chapter 4

12.5K 1.1K 18
                                    

Revisi : 17 Juli 2016


—Nara Pov—

"Menjadi istriku selama satu tahun."

Apa? Menjadi istri seseorang yang tidak dikenal sebelumnya adalah hal paling gila yang pernah aku dengar.

"Kau sehat?" tanyaku polos. Aku tidak tahu cara berpikir lelaki di hadapanku ini. Dia tampan. Kaya. Baik? Tapi aku tidak yakin dengan yang satu ini. Dengan semua yang ia punya, pasti sangat mudah bukan untuk memikat hati wanita.

"Pertanyaan macam apa itu?" dia sedikit tidak terima dengan pertanyaanku tadi. Aku memiringkan sedikit kepalaku sambil memikirkan ajakannya tadi. Ini pernikahan oke. Pernikahan bagiku hanya satu kali seumur hidup. Tidak ada kata cerai di dalam kamusku.

Bingung. Inilah yang aku rasakan saat ini. Haruskah aku mengorbankan kebahagiaanku?

Tapi jika aku mempertahankan egoku, bagaimana dengan Nami? Cuma dia yang aku punya di dunia ini.

"Apa tidak ada syarat yang lain? Pernikahan itu bukan permainan tuan Oh, dan apa kamu lupa? Kita baru berkenalan hari ini. Bahkan nama kamu saja aku tidak tahu."

Sehun hanya mengangkat bahunya cuek. Aku rasa dia benar-benar pria gila. "Aku Oh Sehun dan kamu Kim Nara. Tidak ada syarat lain. Aku hanya mau kamu menjadi istriku. Aku memberi kamu waktu hingga besok. Aku harap jawabanmu tidak mengecawakan. Kamu tidak mau 'kan jika penyakit adikmu semakin parah?"

Setelah mengatakan itu dia pergi begitu saja. Kamu tidak mau 'kan jika penyakit adikmu semakin parah? Shit. Tentu saja tidak. Aku sangat menyayangi Nami lebih dari diri aku sendiri.

Sepertinya, aku sudah tahu jawabannya dan semoga saja pilihanku tidak salah.

*******

Aku memandangi wajah mungil di hadapanku ini. Dia sangat manis bak bidadari. Setidaknya itu menurutku. Ya dia adalah Nami. Adik yang paling aku sayangi. Sedang terbaring lemah dengan berbagai macam selang di tubuhnya. Ia benar-benar tidak berdaya. Berbeda dengan Nami yang kulihat kemarin.

Ya Tuhan. Jika bisa, aku ingin sekali menggantikan posisi Nami. Mengapa harus Nami? Ia terlalu kecil untuk menghadapi cobaan berat ini.

Ceklek

Minri berdiri di ambang pintu. Air mata telah mengumpul di pelupuk mata coklatnya. "Apa yang terjadi dengan Nami? Maaf tadi aku pulang tanpa pamit karena appa meneleponku."

"Tidak apa-apa Minri. Nami..." aku tidak dapat meneruskan kalimatku. Aku hanya menangis sesenggukan. Minri yang melihatku bingung. Ia tahu ada yang tidak beres dengan semua ini.

"Katakan! Bagaimana keadaan Nami? Mengapa di tubuhnya ada bermacam-macam selang?"

"Nami, dia t-terkena kanker otak stadium awal Minri." Tangisku pecah setelah mengatakan itu. Kulihat Minri pun juga sama. Ia menangis tapi dalam diam. "Nami bisa sembuh 'kan? Kumohon jawab iya."

Aku mengangguk kecil. "Iya, dan Nami harus dioperasi. Kemungkinan sembuh sebesar lima puluh persen. Tapi..."

Minri memotong ucapanku dengan cepat. "Berapapun biaya-nya, akan aku tanggung Nara."

EMERGENCY WIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang