-Adhitama
"Kak, ini"
"Wah makasih Dea" aku segera mengambil es krim yang baru saja dibelinya dari toko samping rumah sakit.
Hari mulai terik. Matahari sudah ada tepat di atas kepala, rasanya otak seperti hampir mendidih dibuatnya. Dea yang peka melihat gelagat anehku pun akhirnya membawaku ke toko ini. "Beli es krim dulu yuk kak, sekalian numpang ngadem" begitu katanya tadi. Jadi, disinilah kami. Duduk santai sambil menikmati es krim stick harga lima ribuan.
"Ternyata, Jakarta memang panas ya? tidak seperti di Bandung" ucapku jujur sambil membuka satu kancing atas kemejaku.
"Belum sehari loh, masa udah rindu aja" Dea terkekeh geli. Gadis ini benar. Rasanya, aku belum bisa kembali menyesuaikan diri di tempat kelahiranku ini. Mungkin, karena sudah terlalu nyaman di Bandung. Entah itu suasananya ataupun orang-orangnya.
Hari ini, hari pertamaku kembali menginjak kota ini lagi. Karena berbagai hal, aku akhirnya harus pindah dan kembali kesini. Sebenarnya, aku tidak mau. Di Bandung, sudah kutemukan bahagiaku tetapi, disini ada yang harus aku jaga. Bukankah jika kita ingin meraih sesuatu yang lebih berharga kita harus berani melepas apa yang sudah ada di genggaman? Benar. Aku tidak seharusnya serakah. Aku disini untuk sosok yang berharga. Dia membutuhkanku. Meski aku tidak suka tetapi, harus tetap kulakukan.
Krriiingggg!
Ponselku tiba-tiba berdering. Sebenarnya, panggilan ini tidak ingin ku angkat setelah membaca nama yang tertera pada layar tetapi, gadis di sampingku ini sedari tadi hanya memelototiku dengan tatapan mengancam.
"Kalau tidak diangkat, nanti Dea tanya mama!" kurasa begitu maksud tatapannya. Dengan segera kugeser tombol hijau itu, semata-mata hanya karena tidak ingin membuat wanita berhargaku khawatir. Itu saja.
Panggilan terhubung dan suara berat itupun langsung menyapa dengan nada tegas memerintah.
"Adhit, setelah dari rumah sakit kamu langsung ke sekolah adek kamu. Papa ga bisa nemenin jadi, kamu sama asisten papa aja. Dia sudah mau jemput kesana. Kamu tunggu saja di Lobby-"
"Pak, rapatnya sudah mau dimulai" itu suara sekretarisnya. Aku menarik nafas ingin bicara tetapi, kuurungkan karena hanya ada suara grasak-grusuk di ujung sana. Hal itu membuktikan bahwa ia sedang terburu-buru sehingga lupa menyambung perkataannya. Sudah dapat dipastikan ia sedang menyiapkan segala berkas dan keperluan untuk menunjang keberhasilan rapatnya yang sangat penting itu.
"Sudah dulu. Papa masih ada urusan" Panggilan berakhir dengan telepon ditutup secara sepihak. Sedikit kesal tentu tetapi, sudah biasa. Sebab pria yang ada di seberang sana adalah orang sibuk yang suka mementingkan diri sendiri. Jadi, wajar saja jika selalu memutuskan apapun secara sepihak, bahkan dalam perkara telefon menelfon sekalipun.
"Kak, kok ga ngomong?" Dea yang sedari tadi memperhatikan kebungkamanku, kini angkat suara.
"Nih, udah dimatiin" ujarku seraya menyodorkan ponselku sebagai bukti. Jaga-jaga, siapa tau dia tidak percaya jika panggilan ini sudah kujawab.
"Papa sibuk kak." ucap Dea perhatian sambil menggenggam tanganku.
"Iya tau, yuk ke lobby. Nanti asisten papa jemput" aku menggandengnya, mengeratkan genggaman yang sudah ia berikan. Jika tidak ada Dea dan Mama, aku takkan mungkin sekuat ini.
"Emang kita mau kemana? ga pamit dulu sama mama? Lama ngga perginya?" Sesampainya di lobby rumah sakit, Dea pun menyerangku dengan pertanyaan-pertanyaannya.
"Ngga usah. Mama lagi tidur. Ga boleh diganggu. Jarang-jarang kan mama bisa istirahat" Jawabku sambil mengelus puncak kepalanya yang ia balas dengan anggukan kecil tanda setuju.
"Terus, kita mau ke sekolah kamu dan ga akan lama kok" lanjutku lagi.
"Jadi, kak adhit juga bakalan sekolah di sekolah Dea?!"
"Iya." Mata Dea berbinar. Sepertinya terlalu senang dengan kenyataan yang sedang terjadi.
"Jadi, nanti Dea bisa pulang pergi sekolah bareng kak adhit? Wah seru dong!" aku hanya mengangguk sambil terus tersenyum padanya. Bahagia? Tentu. Siapa yang tidak ikut bahagia jika orang yang begitu dicintai tersenyum seperti ini.
"Eh kak, itu asisten papa kan?" Dea menunjuk-nunjuk mobil yang sedang menunggu depan Lobby rumah sakit.
"Eh iya, Ayok"
---
3:03 - Minggu, 2 Juni 2019.
-ZiwewHai kali ini ada cogan lagi! Dia dari Bandung! Namanya Adhit, bukan Dilan 😂 soalnya dia ga romantis :v
"Yah maaf. Setidaknya aku tetap ganteng" sahut adhit bangga sambil menyisir rambut dengan tangannya asal. (Sok kecakepan)
"Hei dhit! Welkam! Btw Semoga kalean syuka yah! Jangan lupa voment! Uh Chynta! " ucap Arsya seraya memberi simbol hati ala oppa korea kepada gadis mandja Pecinta cogan.
Mon maap Zi memang suka nistain Arsya. Wkwkwk😂