04.16 wib
Kereta kembali berhenti, aku terbangun dari tidurku. Aku tak lagi sendiri duduk disini, ada dua orang lain yang sekarang duduk dihadapanku, seorang Perempuan berhijab yang mungkin seumuran denganku dan seorang lelaki yang sedang tertidur. perempuan itu tersenyum menyapa ku. Aku pun tersenyum padanya sambil memperbaiki duduk ku.
Sejenak aku berpikir berkhayal layaknya cerita-cerita fiksi yang sering retno dongengkan padaku. Sahabat kecil ku yang sudah kuputuskan akan kudatangi dari perjalanan ini.
Mungkin saja aku menemukan cinta diperjalanan ini, atau bisa saja aku jadi duri lagi dalam hubungan dua orang yang sedang berada dihadapan ku. Aku tersenyum licik memandang pria dan wanita dihadapanku.
" Aggghhhh........"
Aku mengerang kesal. Pikiran apa itu.
" kenapa mbak ? "
wanita itu terkejut mendengar teriakan kecil ku.
" maaf, tiba-tiba saja migrain ku kambuh " ringisku menjawab asal.
Oh tuhan, betapa malunya aku. Kenapa pikiran buruk masih saja bisa terpikir disaat buruk seperti ini." ini aku ada obatnya mbak "
wanita itu mengambil sesuatu dari dalam tas kecilnya. Aku ragu-ragu menatapnya" itu benar-benar obat sakit kepala bukan obat tidur atau semacamnya "
Laki-laki yang ku kira tidur itu tiba-tiba berbicara. Apa maksudnya ? Apa aku begitu terlihat takut menerima obat dari istrinya ?
" maaf ? " kata ku padanya
" maaf mbak, mas ku emang gitu orangnya, ga usah ditanggepin ya mbak " perempuan berkerudung itu kembali tersenyum padaku. Aku mengambil pil kecil yang dia berikan.
" makasi ya " aku tersenyum padanya.
Dia kembali tersenyum padaku " sama-sama mbak "Aku membuka ransel ku, mencari air mineral yang ku bawa dari rumah sebelum aku berangkat memulai perjalan ini.
Yahh.... air yang tersisa tak cukup untuk ku menelan butiran kecil itu. Aku berdiri mencari lihat petugas kereta yang biasanya mondar mandir menjajakan jualannya.
" ini "
ucap pria itu lagi pada ku, dia meletakkan botolan air mineral dimeja kecil yang menjadi penengah jarak antara kami.
Aku menatapnya diam.
Yeaaayyy......! Cinta fiksi ini baru saja dimulai.
Aku mulai menjelajah didunia fantasi ku. Akan ada cinta di perjalanan ini, layaknya novel, konflik-konflik akan bermunculan sebelum akhirnya akan happy ending.
" retno, gue baru aja ngalamin kejadian salah satu part di novel yang lo tulis " bisikku dalam hati.
" ini beneran air minum, masih baru kok " ucap pria itu lagi padaku sambil mendekatkan mukanya ke arah ku. Aku menelan savila ku.
Degdeg
Apa ini ? Tentu saja tidak, tidak ada roman picisan ala-ala novel disini. Kami murni hanya penumpang kereta biasa layaknya orang lain. Bertemu hanya saat ini dan berpisah saat sudah sampai pada tujuan masing-masing
" te.. terima kasih " ucapku.
Apa ? Yang benar saja aku gugup, tidak aku tidak gugup, matanya memang sedikit hijau atau biru, entah seperti danau singkarak ataupun danau maninjau di sumatera sana.
Tapi itu benar-benar mata yang indah.Baiklah aku mulai memujinya.
" iya itu baru kok mbak, masih ada segelnya " wanita itu membuyarkan imajiku. Aku terseyum berusaha tidak kikuk padanya
Aku dengan terpaksa menelan pil kecil itu. Migrain dari mana ? Ini kecerobohan namanya. Aku berhayal yang tidak-tidak dalam perjalanan ku untuk menjauh dari Braga.
" Braga..."
Lirih ku, pria itu benar-benar tak bisa benar-benar meninggalkan ku atau aku yang tak bisa benar-benar melupakannya. Kulirik keluar jendela kereta. Cahaya terang sudah mulai merambat ke langit bumi, pagi pertama ku menjauhkan diri dari luka. Aku menertawakan diri sendiri, luka mana yang bisa ku jauhi ? Sementara hati yang terluka masih berdenyut didalam tubuhku. Tubuh yang juga kubawa pergi.
Pengecut
Entah aku entah Braga yang ku sebut pengecut. Aku menghirup nafas panjang sambil kembali menarik penglihatan ke dalam kereta, pria yang berada didepanku sedang menatapku
Aku mengalihkan tatapan, kembali mengaduk tas kecil dipangkuanku, mengambil kembali telpon genggam yang ku ganti profil menjadi silent setelah semalam bunda menghubungiku.
Ku ambil benda kecil itu dan menekan lama salah satu tombolnya
11 misscalled
Braga
Pranata jaya
Kantor7 message
Braga
Pranata jaya
Retno
Magenta
ZyvanaBisakah aku benar-benar meninggalkan mereka dibelakang ?
Aku membuka pesan dari retno yang ternyata menanyakan keberadaan ku. Dan kubalas dengan mengabarinya aku akan tiba ditempatnya pagi ini.
Ragu ragu aku menatap nama Braga di layar ponselku." melarikan diri, huh ? "
Pria itu bersuara lagi. Aku tantang kedua mata danaunya, sedikit emosi karna bisa-bisanya dia menebak sebuah kebenaran, dia balas menatap ku, dengan satu senyuman yang menurutku sangat manis, tapi juga meremehkan.
Aku memalingkan pandanganku dari matanya, kembali ku hirup nafas dan mencoba tak menghiraukannya, kulirik wanita berkerudung disampingnya, terlelap pulas dibahunya. Betapa malangnya mendapat suami seperti pria ini, jelas-jelas dia disampingnya tapi sang suami masih mempedulikan wanita lain.
" maaf ? "
Aku Tetap mencoba sopan pada orang asing ini.
" lari cuma mempertegas kalo kamu seorang pengecut nona "
ucapnya menatapku dalam, aku tercekat, tersigung dengan ucapannya meskipun itu benar.
Benar aku pengecut, benar aku lari, lari dari kekacauan hidupku sendiri, tapi tunggu, ini bahkan bukan urusannya. Dia hanya orang asing didalam kereta, bukan seseorang yang berhak untuk memberi penilaian atas apa yang aku lakukan.
Aku tetap diam menatapnya dengan tatapan menerkam.
Tapi pria itu masih menatapku dengan senyum di wajahnya.
Aku lebih memilih tidur menjelang kedatangan ku sebentar lagi dari pada harus saling tatap dengan pemilik mata danau itu.Haii.... maaf ya kalo tulisan ini masih terasa abal-abal..
Tapi plis, kalo ada yang mampir tinggalin jejak biar aku semangat ngelanjutinnya.
Makasih buat yg vote pertama kali dan masih satu-satunya.
Makasih juga buat yg udah nambahin cerita ku ke list library nya.
Buat liaseptiani dan endofthesky pembaca pertama ku.
Makasii bnyaknya...
Love you.Salam jayjay_
KAMU SEDANG MEMBACA
Braga Luka
Romance" Hidup adalah misteri " merupakan kata keramat yang tak bisa dilawan dengan keangkuhan apapun. Kau boleh bahagia hari ini, tapi tak menutup kemungkinan kau akan menangis esok hari. Arimbi : cinta tak dapat ku tolak begitu juga luka yang tak bisa ku...