Arimbi Senja

41 5 0
                                    

Pagi ini aku masih bergulung dalam selimut dikamar kecil Retno, seperti biasa tak butuh waktu lama bagi Retno untuk memaksaku melepaskan sumbat yang sedang tertanam di lubang hati ku.

Aku kalah dan ingin menyerah, Braga yang mengukir luka pada setiap perasaan dan harga diri ku nyatanya masih bisa membuat ku hampir mati karena merindukannya.

Hampir mati karena pertarungan sakit dan kerinduan yang tak boleh diketahuinya ini.

" jadi tujuannya menghubungi lo cuma pengen sekedar menjaga silaturahmi non ? "

Retno tak berkedip menatapku.
Aku diam

" ga ada penyesalan atau rasa bersalah setelah apa yang udah dia hancurin ? "

Aku menelan ludah, pahit yang ku rasa bukan karena savila ku yang seakan terasa seperti empedu. Aku seperti tercekik keadaan dan kenyataan.

Tak ada pembelaan untuk Braga dari hati ku meski dibaliknya masih ada cinta yang mungkin belum berkurang

" gue bisa apa sih No, selain mundur dan sadar diri. Lo, gue, kita semua sama-sama tau kisah ini dari awal, bukan sepenuhnya salah Braga, bukan juga sepenuhnya salah perempuan itu "

ucapku lirih nyaris hanya sebuah hembusan

Retno tersenyum masam melihatku, perpaduan antara prihatin, kesal dan iba.

" jangan coba melindungi Braga dengan menyalahkan diri sendiri non, meskipun lo bakal bilang kalian dijebak oleh keadaan, tetap aja dimata gue ini semua salah cowok brengsek itu! "

Kami sama-sama diam, Retno menghampiri ku, memelukku, memberiku tempat untuk menguapkan semua rasa yang berpadu menjadi sebuah kepahitan. Sesak yang membuncah didada ku luapkan melalui tangisan pilu dipelukan Retno.

" gue benci tapi gue sayang " bisikku dalam tangis.

Retno mempererat pelukannya, sementara aku memperdalam tangisanku. Sakitnya seperti jantungku diremas dengan kekuatan sempurna.

" gue yang bakal jadi tameng lo non, gue ga bakal ijinin tu cowok pengecut buat bisa sekedar mendengar suara lo lagi "

Aku semakin seperti pengecut, lari dan bersembunyi menghindari kenyataan namun tak bisa menghindari tangisan yang memaksaku melepaskannya,

Cinta yang kutitipkan pada hati yang salah mempermainkan ku sedemikian rupa, kebohongan, penghianatan, pengakuan yang menyakitkan, harus bisa ku terima demi tanggung jawab atas pilihan yang telah ku tentukan.

Tak ada yang pantas ku salahkan bukan ?

Tak hanya sisi ku disini, ada orang lain yang terlibat yang mungkin saja juga merasakan sakit seperti yang kurasakan.

aku masih berperang dengan ego dan ketenangan jiwa ku.

Ego ku menolak untuk tidak berprasangka baik kepada mereka yang telah menyakitiku.

Ya.. mereka berdua menyakiti perasaanku, menghancurkan impianku, merusak ketenanganku.

Apa Aku sudah benar-benar gila ?
Masih karna Braga yang slalu memberi luka.

" lo datang kesini jauh-jauh selain buat nangis juga buat melupakan kekacauan hidup lo kan non ? "

Goda Retno disela-sela tangisanku.
Aku tersenyum menatap sahabat ku itu.

" lo punya rencana apa buat gue ? " tantangku.

Retno tersenyum usil sambil berlalu, dia mengambil smartphone nya yang ditinggalkannya diatas meja.dia menelpon seseorang, aku tak bisa mendengar pembicaraannya, tapi dari gerak geriknya, aku tau ada satu kejahilan yang akan dia lakukan.

Braga LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang