006

8K 499 21
                                    

Saat kereta berhenti di Statsiun Lenteng Agung, naiklah seorang Ibu-Ibu membawa bayinya dalam gendongan.

Ibu itu berdiri di dekatku.

Dapat kulihat kalau bayi perempuan itu lucu sekali.

Ia sedang memegang spidol hitam dan mencoret-coretkannya pada selembar kertas.

Aku sedikit iba melihat Ibu itu.

Aku belum tahu mengenai aturan penumpang prioritas yang ada di Commuter Line.

Karena seharusnya Ibu itu dipersilakan duduk oleh penumpang lain.

Karena Ibu-Ibu membawa anak termasuk penumpang yang diprioritaskan untuk duduk.

Kalau di kotaku, melihat Ibu-Ibu membawa anak seperti ini tanpa adanya aturan prioritas, penumpang lain pasti akan memberikan tempat duduknya.

Berbeda sekali dengan di sini yang serba cuek dan tidak ada tenggang rasa.

Padahal sudah ada aturan penumpang prioritas.

Aku melihat banyak penumpang muda berpura-pura tidur tak peduli.

Aku jadi sedikit sedih melihat kondisi ini.

Kereta pun terus berjalan dan ntah mengapa kereta tiba-tiba bergetar hebat.

Tubuh Ibu-Ibu yang membawa anak itu oleng dan hampir jatuh.

Dengan sigap aku menahan tubuh Ibu itu agar ia tidak terjatuh.

"Makasih Mas" kata Ibu itu

"Sama-sama Bu, gapapa kan Bu ?" aku bertanya khawatir.

"Gapapa" jawab Ibu itu tersenyum.

"Ibu turun di mana ?" tanyaku.

"Di Stasiun Gondangdia Mas" jawabnya.

Aku lalu melihat di peta stasiun yang ada di dekat pintu keluar.

Stasiun Gondangdia ternyata sesudah Stasiun Cikini.

Sedangkan sekarang kami baru akan memasuki Stasiun Tanjung Barat.

Masih lumayan jauh.

Aku menjadi semakin iba melihat Ibu itu.

Kuberanikan diri membangun seorang pemuda di depankku, yang aku yakin sekali sedang berpura-pura tidur.

"Mas, Mas, berenti di stasiun mana ?" tanyaku membangunkannya. Ia pun pura-pura terbangun.

"Saya berhenti di Duren Kalibata Mas" jawabnya mengucek matanya.

Aku lalu melihat di peta stasiun yang ada di dekat pintu keluar.

"Bentar lagi donk, boleh nggak tempat duduknya untuk Ibu ini" pintaku kepadanya

"Boleh Mas" jawabnya dan kemudian dengan agak malas ia berdiri dan mempersilahkan Ibu tadi duduk.

"Makasih Mas" kata Ibu tadi yang ia tujukan kepadaku.

"Sama-sama Bu" jawab pemuda itu kege-eran.

Aku hanya tersenyum saja melihat kejadian itu dan kembali berdiri bergelantungan.

Beberapa saat kemudian baru kusadari kereta yang kunaiki ini tidak menggunakan AC sebagai pendingin.

Kereta ini hanya menggunakan kipas angin saja.

Pantas saja aku merasa sedikit kepanasan.

Beberapa kali aku menyeka keringat di wajahku dengan tanganku.

THE OFFICE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang