Ten

13.7K 1K 14
                                    

Berhenti adalah hal yang paling tepat untuk hati ini
Berhenti mencintai
Berhenti menyayangi
Dan Berhenti tuk berharap kau akan kembali
Jika ditanya apa aku akan kembali padamu
Jawabannya jelas tidak
Semua telah berakhir
Begitu juga dengan hati ku dan hatimu
Mereka juga telah berakhir tuk saling mencintai
-Yuna Resya Tirka

Author Pov

Yuna mendapat pemberitahuan dari grup kelasnya, dikatakan bahwa dosen pembimbing akademik sudah dibagikan sesuai nim yang didapat. Sesampainya ia di kampus karena ada kelas, ia yang masih mempunyai waktu sebelum masuk menyempatkan untuk mencari namanya di papan mading kampus. Ia menatap pengumuman pembagian PA (pembimbing akademik) di mading dengan serius. Tak sulit mencari nama dan nimnya karena Yuna mendapatkan nim paling atas.

Namun, ada hal yang membuat ia sangat terkejut. "WHAT?!" teriaknya.Semua orang yang berada di sekitar mading menatapnya dengan penasaran. Yuna yang merasa malu dengan kelakuannya sendiri mau tak mau tersenyum kikuk lalu bergegas pergi dari sana, ia ingin menemui seseorang di ruang dosen untuk penyetujuan matakuliah yang diambilnya.

Dengan langkah yang berat Yuna memaksakan diri untuk memasuki ruang dosen. "Permisi pak," ucapnya dengan sopan karena melihat Dosen yang ia cari berada di tempatnya.

"Hmm...," gumam dosen itu tanpa menoleh ke arahnya sedikit pun, dosen tersebut sedang sibuk dengan kumpulan kertas yang sedang dibacanya, sesekali ia mencoret tulisan yang ada di kertas tersebut.

"Ada apa?" tanya dosen tersebut

Yuna menyodorkan berkas kontrak kuliah yang harus ditanda tangani dosen pembibing, kepada dosen itu. "Pak saya mau minta tanda tangan," ucapnya.

Dosen itu pun mengambil dan membaca berkas kontrak perkuliahan yang diberikan Yuna. Saat dosen itu melihat nama yang tertera di kontrak perkuliahan tersebut, ia langsung mengangkat kepalanya dan langsung bertatapan dengan Yuna yang masih betah berdiri di sana dengan menatapnya.

"Loh kamu Sya ...? Duduk ... duduk," nada suaranya berubah ramaha. Ia mempersilahkan Yuna untuk duduk di kursi yang tersedia di hadapannya.

"Baik Pak." Mengingat ini di ruangan dosen. Dengan menjunjung kesopanan Yuna menuruti tawaran dosen tersebut.

"Tumben kamu gak nolak saya?" tanyanya dengan kata yang sedikit ambigu.

"Karena ini ruang dosen, saya pikir saya harus sopan. Gini-gini saya tahu diri Pak."

"Oh punya pikiran lah kamu ya?" gumamnya pelan.

"Saya dengar loh pak, mendingan bapak tanda tangan aja dengan damai, jangan banyak komentar," sarkasnya dengan nada suara yang lembut.

Dosen tersebut mengulum senyumnya sembari menandatangai 5 kertas yang ada di tangannya tersebut. "Baru ditanyain udah keluar mulut bar-barnya." Ia masih menggerutu.

Yuna memilih untuk tidak menanggapi pertanyaan dosen tersebut untuk mengecilkan permasalahan. Tanpa menjawab sepakatah kata dosen pembimbingnya itu, berkas kontrak yang sudah ditanda tangani dosen itu langsung di ambil Yuna.

"Bilang apa?" sindirnya saat Yuna membalikan badan ingin keluar dari ruangan begitu saja.

Yuna menoleh. "TE-RI-MA KA-SIH BA-PAK DIR-GA!" ucap Yuna dengan penekanan setiap kata. Setelah itu, ia langsung melincit keluar ruangan begitu saja.

•••

Karena hari ini hanya ada dua mata kuliah. Setelah mata kuliah terakhir Yuna pun memutuskan untuk bergegas pulang ke rumah. Beberapa teman kelasnya mengajak ia untuk main bersama, sayangnya Yuna tidak berselera untuk ikut bergabung. Rasa bersosialisasi yang dimiliki Yuna saat ini ntah mengapa hilang begitu saja setelah kejadiaan itu.

Namun ternyata saat Yuna hendak masuk ke dalam mobilnya, seseorang mencegatnya, "Yun?" panggil orang tersebut. Ia yang berada tak jauh dari Yuna terlihat lesu.

Yuna menoleh, ia hanya diam menatap seorang lelaki yang tak ingin ia temui tengah berdiri di hadapanya saat ini. Yang bisa dilakukan Yuna hanya diam mematung menatap lelaki itu.

"Gue mau ngomong," ucapnya tanpa perduli dengan raut tak bersahabat Yuna.

Agar ini semua cepat berakhir Yuna menyetujui ajakan lelaki tersebut, ia berjalan mendahului laki-laki mengajaknya ke cafe depan kampus untuk mendengarkan apa maksudnya menemui Yuna.

"Ada apa?" tanya Yuna yang tak ingin berbasa-basi dan terjebak lebih lama dengan lelaki yang duduk di hadapannya ini.

"Gu—"

"Bukannya lo selama ini ngindarin gue? Kenapa sekarang mau ketemu gue?" potong Yuna tanpa mendengar penjelasan lelaki itu.

Lelaki itu menghela nafasnya. "Gue bingung mau ngomong dari mana. Tolong lu jangan potong omongan gue dulu."

"Oke," Yuna menganggukan kepalanya tanda setuju.

"Pertama, gue mau tanya ... maksud lu salam ke gue apa? Apa lu masih ada rasa sama gue? Bukannya lu yang mutusin gua? Apa sekarang lu nyesel?Dan kenapa lu masih baik sama Dera? Bukannya dia sahabat lu? Dia tega ngehianatin lu demi macarin gue bahkan dia lebih milih gue, ketimbang lu dan kalian sahabatnya? Dan—"

"Dan apa perlu gue nyatet semua pertanyaan lu, pertanyaan pertama aja segudang apa lagi pertanyaan kedua ketiga dan yang lain?" ucap Yuna sinis.

Yuna menghela nafas dan berusaha menyunggingkan senyum indah yang ia punya. "Gini ya GA-DHA! Pertama, gue iseng aja salam sama lo. Aslinya mah ogah. Najis tralala trilili bahkan gue NYESEL pernah pacaran sama lu!" ucap Yuna dengan menekan kata nyesel.

Ucapan Yuna membuatnya merasa tertohok, walau pun yang dikatakan gadis itu adalah yang sebenarnya. Namun, itu terdengar menyakitkan jika dikatakan oleh orang yang masih kau cinta.

"Kedua, lo bilang apa? Rasa? Rasa muak yang bener! Gue muak sama lu. Dan apa ... nyesel?" Yuna pun tertawa dengan keras. "Hahaha nyesel?" ulangnya lagi. "Iya, GUE NYESEL PERNAH PACARAN SAMA LU!"

Yuna mengalihkan pandangannya kepintu cafe dan menatap kosong. "Lu mau tau kenapa gue masih baik sama Dera, cewek lu itu? Gadh, gue tau gua jahat. Tapi ... hati gue masih menginginkan kebaikan. Iya dia sahabat gue paling baik. Cuma dia yang bisa buat gue belajar sabar. Dia yang buat gue terima kenyataan. Dia yang buat gue ngerti, kalo penghianatan yang dilakuin orang terdekat itu lebih sakit. Selain itu dia juga buat gue sadar, kalo siapa aja bisa dikhianati.

"Termasuk gue...! Orang yang paling benci sama penghianat. Tapi asal lu tau. Gue gak bisa benci sama dia. Dia sahabat gue! Apapun kesalahan yang dia lakuin, tetap ada maaf untuknya. Bego kan gue?" ucap Yuna dengan tenang.

Gadha hanya diam mendengar jawaban Yuna.

"Lo tau Gadh? Lo berhasil bales gue. Lo berhasil nyakitin hati gue. Dan berhasil ngancurin persahabatan gue. Gue berharap gue bisa selamanya sama mereka. Gue sayang sama mereka. Tapi lo ngancurin kepercayaan gue dengan sahabat gue. Itu ngebuat kepercayaan gue sama mereka tu hancur. Semuanya itu, karna lu Gadh ... selamat lu berhasil." Yuna pun berdiri, hendak pergi meninggalkan Gadha.

"Oiya satu lagi," Yuna memajukan wajahnya mendekat ke arah Gadha.

"Gue cuma lagi nunggu kapan pacar lu itu bakal bilang ke gue, kalau dia MENYESAL pernah milih lu ketimbang KAMI SAHABATNYA!" .

Yuna berjalan menuju pintu cafe. Saat melewati salah satu meja. Ia menangkap siluet seorang gadis yang ia kenali. Yuna pun menghampiri gadis itu dan ....

"Oh, ternyata lu nguping. Rencana Lu eh?" tanya Yuna tajam.

•••

Terakhir Revisi: 06 Juli 2019

Revisi Ulang: 1 November 2019

I Don't Care About Love [1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang