I

180 10 4
                                    

pergi puluhan kilometer dari kehidupan normal adalah pilihan, aku menjauhkan diri dari segala hal tentang pria itu bahkan aku meninggalkan dunia ku demi melenyapkan semua ingatan tentangnya, semua kenangan, semua peristiwa menyakitkan.

Demi menghapus semua rasa sakit yang dia beri untuk ku, aku rela menukar semua ingatan ku dengan kekosongan.

Aku menutup semua celah sekecil molekul air sekalipun dari semua bayangan tentang dia.

Aku masih menyebut ini cinta meski di dalam luka yang masih dialiri lahar panas dijantungku.

Aku masih merasa ini cinta walau luka yang kurasa sebanding dengan cinta yang ku miliki untuk nya.
Aku tak menyesali ini sebagai sebuah kesalahan, rasaku untuknya mengalir begitu saja.

Aku tak berani menyalahkan waktu ataupun keadaan, meskipun logika merutuki ku dengan semua umpatan namun aku tetap memenangkan perasaan saat memutuskan menerima perasaan itu dalam hidup ku, membenarkan apa yang kami rasa waktu itu.

Aku duri dalam sebuah lingkaran yang akhirnya membentuk segitiga menyakitkan antara aku, dia dan wanita itu.

Sebut aku pengecut yang memilih pergi setelah menghancurkan sebuah lingkiran yang berputar indah pada porosnya. Sebut aku pecundang yang lari dari kekacauan oleh ulah ku sendiri.

Hamparan sawah masih terlihat sepanjang pelarian ku, kereta yang ku tumpangi berirama teratur menuju tempat yang akan ku tuju, aku tak tidur semalaman, puluhan kilometer aku telah jauh tapi hati dan pikiran ku masih membawa semua ingatan yang nyatanya ingin ku tinggalkan sejauh aku pergi.

Getaran telpon genggam dalam tas mengalihkan pikiran ku tentang ingatan kelam yang ingin ku lupakan

Ibu calling...

Wanita super yang selalu menjadi rumah bagi ku, dimana pun aku berada, perisai bagi ku untuk menghadapi dunia yang penuh drama.

" halo, bu ? "

" kamu baik-baik saja nak ? "

Ujung suara ibu membuat haru dihati ku, tak bisa kucegah saat embun mulai keluar dari bola mataku

" Arimbi baik-baik Saja bu "
jawabku dengan senyum yang ku paksakan demi menyembunyikan raut wajah sedih ku seolah ibu berada didepanku.

" kamu sudah tidak terlalu kecil untuk membohongi ibu nak "

Terenyuh, ku gigit bibir demi meredam suara tangis ku yang semakin ingin meledak

Tuhan, bantu aku untuk selalu kuat menahan rasa inii

Ku balas ucapan ibu dengan helaan saja.

" apapun masalah yang sedang kamu hadapi dengan Braga, ibu selalu mendo'akan kamu selalu baik-baik saja. Selalu percayakan diri sendiri untuk mengambill setiap langkah yang akan kamu pilih Arimbi "
Nasehat ibu

" iya bu, Arimbi hanya butuh menenangkan diri " balasku dengan senyum sesungguhnya

" pulanglah jika kamu membutuhkan bahu ibu ini untuk menangis " goda ibu ku yang ku sambut dengan tawa kecil.

" ya sudah, hati-hati kemanapun kamu pergi nak "

aku merasakan kedamaian merambat masuk ke jantungku yang sedang terluka

" iya bu. "

Aku kembali diam, meneruskan kilometer kilometer berikutnya yang ingin ku tinggalkan dibelakang.

Lelah,

jika saja aku lebih kuat dan tidak sepengecut ini untuk terus menyelam dalam luka sendiri dan berjuang demi apa yang seharusnya ku miliki tanpa ada kata menyerah dengan alasan apapun.

Persetan akan tenggang rasa yang selalu melemahkan ku. Pikiran ku meracau atas aku seharusnya begini atau aku seharusnya tak begini.

***

Flashback on

" Bi, tolong dengarkan saya!!"

Pinta pria itu sambil menahan bahu ku. Aku sungguh enggan menatap wajahnya. Luka ku langsung terasa sangat nyata saat menatap mata teduh itu melihat ku penuh harap.

" apa yang perlu aku dengar sudah ku dengar semua dari wanitamu "
jawab ku datar. Dia hanya diam, tersiksa dengan rasa bersalahnya yang sangat tak ingin ku pedulikan

" tolong buat ini mudah, jangan pernah lagi muncul disini, jangan mencoba untuk menghubungi ku, masalah kita cukup kita jelaskan kepada keluarga masing-masing, kita selesai disini "

aku menghempas tangannya dan mencoba beranjak pergi sebelum cengkramannya menahan kepergianku.

" Arimbi, saya mohon, jangan tinggalkan saya,paling tidak sampai hari terakhir saya disini "

Gemuruh didada ku terasa semakin keras, pria yang sangat ku sayangi memberikan sebuah permintaan manis namun dengan kondisi yang menyakitkan untukku. Dimana hatinya ?

Aku tersenyum miris menatapnya, perlahan menghela nafas demi mengatur gemuruh yang sebentar lagi berganti hujan.

" kamu bahkan sudah tidak pantas memintaku untuk tetap tinggal "

Ucapku akhirnya.

Jika bisa ditelan sudah kutelan semua air mata ini agar tetap bisa menjaga harga diri ku dimata dunia untuk tidak menangisi lelaki pengecut ini.
Dia hanya diam menatap kepergian ku.

***

Flashback off

***

Aku berdiri meregangkan otot ku yang kaku karna duduk semalaman sepanjang perjalanan. Kereta berhenti disalah satu stasiun kecil. Aku ingin mencoba memejamkan mata mencoba berdamai dengan pikiran sendiri, meminta sedikit celah kosong yang bersih akan ingatan buruk kemaren. Jika lupa ku tak mampu, izinkan aku sedikit menepi dari ingatan itu, aku ingin damailah hati ini dalam kemelut yang tak lelah menjerat jiwa.

Ku nyalakan mp3 di ponselku, ku tutup telingaku dengan benda kecil ajaib itu, alunan lagu one last time milik Ariana grande ku harapkan mampu membawa ku pada ruang kosong diotakku. Aku sejenak tertidur dan lupa.


Ekhhmmm.....
Perdana nyobain nulis di wattap
Semoga ada yang suka biar aku semakin semangat belajar nulisnya.
Tinggalkan jejak ya teman2 watty

Salam kenal.
Jayjay_

Braga LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang