Aku tak tahu apa yang terjadi setelah puluhan domba yang ku hitung tak mampu membuat ku tertidur, tapi yang pasti pagi buta ini aku terbangun dalam pelukan Jaya, disofa diruang kerja Retno. Sudah ku putuskan untuk mematikan semua rasa yang ku miliki. Aku memang sangat menyayangi Jaya, dan karna hal itu pula lah, kekecewaan dihati ku terhadap Jaya menjadi lebih besar. Aku tak ingin merasakan apapun lagi. Aku lelah terhadap Braga maupun Jaya.
Aku tak percaya lagi cinta.
Jaya mengeratkan pelukannya padaku, ku pandangi muka pria tampan di depan mata ku ini, jaya adalah bentuk sempurna dari wujud seorang pria, alis matanya yang tebal teratur rapi, hidungnya yang mancung dan rahang yang kokoh, hal ini lah yang pertama kali membuat ku tak bisa untuk tak meliriknya dikelas semasa kami kuliah dulu.
Aku sakit mengenang Jaya, karna dia pula aku akhirnya berlabuh pada Braga yang akhirnya ikut mengukir luka dijalan hidup ku. Braga dan Jaya mereka sama. Sama-sama bisa membuat bahagia sekaligus memberi luka.Aku membenamkan wajahku pada dada Jaya. Masih tersisa aroma yang menusuk nusuk jantung ku disana. Kesadaranku mencambuk. Mengingatkan ku untuk segera menjauh dari laki-laki yang semalam meninggalkan ku ini.
Aku mencoba melepas pelukan Jaya dari tubuh ku. Aku harus menjernihkan pikiran ku dari semua kejadian ini. Aku sungguh sudah tidak tau apa yang kurasakan terhadap semuanya.
" love..." Jaya terbangun dari tidurnya. Semakin mengeratkan pelukannya, dan menjadikan bahu ku sebagai sandaran " jangan pergi " ucapnya lirih. Aku terdiam, dan mengusap punggungnya pelan, balas memeluknya dan meletakkan dagu ku dikepalanya. Aku benar benar kacau. Otak dan hati ku benar benar tak bisa satu suara.
" aku gak suka aroma kamu " ucap ku pelan di kepala Jaya.
" maafin aku, jangan tinggalin aku gara-gara ini " balas jaya.
" lalu membiarkan kamu yang pergi meninggalkan ku ?" Pertanyaan lirih itu, membuat kami sama sama berhenti bernafas, diam dan hening. Entah apa yang membuat kami hanyut dengan pernyataan ku.
Jaya membuka matanya yang sedari tadi tertutup, mata mengantuk itu menatap ku sendu. Dan mata bengkak ku tak ingin lama lama menatap mata itu." love, kita nikah ya "
***
Flashback
Jaya mengetuk ngetukkan jemarinya gelisah ke meja cafe yang dia tempati, berkali-kali menatap benda kecil yang tak henti dipandanginya.
Arimbi yang dia hubungi tak kunjung balik menghubunginya, dan dia cukup sadar diri untuk tidak menghubungi gadis itu kembali.
Sebagai orang kedua dalam kehidupan gadis itu dia sadar betul ada batasan yang tak bisa dilangkahinya.
Jaya kembali melirik ponsel yang tergeletak disamping secangkir kopi yang sudah dingin.
Dia tahu saat ini gadis yang dia tunggu sedang bersama pria itu. Pria yang juga cukup dikenalnya dengan baik.
Sejak terakhir Arimbi menghubunginya, dia memilih duduk menyendiri di cafe tempat biasa dia dan gadis itu berbagi waktu. Mendadak pria itu malas melakukan apapun selain memikirkan Arimbi.
Diluar hujan mulai turun, dari balik jendela kaca Jaya masih bisa melihat para pekerja proyek yang sedang ditanganinya sibuk menyelamatkan peralatan kerja mereka dari hujan.
Jaya kembali menyeruput secangkir kopi yang dari tadi menemani gelisahnya menunggu Arimbi, sambil melirik jam analog yang melingkar di pergelangan tangannya
Ini sudah sore, sudah seharusnya dia menghubungi ku
Batin pria itu.
Diujung kesabarannya, dia kembali meraih benda pipih yang terletak disamping kopinya yang tak lagi panas.
Buru-buru pria itu membuka aplikasi chat Arimbi
KAMU SEDANG MEMBACA
Braga Luka
Romance" Hidup adalah misteri " merupakan kata keramat yang tak bisa dilawan dengan keangkuhan apapun. Kau boleh bahagia hari ini, tapi tak menutup kemungkinan kau akan menangis esok hari. Arimbi : cinta tak dapat ku tolak begitu juga luka yang tak bisa ku...