14. Audition Day (Part 2)

245 25 20
                                    

Calum's POV

Suara dentikan jarum jam dinding seakan makin membuat telingaku sakit. Aku berusaha untuk tidak terus menerus penasaran berapa lama ini akan memakan waktu. Dia sudah didalam sana sejak lima menit yang lalu dokter menanganinya. Reina mulai menutupi wajahnya dengan tangan yang bertumpu dengan lutut. Aku tahu ia menangis dan ini pemandangan yang sangat menyakitkan. Terlebih lagi saat sore tadi,

Aku melempar joy stick PlayStation milik George –teman sekelasku sejak TK. Aku sudah kalah permainan ini dengannya selama tiga kali berturut-turut.

"Kau payah, bung!", katanya lalu mematikan video game itu.

Aku melempar diriku ke sofa dan meminum soda langsung dari botolnya. Aku juga tidak paham kenapa aku begitu cupu hari ini. Soal main game, aku hampir tidak pernah kalah oleh George dan ia mengalahkanku hari ini. Kalah telak. Bukannya sedih atau apa karena aku kalah, karena kelakuan idiotnya itu aku jadi harus meneraktir nya makan pizza setiap hari Jumat pulang sekolah. Dan artinya aku tidak punya tabungan apapun sampai akhir minggu. Sialan.

"Ini hanya kebetulan saja,"aku menaruh botol soda tadi ke lemari pendingin berukuran kecil di pojok kamar George. Ia juga sudah memiliki lemari pendingin itu sejak taman kanak-kanak. Ia gemar makan tapi badannya tak pernah lebih gemuk dariku. Bakat.

"Jangan mengelak, Cal. Aku tahu kau memang payah sekarang-sekarang ini.", George duduk di sebelahku, lalu tangan sebelah kirinya mengambil tablet. Sejak kapan juga ia main tablet?

"Kau tidak mengerti..", aku menggeleng-gelengkan kepalaku untuk alas an yang aku sendiri juga tidak mengerti.

"Apa yang tidak aku mengerti? Bahkan aku tahu bentuk penis mu sejak kau masih 4 tahun idiot, dan kau masih mau bilang aku tidak tahu apa-apa tentangmu?."

Aku tertawa, "ya, kau tidak tahu."

"Katakan apa yang tidak aku ketahui, cepatlah.", tangan George memotong bolu seloyang yang Ibunya buat saat aku baru sampai di rumahnya.

"Apa gadis itu penyebab kau tidak fokus?", lanjutnya sambil menaik-naikkan alisnya seperti om om penggoda.

"Elsie?"

"Memangnya berapa gadis yang kau miliki, huh?!"

Ia membuatku tertawa lagi, "Hanya dia.. tapi George aku khawatir padanya."

"Apa yang membuatmu begitu? Ia sedang dekat dengan laki-laki lain?"

"Lebih parah dari itu."

"Kau serius?!"

"Penyakitnya.. aku takut kehilangannya. Aku takut tubuhnya terllau lemah untuk melawan—"

"Kalau kau ingin melihatnya bertahan lebih lama sampai ia sembuh, kau juga harus kuat, Cal. Lebih baik ia sakit parah seperti itu daripada ia melihat mu putus asa akan dirinya seperti ini."

"A—aku bukannya putus asa—"

"Tapi suaramu menunjukkan begitu. Pokoknya kau harus terus ada untuknya bagaimana pun kondisi—"

Ocehan George berhenti saat ponselku berbunyi. Dari Reina.

"Ada apa??", Tanya George saat aku selesai bicara dengan Reina.

Aku tidak langsung menjawab George. Aku merapikan barang-barangku dan mengambil jaketku yang terlempar asal di atas tempat tidur George.

"Kau mau kemana?"

PIECES OF SECRET / C.HTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang