DELAPAN

1.3K 64 0
                                    

-Anas Tsaqib Maula Shiddiq

Lampu telah hijau dan jalanpun tidak begitu padat. Aku akhirnya dapat bernafas lega. Mungkin nasib baik sedang berpihak padaku hari ini.

Akupun kemudian mempercepat laju mobil saat ponsel di sakuku kembali berdering. Itu panggilan kesembilan dari adikku yang garang. Siapa lagi kalau bukan Aisyah. Ditelepon Aisyah rasanya seperti jatuh cinta. Sama-sama membuat jantung berdegub begitu kencang.

Getaran benda pipih itu berhenti untuk sepersekian detik hingga akhirnya kembali bergetar di detik kemudian. Ini yang kesepuluh. Dan kepalaku mulai panas.

"Aduh nih anak ga sabaran banget astaghfirullah"

Akupun merogoh saku celana, berniat ingin mengangkat panggilan dari Aisyah. Harusnya sih kudiamkan saja panggilan ini seperti sembilan panggilan sebelumnya, apalagi kondisiku yang sedang membawa mobil dengan kecepatan tinggi begini, sepertinya bukan waktu yang tepat untuk menjawab telepon. Namun, ini harus dilakukan, lagipula sekolahnya sudah dekat. Sebaiknya kupastikan saja keberadaan bocah tak sabaran ini.

"Iya, ha-"

CKITTT!

Ponselku jatuh. Jantungku seakan berhenti berdetak untuk waktu yang singkat. Mataku hampir keluar menatap gadis yang hampirku tabrak.  Gadis berambut pendek dengan wajah yang tak asing. Sama Halnya denganku, gadis itu hanya terbelalak menutup mulut saking terkejutnya. 

Setelah kesadaranku kembali, akupun keluar dari mobil guna memastikan keadaan gadis itu.

"Maaf dek, kamu gapapa?" akhirnya suaraku keluar setelah bertatap mata dengannya.

"Dea!" dari jauh terdengar sayup-sayup suara laki-laki yang tengah berlari ke arah kami.

Tunggu dulu, Dea? Kok sepertinya aku kenal?

"Kan udah kakak bilang! Jangan lari!  Kamu kok ga denger banget sih! Dasar bandel!" setelah sampai di hadapan sang gadis, lelaki itu langsung mengomel dan mencubit pipi gadis bernama Dea dengan kesal dan membawanya sedikit menjauh dariku. Dea pun hanya pasrah dicubiti kakaknya dan ikut menyeret langkah menjauh.

Sebagai laki-laki yang baik, tentu aku tak tega melihat perempuan disakiti. Akupun akhirnya memberanikan diri angkat suara.

"aduh maaf, ini salah saya. Saya yang bawa mobil balap-balap, jadi jangan salahin adeknyaa. Kasian juga adeknya masih shock malah dimarahin terus dicubitin kayak gitu" ucapku sambil menggaruk tengkuk yang sebenarnya tak gatal. Kakak beradik itu menatapku lama. Hingga mata sang adik langsung melotot seakan menyadari sesuatu.

"Eh? Kak Anas yah? Ini aku Dea kak!" gadis bernama Dea itu menghempas tangan kakaknya dan berlari kecil ke arahku. Mataku mengerjap. Masih mencoba memutar otak mengingat gadis yang ternyata mengenalku. Kuperhatikan Dea dengan seksama tetapi, tetap saja aku tidak ingat dia siapa.

"Ah, maaf saya-"

"Stop!" Dea menghentikan ucapanku dengan merentangkan kedua tangannya kedepan. Ia pun kemudian kembali berlari ke kakaknya dengan semangat.

"Kak! Kacamatanya pinjem dong!"

"Kamu ngapain sih sok kenal! Ga gitu tau caranya minta maaf! Gabisa liat cogan dikit yah nih anak!"

"Emang kenal kok! Hush! kakak! Jangan berisik dong! Nanti dia denger gimana!" Yah, jangan salahkan aku. Aku tidak menguping tetapi, bagaimana bisa tidak terdengar, kalau mereka bicara sambil berteriak-teriak seperti itu. Pak satpam yang baru datang saja sampai terkejut saat melihat mereka.

Dea disana masih sibuk mengobrak-abrik isi tas kakaknya. Sedang aku? Aku yang baik hati ini tentunya masih menunggu apa yang akan dilakukan Dea. Yah, lagipula aku tak boleh meninggalkan gadis yang hampir kubuat terluka bukan? Lagipula dia mengenalku.

"Kak!" Deapun akhirnya kembali. Sekarang, dia memakai kacamata dan menurunkan poninya seperti Dora lalu menggembungkan pipinya.

"Ah, anu-" aku masih tak mengerti dia sedang apa sekarang. Raut wajahnya mendadak berubah kesal. Namun, sepersekian detik kemudian kembali berbinar.

"Kakak power ranger!" mataku terbelalak lagi. Tidak mungkin! Hanya ada satu gadis yang memanggilku seperti itu, dia-

"Dede!" mata Dea berbinar ketika aku memanggilnya dengan nama panggilan khas yang kuberikan padanya.

"Wah! Kakak ingat!" senyumnya kembali merekah, yang ini tidak berubah. masih sama manisnya seperti dulu.

"Kok kamu bisa berubah gini sih De?! Beda banget tau! aku sampe ga bisa ngenalin"

"Iya dong! Semua orang pasti berubah pada waktunya!" ucapnya bangga dengan cengiran khasnya.

"Iya. Makin cantik" senyumnya perlahan luntur. Wajahnya tersipu malu. Kepalanya tertunduk tak berani lagi menatapku dengan percaya diri seperti tadi. Iya. Dia memang berhasil berubah tetapi, dia tetaplah orang yang sama. Ternyata, apa yang Dea bilang dulu bukan ucapan yang main-main. Dea, kamu berhasil.

"Nah gini! Tunduk! Kalau minta maaf tuh emang harusnya kayak gini! Bukan sok kenal!" Kakak Dea akhirnya kembali.

"Aduh, maaf ya kak. Adek saya ga sopan, bukannya minta maaf malah sok kenal begini, Dea bilang maaf!" ucapnya sedikit malu-malu sambil menyikut lengan Dea.

"Maaf ya, kak Anas" Ucap Dea masih tertunduk malu.

"Dibilang jangan sok kenal"

"Ish, kan-"

"Emang kenal kok, kan Dea?" ucapku ketika melihat Dea melotot ke kakaknya. Ia yang mendengar ucapanku-pun langsung kembali tertunduk malu kemudian mengangguk mengiyakan.

"Jadi bener kenalan Dea yah, Saya Adhit kak, kakaknya Dea. salam kenal" Lelaki yang tak lain adalah kakak Dea akhirnya memperkenalkan diri dengan mengulurkan tangannya seraya tersenyum kaku.

"Iya. Saya Anas. Senior Dea" akupun membalas uluran tangannya sambil tersenyum ramah.

"Tuh kan, malu sendiri" bisik Dea kepada Adhit yang masih bisa terdengar olehku.

"Apasih! Tapi tetap aja! Kamu gatau malu" Adhit melotot kesal.

"Ih orang aku emang kenal!" Dea balas melotot tak terima.

"Gimanapun itu, tadi kamu udah ngebahayain kak Anas. Dasar ceroboh!" lanjut Adhit seraya menghadiahi Dea dengan sentilan di jidatnya.

"Sakit tau!" Dea kemudian membalasnya dengan menyikut perut Adhit. Sedang aku, hanya menjadi penonton sambil sesekali tertawa melihat kelakuan kakak beradik ini. Ah, jadi ingat Aisyah. Eh? Tunggu! Sepertinya ada yang kulupakan. Astaghfirullah! Ais-

"Kak Aisyah!" itu suara Dea. Dia berlari menghampiri Aisyah hendak melepas rindu. Sedangkan aku, hanya dapat membatu melihat Aisyah dengan tatapannya yang beku.

"Mampus"

2:17-Minggu, 16 Juni 2019
-Ziwew

AisyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang