Badai Pasti Berlalu

167 8 0
                                    

Jakarta, 30 Juli 1995

Koko dan Lilo bersembunyi di dalam kabin masinis. Mereka terlihat gemetar, dan sedikit takut. Dari luar terdengar suara tembakan dan ledakan, hampir mengalahkan suara klakson lokomotif.

Di luar, Mute dan Muti terlihat menembakkan peluru demi peluru untuk melumpuhkan Muta. Sedangkan Muta melemparkan bola-bola kecil sebesar kelereng, yang tampaknya itu adalah bom. Empu sudah tidak terlihat lagi. Mungkin ia berpikir bahwa ini bukanlah masalahnya, sehingga ia lebih memilih untuk menghindar dulu.

"Mute, jika begini terus tidak akan ada habisnya," bisik Muti sembari mengisi pelurunya yang sudah hampir habis. Mute tampak gelisah. Namun, kegelisahannya sedikit memudar. "Anak muda itu, kalau tidak salah cucu dari Turangga, kan? Pasti ia bisa membantu kita," kata Mute, "Aku akan mencoba mengalihkan Muta, kau datangi mereka." Mute berlari dari semak-semak dan berteriak sangat keras, yang tentu saja mendorong Muta untuk terus melempari bomnya.

Muti langsung berlari ke arah lokomotif, dan masuk ke kabin masinis. Di dalam, Koko dan Lilo nampak gelisah. "Muti? Apa di luar baik-baik saja?" tanya Koko gelisah. "Ya, kami sampai saat ini masih bisa mengendalikan situasi, tapi kami butuh bantuanmu," kata Muti. "Bantuan? Bantuan apa?" tanya Koko. "Turangga pasti sudah menyiapkan sesuatu untuk mengantisipasi segala kemungkinan, termasuk keadaan ini," katanya. Koko dan Lilo kebingungan. 'Alat apa yang bisa dipakai untuk melawan orang seperti Muta?" batin Koko. "Koko, aku tahu alat yang bisa dipakai," kata Robbie. Muti, Koko, dan Lilo nampak lega dan senang. "Kalau begitu, apa alatnya?" tanya Muti.

**************

Muta terus membombardir Mute yang bersembunyi di balik loket penjualan tiket. "Muta, apa tidak ada cara yang lebih baik selain ikut ARS dan mengkhianati sahabat sendiri?" teriak Mute. Muta menghentikan serangannya, dan Mute keluar dari persembunyiannya. "Kau benar, Mute," kata Muta, "Ada cara yang lebih baik." Muta menjentikkan jarinya, dan tiba-tiba muncul lubang waktu dihadapan mereka berdua. Dari lubang tersebut muncul sebuah bom raksasa. "Cara yang lebih baik, adalah membunuh kalian! HAHAHA!" teriaknya sembari mengarahkan gerak bom tersebut ke arah Mute. "Astaga, ia selalu menganggap serius kata-kataku," kata Mute seraya melarikan diri, "Siapa pun, tolong!" teriaknya.

Dari belakang Mute muncul lubang waktu, dan bom tersebut masuk ke dalam lubang tersebut. "Hah? Bagaimana bisa?!" kata Muta. Mute yang juga kebingungan melihat ke arah peron, dan mendapati Muti beserta Koko dan Lilo berlari ke arahnya. "Mute, kau tak apa?" tanya Muti. "Aku tidak apa-apa, tapi apa itu tadi?" tanyanya bingung. "Hehe, itu kreasi dosen tercinta kita-Turangga," kata Muti. "Yap, itu tadi adalah Pengalih Waktu," kata Koko. "Fungsinya mengalihkan sesuatu ke waktu yang berbeda," lanjut Lilo. "Oke, tapi kalian alihkan ke mana bom tadi?" tanya Mute lagi. "Hmm, kalau tidak salah 89 juta tahun yang lalu," kata Koko, "Itu tak masalah kan?" tawanya.

"KALIAN MEMBUATKU KESAL!" teriak Muta. Koko, Lilo, Mute, dan Muti teralihkan oleh teriakan Muta. "Uh-oh, dia marah," kata Mute, "Kalian punya rencana?" Koko dan Lilo tersenyum, "Kami sudah menyiapkannya!" kata mereka bersamaan. Muta menjentikkan jarinya kembali, dan kali ini yang muncul dari lubang waktu adalah dua lokomotif DD50. Koko, Lilo, Mute, dan Muti terpaku sejenak. "Oke, sekarang aku tahu mengapa lokomotif itu menghilang," lanjut Muti, "Mute, kita alihkan Muta untuk mengejar kita," lanjut Muti sembari menarik lengan baju Mute dan berlari ke arah utara stasiun. Muta tanpa berpikir panjang, langsung mengejar mereka.

"Kau siap, Koko?" tanya Lilo. "Aku selalu siap," kata Koko menekan tombol di Pengalih Waktu. Di atas Muta tiba-tiba muncul lubang waktu yang cukup besar. Dari lubang tersebut, muncul sebuah petikemas yang cukup besar, dan pintu petikemas tersebut terbuka dan memerangkap Muta di dalamnya. "Eh, keluarkan aku, bocah!" teriaknya dari dalam petikemas tersebut. Ia mencoba menjentikkan jarinya, berharap sesuatu akan muncul untuk membantunya keluar. Sayangnya, tidak ada lubang waktu yang muncul. "Loh, bagaimana bisa?" kata Muta. "Hehe, analisa Robbie tepat sekali," kata Koko, "Itu adalah petikemas edisi baru, yang memiliki anti-barrier untuk mencegah pencurian melalui dimensi dan waktu," lanjutnya. Mute dan Muti tersenyum lega. "Akhirnya selesai juga masalah kita," kata Muti. Mute termenung sejenak. "Tunggu sebentar," kata Mute. Ia berlari mendekati petikemas tersebut. "Mute, apa yang kau lakukan?" tanya Muti bingung. Mute berdiri tepat di depan petikemas tersebut, dan ia mulai menyanyikan sebuah lagu.

Stasiun WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang