wajahku. Dan aku baru menyadari bahwa sedari tadi mulutku terbuka lebar. Oh my god, mungkin wajahku sekarang sudah semerah tomat. Aku pasti terlihat seperti orang idiot. Zayn tertawa kecil.

"Uhhh...." Aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal. Zayn keluar dari mobilnya dan membukakan pintu mobil untukku.

"Awh what a gentleman. Thanks." Aku segera turun dari mobil milik Zayn. Tangan kanan Zayn menggenggam tangan kiriku, sedangkan tangan kiri nya menggeret koper merah milikku.

"Let's go."

Aku gugup. Sangat gugup. Bagaimana tidak? Aku bahkan belum mengenal dekat dengan Zayn, apalagi keluarganya. Aku hanya takut keluarganya tidak menerimaku untuk tinggal dirumah mereka. Aku mengembuskan nafas gugup. Mungkin Zayn menyadari itu sampai ia berkata,

"Lia, sudah aku bilang jangan khawatir tentang keluargaku. Percayalah padaku, mereka akan menerimamu untuk tinggal bersama kami. Aku tahu, mungkin keluargaku belum pernah bertemu dan mengenalmu tetapi aku akan menjelaskan pada mereka bahwa kau akan menetap disini karena..." Zayn memotong pembicaraannya, menyadari bahwa aku tahu ia akan menjelaskan tentang ayahku.

"Zayn, kumohon."

"Mereka akan menerima dan menyayangimu, aku yakin." Zayn memberikan senyuman manisnya kepadaku. Aku pun membalas senyumannya dan mengangguk.

why me? ↠ one directionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang